Ads

Sunday, March 10, 2019

Jaka Lola Jilid 114

Wajah pemuda itu sebentar pucat, sebentar merah. Perlahan-lahan dia menggerakkan tangannya meraba gagang pedang dan dengan sinar mata marah dia mencabut pedangnya.

“Hek-san-pangcu, aku seorang laki-laki sejati, mengapa harus takut? Aku tadi bicara dengan kesungguhan hati karena sayang melihat engkau tersesat, seberapa dapat hendak menyadarkanmu. Akan tetapi kalau kau menganggap sikapku itu karena takut, silakan maju!”

Yosiko tersenyum lagi.
“Nah, ini baru namanya jantan. Orang she Bun, bersiaplah untuk mampus!”

Pedangnya berkelebat diikuti gerakan sabuk suteranya ketika gadis ini menyerang dengan hebat.

Terkejut juga hati Bun Hui. Tak disangkanya gadis ini demikian ganas dan serangannya begitu dahsyat. Cepat dia memutar pedang menangkis sambil meloncat ke samping menghindarkan diri daripada sambaran sabuk sutera yang mendatangkan angin pukulan hebat itu.

“Tranggggg…..!”

Sepasang pedang bertemu dan keduanya terhuyung mundur. Akan tetapi tiba-tiba Yosiko terguling dan hanya dengan berjungkir balik saja gadis ini dapat menahan diri tidak jatuh. la terheran-heran.

Mungkinkah pemuda she Bun ini begitu kuat sehingga sekali benturan senjata membuat dia terguling hampir jatuh? Diam-diam ia kaget dan juga kagum. Yo Wan sendiri yang pernah ia uji kepandaiannya, tak mungkin sekuat ini!

Dilain fihak, Bun Hui juga terkejut dan heran. la tadi merasa betapa pedangnya terbentur membalik oleh pedang gadis itu dan biarpun dia sudah menghindar, hampir saja ujung sabuk sutera putih itu menyentuh lambungnya. Akan tetapi entah mengapa, tiba-tiba sabuk itu berkibar pergi dan dia merasa ada sambaran hawa panas lewat di samping tubuhnya dan melihat gadis itu hampir jatuh.

la maklum bahwa nama besar ketua Kipas Hitam ini bukanlah nama kosong belaka, dan bahwa gadis jelita ini benar-benar lihai, maka dengan hati penuh kekaguman dan penyesalan, dia siap menghadapi serangan lawan.

Dengan hati penasaran Yosiko menerjang maju lagi, kini lebih hebat. Pedangnya diputar diatas kepala lalu melayang turun kearah leher lawan, sedangkan sabuk suteranya meluncur maju menotok ulu hati yang akan mendatangkan maut apabila mengenai sasaran dengan tepat.

Kembali Bun Hui menggerakkan pedangnya menangkis, sedangkan tangan kirinya dikebutkan untuk menyambar ujung sabuk yang menyerang dada.

“Tranggg…..!”

Kembali keduanya terhuyung dan alangkah kaget hati Yosiko ketika ia merasa tadi betapa sabuknya tiba-tiba hilang kekuatannya dan bahkan membalik ke belakang dan menyerang dirinya sendiri! la membanting tubuh ke belakang dan bergulingan, wajahnya pucat. Hebat pemuda ini! Ilmu siluman apakah yang digunakan pemuda itu sehingga dalam dua gebrakan saja ia hampir celaka, padahal pemuda itu bukannya menyerang, melainkan menghadapi serangannya?

Bukan Yosiko saja yang terheran-heran dan kagum, juga Bun Hui merasa heran sekali. la tadi merasa tangannya kesemutan dan kalau dilanjutkan, tentu serangan ujung sabuk akan mencelakakannya sungguhpun serangan pedang dapat dia tangkis, akan tetapi kembali dia merasa ada angin pukulan menyambar membantunya dan membuat gadis penyerangnya itu terserang sabuk sendiri. la cepat menoleh, akan tetapi tidak melihat apa-apa.

Yosiko kini mengeluarkan sebuah kipas hitam! la benar-benar merasa kagum, akan tetapi di samping kekagumannya inipun terkandung rasa penasaran. Pemuda bangsawan yang tampan ini tidak kelihatan terlalu sakti, akan tetapi mengapa ia sama sekali tidak berdaya menghadapinya?

Bun Hui sudah mendengar akan jahatnya kipas hitam yang mengandung racun ini, maka dia khawatir sekali.

“Nona, aku sungguh-sungguh tidak ingin bertempur mati-matian melawanmu, marilah kita bicara baik-baik!”






“Terima ini!”

Yosiko membentak dan sudah melompat maju, pedangnya menyambar, diikuti gerakan kipas yang dikibaskan kearah Bun Hui. Uap hitam menyambar dan agaknya pemuda itu akan celaka kalau pada saat itu tidak tampak sinar menyilaukan berkelebat dan tahu-tahu Yosiko memekik kesakitan, kipasnya mencelat jauh dan pundaknya terluka ujung pedang Bun Hui. la roboh dan mengerang kesakitan.

Melihat ini, kagetlah Bun Hui. Kini dia merasa yakin, bahwa diam-diam ada orang yang membantunya. Tadi pedangnya bergerak menangkis lagi, akan tetapi entah bagaimana pedangnya itu meleset dan terus menusuk ke arah leher Yosiko, sedangkan sinar yang berkelebat dari belakangnya menghantam kipas. Baiknya dia masih cepat menarik pedangnya sehingga tidak menembus leher yang indah, melainkan menyeleweng dan melukai pundak.

Mungkin saking kaget, penasaran dan sakit, Yosiko rebah pingsan! Ketika ia membuka mata, ia rebah di tanah dan Bun Hui sedang mengobati pundaknya! Bukan main kaget dan herannya hati Yosiko, akan tetapi ia pura-pura masih pingsan. Dari balik bulu matanya yang panjang ia mernandang Wajah tampan itu yang dengan penuh perhatian memeriksa lukanya dan kemudian mengobatinya dengan obat bubuk yang terasa dingin sekali.

Melihat gadis itu menggerakkan matanya, Bun Hui cepat menyelesaikan pengobatannya dan berkata perlahan.

“Maaf…… maaf, aku menyesal sekali, bukan maksudku untuk…..”

Yosiko sudah melompat bangun. Mukanya merah dan ia memungut pedangnya yang menggeletak diatas tanah. Ketika ia melihat kipas hitamnya yang sudah remuk, ia menendang kipas itu jauh-jauh, lalu menarik napas panjang.

“Maaf, Nona, aku….. aku tidak sengaja.”

Yosiko berpaling, dan kembali wajahnya berubah ketika memandang Bun Hui. Pandang matanya masih penuh kekaguman, penuh keheranan, penuh penasaran.

“Kau hebat sekali! Gerakanmu begitu cepat sehingga aku tidak lahu bagaimana caranya kau mengalahkan aku. Agaknya aku kurang hati-hati. Bun-ciangkun, mari kita lanjutkan, aku masih penasaran. Kalau kau dapat mengalahkan aku tanpa menggunakan ilmu siluman itu, aku….. aku bersedia menuruti segala kehendakmu, tanpa syarat!”

la tersenyum dan diam-diam Bun Hui morat-marit hatinya. Senyum dengan lesung pipit itu bukan main manisnya. la juga bingung. la tahu bahwa kepandaiannya hanya dapat mengimbangi gadis ini. Kemenangan-kemenangan aneh yang oleh gadis itu dianggap ilmu siluman tadi adalah kemenangan karena bantuan orang sakti yang dia tidak tahu siapa adanya.

“Nona Yosiko, sudahlah, aku tidak ingin bertempur denganmu. Aku bahkan minta maaf dan ingin berdamai, kita habisi permusuhan ini…..”

“Kalahkan dulu pedangku, perlihatkan ilmu silatmu!”

Sambil membentak demikian kembali Yosiko menyerang, kini ia hanya menggunakan pedang saja, namun ia mengerahkan seluruh ilmu pedangnya untuk menyerang. Karena ia mendapat kesan bahwa pemuda panglima dari Tai-goan ini memiliki ilmu kesaktian yang hebat, maka timbullah rasa sayangnya dan Yosiko tidak lagi ingin mempergunakan senjata gelap, melainkan hendak menguji dengan ilmu pedangnya.

Melihat gerakan nona ini sungguh-sungguh tentu saja Bun Hui tidak mau tinggal diam. lapun lalu menggerakkan pedangnya dan mainkan ilmu silatnya, yaitu Ilmu Pedang Kun-lun Kiam-hoat yang amat kuat dan lihai. Setelah bergerak beberapa jurus kembali Yosiko menahan pedangnya, meloncat mundur dan berseru,

“Pernah aku menyaksikan Ilmu Pedang Kun-lun yang hebat. Apakah kau anak murid Kun-lun-pai?”

Dengan perasaan bangga di hati Bun Hui menjawab tenang,
“Ketua Kun-lun-pai adalah kakekku”

Makin kagumlah hati Yosiko dan tanpa banyak cakap lagi ia lalu menerjang lagi dengan jurus yang amat berbahaya.

Bun Hui terkejut dan cepat dia mengelak ke kiri. Akan tetapi gulungan sinar pedang lawannya seperti uap menyambanya terus, kini mengancam lambung. Dengan pemutaran pergelangan tangan Bun Hui menangkis.

Bunga api berpijar ketika sepasang pedang bertemu, akan tetapi kali ini dengan cerdik sekali Yosiko sengaja mementalkan pedangnya, bukan ditarik ke belakang, melainkan menyeleweng ke depan terus menusuk dada. Inilah gerak tipu yang amat hebat dan tak tersangka-sangka.

Semua ini dibantu dengan langkah-langkah kaki gadis itu yang membuat Bun Hui benar-benar bingung. Jalan satu-satunya hanya menggerakkan pedang membabat kaki lawan yang terdekat, akan tetapi untuk melakukan hal ini dia merasa tidak tega. Pada saat yang berbahaya itu, kembali ada angin menyambar dan….. tubuh Yosiko terhuyung-huyung ke samping, serangan pedangnya kembali menyeleweng.

“Kau gunakan ilmu setan!” bentaknya marah.

Pada saat itu muncullah Siu Bi. Melihat betapa Yosiko bertanding dengan Bun Hui, ia merasa khawatir. Betapapun juga, pemuda putera jenderal di Tai-goan ini pernah bersikap baik sekali kepadanya, dahulu ketika ia menjadi tawanan Jenderal Bun.

“Yosiko, mari pergi! Dia seorang diri disana, kesempatan baik. Mari!”

Yosiko ragu-ragu, akan tetapi mendengar ucapan-ucapan terakhir itu ia segera membalikkan tubuh, lalu lari meninggalkan Bun Hui sambil menoleh dan berkata,

“Aku masih belum puas. Lain kali kita lanjutkan!”

Bun Hui berdiri bengong. la benar-benar bingung dan kaget melihat nona yang mengajak pergi Yosiko itu. Dia merasa mengenal baik nona itu, nona yang pernah mengobrak-abrik hatinya Siu Bi. Siu Bi bersekutu dengan Kipas Hitam? Ini hebat.

Namun pengalamannya bertanding melawan Yosiko tadi masih meninggalkan ketegangan di hatinya. Apalagi setelah melihat munculnya Siu Bi di samping Yosiko, membuat dia termenung berdiri seperti patung dengan pedang masih di tangan. Dia tidak boleh mengharapkan dlri Siu Bi lagi, yang dahulu perhah merampas cintanya. la mendengar pengakuan Swan Bu dari mulut pemuda itu sendiri, bahwa antara Swan Bu dan Siu Bi terjalin kasih sayang yang mendalam.

Kalau Siu Bi mencinta Swan Bu, tentu dia tidak akan mau mengganggunya. Biarlah mereka bahagia dalam cinta kasih mereka. Akan tetapi….. ketika tadi dia berhadapan dengan Yosiko, dia segera merasa bahwa gadis peranakan Jepang gadis liar ketua bajak laut inilah yang menggantikan Siu Bi di hatinya. la jatuh cinta kepada Yosiko!

Hal ini Bun Hui dapat mengetahui dengan cepat, karena sebagai putera bangsawan yang terkenal, tampan dan gagah, tentu saja sudah banyak dia bertemu dengan gadis-gadis kota, puteri-puteri bangsawan yang cantik dan yang oleh orang tuanya maupun handai-taulannya seakan-akan ditawarkan kepadanya untuk menjadi jodohnya.

Banyak sudah dia bertemu dengan gadis-gadis cantik, akan tetapi tidak pernah dia merasa seperti ketika dia berhadapan dengan Siu Bi dahulu, atau ketika dia berurusan dengan Yosiko tadi! Bukan hanya kecantikan kedua orang gadis itu agaknya yang mengguncangkan jantungnya dan membetot semangatnya, melainkan sikap mereka, agaknya karena keduanya sama lincah, sama liar, dan sama aneh!

Bun Hui menarik napas panjang, bingung memikirkan keadaan hatinya sendiri. Mengapa dia selalu jatuh cinta kepada wanita yang sebenarnya menjadi musuh! Ayahnya tentu takkan setuju. Dan bagaimana dia dapat berjodoh dengan seorang seperti Yosiko? la tahu bahwa hal ini amatlah tidak mungkin, akan tetapi dia tidak dapat menyangkal perasaan hatinya yang benar-benar tertarik sekali oleh lesung pipit di sebelah pipi Yosiko tadi.

Dengan murung Bun Hui meninggalkan tempat itu, sama sekali tidak tahu bahwa sejak tadi ada bayangan orang yang kini berkelebat mengejar kearah larinya Yosiko dan Siu Bi. Bayangan orang yang tadi secara rahasia telah membantunya mengalahkan Yosiko dengan mudah.

Apa kata gadis tadi?
“Kalau dapat mengalahkan aku, aku bersedia menuruti segala kehendakmu tanpa syarat!”

Ucapan Yosiko ini berdengung-dengung dalam telinga Bun Hui ketika dia berjalan kembali ke perkemahannya. la kembali dalam keadaan jauh berbeda daripada tadi ketika berangkat. la telah menjadi seorang Bun Hui yang lain, seorang pemuda yang linglung terombang-ambing gelora asmara!

Bayangan yang dengan gesit bagaikan Setan tadi membantu Bun Hui dan kini melesat secepat terbang mengejar Yosiko dan Siu Bi, kemudian mengikuti dua orang gadis itu secara diam-diam, bukan lain adalah Jaka Lola!






No comments:

Post a Comment