Ads

Friday, March 8, 2019

Jaka Lola Jilid 109

“Betul, Twanio. Beliau adalah guruku, sungguhpun aku malu sekali harus mengaku sebagai muridnya karena kepandaianku tidak ada sepersepuluh kepandaian suhu yang sakti.”

“Aku pernah diajar Hui-thian-jip-te oleh Kun Hong. Kau agaknya pandai pula ilmu langkah itu, akan tetapi mengapa lebih lengkap dari padaku? Apakah kau dilatih pula ilmu itu oleh Kun Hong?”

“Ah, mana bisa aku yang bodoh disamakan dengan suhu? Aku hanya dapat menerima sedikit sekali, dan suhu pernah menurunkan Si-cap-it Sin-po kepadaku.”

Tan Loan Ki berdiam sejenak, matanya kini memandang penuh selidik. Hemm, pikirnya, wajah bocah ini tidak buruk. Malah tampan, biarpun sederhana dan kelihatan bodoh. Akan tetapi tidak muda lagi!

“Yo Wan, berapa usiamu sekarang?”

Yo Wan kaget. Pertanyaan yang sama sekali tidak disangka-sangkanya. Sungguh sukar mengikuti jalan pikiran nyonya ini yang berubah-ubah seperti angin laut! Setengah terpaksa dia menjawab,

“Kalau tidak salah, tahun ini aku berusia dua puluh delapan tahun, Twanio.”

“Berapa orang anakmu?”

“Heh …… ??? Anak ……. ??”.

“Ya, berapa orang anakmu. Berapa laki-laki dan berapa perempuan?”

Wajah Yo Wan menjadi merah sekali. Sinting! Mau dibawa kemana dia dengan pertanyaan-pertanyaan macam ini?

“Twanio, aku….. aku tidak punya anak…..”

Terdengar suara cekikikan tertawa. Yosiko yang tertawa ini dan ia berkata lantang,
“Ah, Ibu, dia adalah Jaka Lola!”

“Apa? Jaka Lola?”

“Ya, dia tidak berayah ibu lagi, tidak bersanak kadang, tentu saja tidak punya anak atau isteri. Dia masih jaka!”

Nyonya itu mencebirkan bibirnya mengejek.
“Biasa! Biarpun anaknya sedang penuh, di luaran laki-laki selalu mengaku jejaka! Usia dua puluh delapan tahun belum kawin? Bohong! Sekali berhadapan dengan perawan cantik, laki-laki lupa isteri lupa anak.”

Muka Yo Wan makin merah.
“Twanio! Aku bukanlah laki-laki macam itu. Aku betul-betul belum pernah menikah dan sama sekali tidak punya anak.”

“Bagus!! Kalau begitu, biar agak tua, aku terima kau menjadi suami Yosiko!”

Hampir saja Yo Wan mengemplang mulut sendiri dan dia hanya bengong memandang Yosiko yang lari dan menubruk ibunya, merangkul leher dan menciumi kedua pipi ibunya. Menyaksikan adegan macam ini, terharu juga Yo Wan dan diam-diam dia merasa menyesal sekali mengapa dia terpaksa tak mungkin memenuhi maksud hati ibu dan anak ini. Kalau saja disana tidak ada Cui Sian agaknya….. agaknya….. hemmm!

“Maaf, Twanio…..” katanya dengan suara gemetar. “Maaf, terpaksa sekali aku tidak dapat memenuhi kehendak Twanio yang suci ini. Betapapun juga, aku merasa amat berterima kasih dan biarpun aku tidak mungkin dapat menjadi suami Yosiko, biar dia kuanggap sebagai adikku…..”

“Apa kau bilang?!” Tan Loan Ki berseru dan mendorong anaknya. Sepasang matanya berkilat.

“Kau….. kau menolak menjadi suami Yosiko?”






“Bukan aku menolak, Twanio, melainkan….. menyesal sekali, aku….. aku tidak dapat memenuhi kehendakmu, aku…., tak mungkin menjadi suaminya…..”

“Keparat, kalau begitu kau harus mampus!'”

Sambil memekik nyaring nyonya itu menerjang Yo Wan dengan pedangnya dengan tusukan maut yang dilakukan penuh kemarahan.

Yo Wan cepat menghindar. Dari gerakan ini tahulah dia sekarang bahwa kali ini lawannya tidak main-main lagi, melainkan menyerang dengan penuh nafsu hendak membunuh. Ngeri juga hatinya. Kepandaian wanita ihi sudah hebat, apalagi dalam keadaan marah. Sama sekali dia tidak boleh memandang ringan, dan tidak boleh membuang waktu, karena kalau dia terlena sedikit saja pasti akan tewas.

“Maaf, Twanio…..!” katanya berkelebat cepat.

Tan Loan Ki berseru kaget karena kehilangan lawannya. Ketika ia membabatkan pedangnya ke belakangnya dimana ia mendengar angin gerakan lawan, tiba-tiba ia merasa tangan kanannya lumpuh dan pedangnya mencelat sampai lima meter lebih jauhnya. Cepat ia membalik dan dilihatnya Yo Wan berdiri sambil menjura dan berkata,

“Maaf, Twanio, bukan maksudku hendak pamer”.

Tan Loan Ki mendengus. Ia makin kagum dan diam-diam ia kini mengharapkan sekali mendapatkan mantu seperti ini.

”Uhhh, kau…..biar kucari Kwa Kun Hong. Biar dia yang mengadili dan dia yang memaksamu. Kalau tidak, kutantang Kun Hong!”

Sambil berkata demikian, nyonya itu lari, menyambar pedangnya dan dengan loncatan-loncatan jauh menghilang dari situ.

Yo Wan menghela napas panjang. la mendengar isak tangis. Ketika dia menengok, dilihatnya Yosiko berdiri sambil memandangnya dengan air mata bercucuran membasahi kedua pipinya.

“Maafkan aku, Yosiko. Aku….. kau tahu sendiri….. aku mencinta gadis lain. Ah, mengapa kita tidak menceritakan hal itu kepada ibumu tadi…..”

Dengan terisak-isak Yosiko berkata,
“Aku akan mencari Tan Cui Sian dan membunuhnya!”

Maka larilah gadis ini, lenyap ke dalam semak-semak di hutan itu, meninggalkan Yo Wan yang berdiri bengong dan menggeleng-geleng kepala berkali-kali dengan hati bingung. Akhirnya dia melangkah pergi dari situ dengan maksud mencari Tan Hwat Ki.

Kiranya di dunia ini tidak ada rasa sakit hati yang lebih hebat bagi seorang wanita daripada rasa sakit hati karena ditolak oleh seorang pria! Dan kiranya tidak ada rasa sakit yang lebih parah dan sengsara daripada rasa sakit dirundung asmara!

Sudah tentu saja bagi yang sudah mengerti, perasaan sengsara ini adalah dibuat-buat sendiri, perasaan sakit hati dan hancur merana yang tanpa disadarinya sengaja ia timpakan kepada dirinya sendiri. Perasaan sengsara yang bersumber kepada rasa kasihan kepada diri pribadi (self pity) yang merupakan cabang terdekat daripada rasa mementingkan diri pribadi (egoism).

Namun bagi Yosiko yang tidak memiliki self-pity dan egoism yang terlalu besar, sakit hatinya tidak membuat ia berduka, melainkan membuat ia marah dan penasaran. la tetap tidak mau menerima kenyataan bahwa Yo Wan menolak dia karena mencinta Tan Cui Sian. la marah kepada Cui Sian dan ingin membunuhnya karena ia menganggap Cui Sian telah merampas calon suaminya. lapun penasaran dan ingin memaksa supaya Yo Wan tetap menjadi jodohnya.

Perasaan ini memang tidak wajar bagi seorang gadis, akan tetapi Yosiko adalah seorang gadis yang lain daripada yang lain. la dibesarkan dalam asuhan ibunya yang keras hati dan yang selama ini hidup di alam bebas yang liar, di tengah-tengah para bajak laut, setiap hari menyaksikan pertempuran-pertempuran dan peristiwa yang kejam dan mengerikan. Hal inilah yang mempengaruhi dirinya karena sesungguhnyalah kalau dikatakan orang bahwa keadaan sekeliling inilah yang membentuk watak.

Yosiko menyusup-nyusup di dalam hutan di sepanjang Sungai Kuning yang amat luas. Tiba-tiba ia menyelinap ke dalam semak-semak. Dilihatnya beberapa orang anggauta tentara kerajaan berkelompok dan menjaga disitu.

Dengan hati-hati dan cepat Yosiko mengambil jalan lain menjauhi mereka. la tidak takut terhadap mereka, akan tetapi karena ia maklum bahwa orang-orang ini dipimpin oleh putera Bun-goanswe yaog lihai, dibantu pula oleh Tan Hwat Ki dan sumoinya, maka ia tidak berani sembarangan turun tangan. Kini tujuan perjalanannya lain lagi, bukan sebagai ketua Kipas Hitam lagi, melainkan sebagai seorang gadis yang mencari saingannya!

Akan tetapi ketika ia menyusup-nyusup mengambil jalan ke timur, kembali ia melihat kelompok lain yang sudah menjaga disitu. Bahkan disini terdapat sebuah tenda dan samar-samar ia melihat Tan Hwat Ki dan orang-orang lain berada di dalam tenda! Cepat la memutar lagi dan diam-diam ia merasa khawatir. Tahulah ia sekarang bahwa gua yang menjadi tempat persembunyiannya itu, yang sudah diketahui oleh Tan Hwat Ki, kini telah dikurung dari segala penjuru. Apakah kehendak mereka? Hendak menangkapnya? Yosiko mengulum senyum mengejek.

Jangan kira mudah menangkap ketua Kipas Hitam! Kalau saja ia tidak sedang mencari Tan Cui Sian, agaknya ia akan menggunakan akal dan membasmi mereka. Setidaknya ia tentu akan berhasil membunuh beberapa puluh orang diantara mereka! Akan tetapi ia tidak ada waktu dan terutama sekali tidak ada nafsu untuk “main-main” dengan nyawa mereka.

Yosiko memasuki sebuah hutan bambu yang dahulu menjadi tempat tinggal kakeknya, yaitu Pek-tiok-lim, kemudian dari tengah-tengah rumpun bambu ia menggulingkan sebuah batu hitam yang menyembunyikan sebuah lubang. Orang lain tentu tidak akan menduga bahwa di bawah batu ini ada lubangnya. Andaikata ada orang lain mendapatkan lubang ini, tentu ia menyangka bahwa lubang itu adalah lubang ular atau binatang lain yang berbahaya sehingga tak mungkin orang berani masuk.

Akan tetapi Yosiko segera memasuki lubang ini, menutupnya dari dalam. Lubang ini bukanlah lubang ular atau lubang binatang lain, melainkan sebuah lubang yang menuju kepada terowongan kecil di bawah tanah. Yosiko merayap di dalam gelap sampai beberapa menit lamanya.

Ketika ia keluar, ia telah berada jauh di luar hutan, keluarnya dari sebuah gua diantara batu-batu karang dimana terdapat banyak gua kecil. Juga gua ini mempunyai sebuah pintu rahasia, maka tidak pernah ada orang dapat memasukinya, mengiranya sebuah gua buntu.

Yosiko tersenyum karena ia telah keluar daripada kepungan. Ia percaya bahwa ibunya tadi agaknya juga mengambil jalan ini dan dugaannya ini memang tidak keliru.

Yosiko berpikir sejenak. Tan Cui Sian tadi mengintai ke gua. Tentu gadis saingannya ini tidak berada jauh. Mungkin berada bersama Tan Hwat Ki dan kawan-kawannya.. la harus dapat mencari kesempatan untuk berjumpa berdua dengan Cui Sian dan menantangnya berkelahi mati-matian memperebutkan Yo Wan!

Perutnya terasa lapar sekali. la harus mencari makanan. Celakanya, hutan yang mengandung buah-buahan dan binatang-binatang yang dapat dijadikan makanan adalah hutan yang terkepung perajurit-perajurit kerajaan tadi. Dan satu-satunya cara mendapatkan makanan hanya pergi ke dusun-dusun untuk membeli dari warung-warung nasi.

Akan tetapi ia harus mencari dusun yang agak jauh, siapa tahu disitu terdapat mata-mata atau penjaga-penjaga yang tentu akan mengepung dan mengejarnya, mengacaukan urusannya sendiri.

Berjalanlah Yosiko menuju ke sebuah dusun yang agak jauh. Akan tetapi di tengah perjalanan, tiba-tiba ia menyelinap dan bersembunyi ketika ia melihat dua orang mendatangi dengan langkah perlahan. la tertarik sekali ketika melihat betapa mereka adalah seorang pemuda dan seorang gadis cantik. Mula-mula ia kaget dan mengira bahwa mereka adalah Tan Hwat Ki dan sumoinya, akan tetapi setelah mereka datang dekat, terriyata mereka adalah dua orang yang sama sekali tidak dikenalnya.

Gadis itu cantik sekali, juga gagah dan membayangkan bahwa gadis itu bukanlah gadis sembarangan. Akan tetapi pada saat itu, gadis itu wajahnya pucat, kedua pipinya basah air mata, rambutnya kusut dan matanya merah. Adapun yang seorang lagi, adalah pemuda yang memiliki wajah tampan bukan main. Belum pernah Yosiko melihat seorang pemuda setampan itu, dengan sikap yang gagah pula, sepasang mata bersinar-sinar seperti bintang. Sayang sekali, pemuda itu buntung lengan kirinya, sebatas siku! Mereka berjalan perlahan dan bercakap-cakap, keduanya memperlihatkan kesedihan dan kemuraman.

Siapakah mereka ini? Demikian pikir Yosiko dengan heran. la tertarik sekali karena dua orang ini jelas membayangkan orang-orang yang memiliki kepandaian, bukan orang-orang biasa. Apakah mereka ini juga merupakan anggauta rombongan orang gagah yang hendak membasmi bajak laut di sekitar Lautan Po-hai? Akan tetapi mengapa mereka berdua jalan disini dan kelihatan sedih sekali? Bahkan terang bahwa si gadis itu bekas menangis, matanya merah, pipinya masih basah dan hidungnya merah.

Yosiko tidak mengenal mereka, akan tetapi pembaca tentu mengenal mereka. Mereka itu bukan lain adalah Kwa Swan Bu dan The Siu Bi! Sudah lama sekali kita meninggalkan mereka. Seperti telah dituturkan di bagian depan, Swan Bu yang masih menderita itu bersama Siu Bi melarikan diri setelah Siu Bi berhasil membunuh Ouwyang Lam dan kemudian mereka ditolong oleh The Sun yang mengorbankan nyawa untuk anak tirinya di tangan Ang-hwa Nio-nio.






No comments:

Post a Comment