Ads

Sunday, March 10, 2019

Jaka Lola Jilid 115

Yo Wan selalu mengikuti Yosiko dan karenanya dia tahu akan gerak-gerik gadis ini. la tahu pula, bahwa Yosiko dan Siu Bi bersekutu untuk mencelakai Cui Sian! Dan ia menjadi saksi pula akan adegan-adegan aneh dari dua orang muda itu tadi, melihat betapa dengan mesra dan penuh perasaan Bun Hui merawat luka di pundak Yosiko. Dia sengaja membantu Bun Hui karena dia tahu bahwa tanpa dia bantu, biarpun ilmu kepandaian Bun Hui belum tentu kalah oleh Yosiko, namun gadis yang amat lincah itu mungkin merobohkan Bun Hui dengah senjata rahasianya.

Ketika Yo Wan melihat Siu Bi muncul memanggil Yosiko kemudian dua orang gadis itu berlari cepat, hatinya menjadi khawatir sekali. Dan kekhawatirannya terbukti karena tak lama kemudian dia melihat Cui Sian sedang bertempur mati-matian dikeroyok belasan orang bajak laut anak buah Yosiko! Kiranya Siu Bi memariggil Yosiko untuk melaksanakan kehendak mereka, yaitu mengeroyok dan membunuh Cui Sian.

Seperti juga Bun Hui, siang hari itu Cui Sian berada seorang diri di pinggir laut. la termenung-menung memikirkan Yo Wan, Semenjak ia melihat Yo Wan berada di dalam gua bersama Yosiko, hatinya terasa sakit sekali. la ingin marah, ingin membunuh wanita itu dan juga ingin menantang Yo Wan untuk mengadu kepandaian, ia penasaran dan merasa terhina. Bukankah Yo Wan terang-terangan menyatakan perasaannya ketika perjumpaan mereka dahulu? Kiranya Yo Wan hanya seorang pemuda yang gila perempuan, seorang hidung belang yang menjemukan.

Selagi ia termenung, mukanya sebentar merah sebentar pucat, tiba-tiba ia tersentak kaget dan cepat ia mengelak. Sebatang anak panah menyambar di atas kepalanya, lenyap kedalam pohon-pohon. Cui Sian cepat mencabut pedangnya dan bermunculanlah lima belas orang laki-laki, dipimpin oleh seorang gadis yang membuat Cui Sian membelalakkan matanya. Gadis itu adalah Siu Bi!

“Bocah jahat! Kau….. kau beserta bajak-bajak ini…..?” tegurnya, terheran-heran dan kemarahannya meinuncak.

Memang ia tidak suka kepada Siu Bi yang membuat Swan Bu tergila-gila, maka dapat dibayangkan kebenciannya melihat Siu Bi muncul bersama para bajak itu.

Akan tetapi Siu Bi tidak mempedulikannya, malah memberi aba-aba,
“Kurung dia, jangan boleh lolos!” la sendiri lalu melarikan diri untuk pergi mencari Yosiko!

Demikianlah, dengan kemarahan meluap-luap Cui Sin memutar pedangnya menghadapi pengeroyokan belasan orang itu. Dalam waktu beberapa menit saja pedangnya sudah merobohkan empat orang pengeroyok, sedangkan yang lainnya hanya berani mengurungnya dari jarak yang tidak terlampau dekat. Namun pengurungan mereka ketat, tidak memberi kesempatan gadis ini keluar dari kepungan.

Cui Sian adalah puteri tunggal Raja Pedang. Ilmu silatnya tinggi, akan tetapi sebagai puteri pendekar sakti yang namanya dipuji-puji di mana-mana, tentu saja sifatnya tidaklah ganas. Ilmu pedangnya bersih, mengandung daya Im dan Yang, tidak gentar menghadapi kepungan.

Namun, sudah menjadi sifat ilmu pedang keturunan Raja Pedang, selalu menitik beratkan kepada serangan balasan, yaitu apabila diserang barulah timbul keampuhannya untuk merobohkan si penyerangnya. Oleh karena sifat ini pula, agaknya Cui Sian merasa segan untuk menyerang para bajak laut yang ia anggap bukan lawan sebanding itu.

Ia hanya menanti dan empat orang yang roboh tadipun adalah karena mereka dengan ganas menyerangnya, maka akibatnya hebat pula. Kini karena para pengeroyoknya hanya mengepung dari jarak agak jauh, Cui Sian hanya berdiri tegak saja. Baru setelah para bajak menerjang maju dari segenap penjuru, ia mainkan pedangnya dan kembali dua orang roboh mandi darah!

Kedatangan Yosiko dan Siu Bi menggembirakan para bajak yang sudah mulai menjadi gentar. Yosiko berseru keras dalam bahasa Jepang, memberi perintah agar anak buahnya siap mengepung dari jarak jauh dengan anak panah disiapkan, memberi kesempatan kepada dia untuk menangkap musuh. Para bajak mundur sambil menyeret enam mayat temannya.

Yosiko dan Siu Bi dengan pedang terhunus sudah melompat maju menghadapi Cui Sian. Gadis dari Thai-san ini menjadi merah mukanya. Dengan pedang menuding ke depan ia memaki,

“Sungguh kebetulan Sekali! Memang besar keinginanku membasmi kalian berdua perempuan yang tak tahu malu!”

“Sombong!” bentak Yosiko. “Kaukah yang bernama Cui Sian? Hemmm, kematian sudah di depan mata masih berani berlagak!”






Setelah berkata demikian Yosiko menggerakkan pedang dan meloloskan sabuk suteranya. Siu Bi juga sudah melangkah maju dengan sikap mengancam. la membenci Cui Sian yang dianggapnya hendak menjauhkan Swan Bu dari padanya.

Hebat penyerangan Yosiko dan Siu Bi, terdorong oleh kebencian hati mereka. Namun, makin kuat ia diserang, makin kuatlah pertahanan Cui Sian. Liong-cu-kiam di tangannya laksana halilintar menggulung-gulung dan gerak Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut dimainkan dengan indahnya seakan-akan ia menjadi seorang dewi yang menari-nari.

Dengan gaya permainannya yang ampuh ini ia sama sekali tidak memberi kesempatan kepada senjata lawan untuk dapat mendekatinya. Betapapun juga, ketika Cui Sian menyaksikan gerakan pedang Yosiko mainkan jurus-jurus yang serupa, yaitu jurus-jurus campuran dari Sian-li Kiam-sut, tergeraklah hatinya. Teringat ia akan penuturan Tan Hwat Ki, bahwa gadis ini adalah puteri Tan Loan Ki yang masih terhitung saudara misannya sendiri, masih sedarah!

Teringat ia akan penuturan orang tuanya tentang paman tua (uwaknya) Tan Beng Kui, yaitu ayah Tan Loan Ki atau kakek gadis ini! Dengan bentakan keras ia menangkis, sehingga terpentallah pedang kedua orang lawannya, kemudian ia meloncat mundur.

“Tahan dulu!”

“Mau bicara apa lagi?” bentak Yosiko.

“Yosiko, bukankah kau ini puteri enci Tan Loan Ki? Tahukah engkau bahwa aku masih bibimu sendiri? Dan kau, Siu Bi, kau sudah berjanji hendak menanti Swan Bu. Beginikah kesetiaanmu kepadanya?”

“Bibi macam apa engkau ini! Aku tidak peduli, kau adalah musuh Kipas Hitam!” balas Yosiko.

“Tan Cui Sian, kaulah yang memisahkan Swan Bu dari sampingku!” bantah Siu I Bi.

“Ah, dua bocah liar! Kalian jahat…..”

“Cukup! Apa kau takut menghadapi kami?” ejek Yosiko.

“Hemmm, boleh ditambah sepuluh orang lagi macam kalian aku takkan mundur. Aku hanya mengingat bahwa kau masih terhitung keponakanku, dan Siu Bi….. ah, aku ingat Swan Bu maka aku mau bicara!”

“Cerewet!”

Yosiko membentak dan menerjang lagi, diikuti Siu Bi. Kembali mereka bertanding dengan seru. Sementara itu, dengan tanda suitan Yosiko sudah mengundang anak buahnya sehingga tempat itu kini terkurung oleh kurang lebih lima puluh orang bajak! Namun mereka tidak ada yang turun tangan sebelum mendapat perintah pemimpin mereka.

“Yosiko! Siu Bi! Mundur…..!!”

Tiba-tiba berkelebat bayangan putih dan orang ini bukan lain adalah Yo Wan! Kagetlah kedua orang gadis itu ketika melihat munculnya Yo Wan.

“Kau?”

Yosiko berseru.
“Kau….. membelanya?”

“Tentu saja! Yosiko, kenapa kau belum juga mau insyaf ? Siu Bi, kenapa kau ikut-ikut?”

“Dia membawa pergi Swan Bu. Dia memisahkan aku…..!”

Siu Bi bingung menjawab. Gentar hatinya kalau harus menghadapi Yo Wan, apalagi kalau diingat bahwa Yo Wan yang telah menolongnya sehingga ia tidak terbunuh dahulu oleh Lee Si dan Cui Sian.

Tiba-tiba dua orang pimpinan bajak dengan pedang di tangan menerjang Yo Wan. Serangan ini mendadak sekali, dilakukan dari belakang. Namun dengan gerakan ringan Yo Wan menggeser kaki, tanpa menengok tangannya bergerak ke belakang dan kakinya menendang. Akibat gerakan ini, sebatang pedang terampas! dan dua orang pimpinan bajak itu terlempar oleh tamparan dan tendangannya!

Ributlah para bajak. Seorang yang bercambang bauk dan bermata lebar melompat maju dengan golok besar di tangannya, diikuti anak buahnya!

“Bong-twako, jangan serang!” bentak Yosiko.

“Tapi…..” bantah si cambang bauk.

“Tidak ada tapi, mundur semua!” bentak Yosiko yang segera memimpin anak buahnya pergi dari situ, diikuti oleh Siu Bi yang beberapa kali memandang ragu ke arah Yo Wan.

Dalam waktu sebentar saja tempat itu telah menjadi sunyi kembali setelah Yosiko dan anak buahnya menghilang di balik pohon-pohon besar di hutan tepi pantai. Hanya tinggal Yo Wan dan Cui Sian berdua yang masih berdiri disitu.

“Bagus, akhirnya kita bertemu juga. Nah, kebetulan kau sudah mendapatkan pedang. Lihat seranganku!” Setelah berkata demikian, Cui Sian lalu menyerang Yo Wan dengan pedangnya!

Bukan main kagetnya hati Yo Wan.
“Eh…..! Bagaimana ini…..?”

la cepat mengelak ketika melihat betapa gadis itu tidak main-main, serangannya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan amat berbahaya.

“Tak perlu pura-pura kaget! Kau bersekutu dengan kepala Kipas Hitam?” kata Cui Sian marah. “Karena itu kau adalah musuh kami!”

Kembali ia menyerang dengan gerakan kilat. Kembali Yo Wan mengelak dan mengelebatkan pedang rampasannya untuk menangkis. la maklum bahwa pedang di tangan Cui Sian adalah sebuah pedang pusaka yang ampuh, sedangkan pedang yang di tangannya hanyalah pedang biasa yang tajam. Sekali berdu tentu akan patah. Oleh karena itu, dia sengaja mengerahkan sinkangnya dengan tenaga lemas sehingga ketika terbentur, pedangnya hanya membalik dan tidak menjadi rusak.

Hal ini bagi Yo Wan adalah merupakan hal yang amat mudah, dan memang disini terletak kelihaiannya sehingga jangankan sebuah pedang baja, sedangkan sebatang pedang kayu merupakan senjata yang dapat menghadapi pusaka-pusaka ampuh jika berada di tangannya.

Ketika kedua pedang bertemu dan pedang di tangan Yo Wan tidak rusak, diam-diam Cui Sian kaget dan kagum sekali. Sebagai seorang ahli silat tinggi, iapun dapat menduga bahwa pemuda ini sudah mahir dalam memindahkan tenaga sakti ke dalam benda yang dipegangnya. Hal ini membutuhkan Iweekang yang mendalam dan kiranya hanya orang-orang setingkat ayahnya atau Pendekar Buta saja yang mampu melakukan hal itu!

“Eh, nanti dulu…… Sian-moi (adik Sian)….. sejak kapan aku bersekutu dengan kepala Kipas Hitam?”

“Pembohong pandai berpura-pura….. laki-laki mata keranjang! Jai-hoa-cat (penjahat pemetik bunga)!” Cui Sian menusukkan pedangnya kearah dada Yo Wan.

Yo Wan begitu kaget mendengar tuduhan ini sehingga dia meloncat ke atas, akan tetapi dia segera menangkis pedang Cui Sian, mengerahkan tenaga dan pedangnya berhasil menindas pedang gadis itu ke bawah. Betapapun Cui Sian mengerahkan tenaga, ia tidak mampu mengangkat pedangnya yang tertindas itu!

“Wah, nanti dulu, Sian-moi! Apa artinya tuduhan jai-hoa-cat dan mata keranjang itu?” Yo Wan bertanya gugup.

“Hemmm, apa kau hendak menyangkal bahwa kau tinggal siang malam berdua saja dengan….. dengan….. ketua Kipas Hitam yang cantik itu?”

Yo Wan menarik napas panjang. Hal ini sudah dia khawatirkan. la melepaskan pedangnya dan berkata,

“Aahhh, kau salah duga, Moi-moi. Kau dengarlah penjelasanku, atau kalau kau tidak percaya lagi kepadaku, boleh kau gunakan pedangmu itu menusuk mampus padaku, aku takkan melawan lagi!”

Cui Sian meragu, memandang tajam, pedangnya tidak bergerak, ia menanti. Dengan tenang Yo Wan lalu menuturkan pengalamannya ketika dia mencari Swan Bu, betapa di tengah jalan dia melihat Tan Hwat Ki dan sumoinya menyerang sarang Kipas Hitam, betapa dia menolong Tan Hwat Ki dan Bu Cui Kim, kemudian dia mengejar Yosiko dan terluka, lalu dirawat oleh gadis yang menjadi kepala Kipas Hitam itu.

“Memang kasihan gadis itu, semenjak kecil terdidik liar. Dia dan ibunya beranggapan bahwa pemuda yang dapat mengalahkan mereka adalah calon jodohnya…..,” demikian Yo Wan menutup ceritanya sambil menarik napas panjang. “Akan tetapi aku tentu saja menolaknya….. aku bukan mata keranjang atau jai-hoa-cat…..”






No comments:

Post a Comment