Ads

Friday, March 8, 2019

Jaka Lola Jilid 104

Si wanita setengah tua melompat mundur, lalu mendengus marah,
“Hemmm, biarkan dia sembuh dan beri dia senjata. Dia harus bisa kalahkah aku, baru hatiku puas!”

Setelah berkata demikian, wanita itu berkelebat dan melompat keluar dari dalam gua itu. Gadis itu menarik napas panjang dan melemparkan pedangnya keatas meja.

Yo Wan sudah bangkit kembali dan dengan hati penuh kemarahan dia melompat maju, lalu menangkap tangan kanan gadis itu.

“Apa artinya semua ini? Siapa wanita itu tadi? Hayo kau lekas mengaku semuanya dan apa maksudmu menahan dan pura-pura menolongku disini! Lekas kau mengaku, kalau tidak…..!”

Gadis itu tersenyum. Bukan main cantiknya wajah di depan Yo Wan itu. Matanya terbuka, terbelalak lebar seperti orang kaget dan heran, mulutnya agak terbuka, dan dari balik sepasang bibirnya yang merah basah dan mungil itu terdengar suara seperti orang menahan tawa. la sama sekali tidak melawan ketika tangannya dipegang, bahkan dia merapatkan tubuhnya.

“Yo Wan, kau hebat! Dengan tangan kosong kau…..”

“Cukup! Tak perlu melanjutkan permainan sandiwara ini. Hayo katakan semua, kalau tidak…..!”

“Ihhh…… dua kali kau bilang kalau tidak! Kalau tidak….. kau mau apa sih?”

“Hemmm, biarpun kau sudah menolongku, mungkin pertolongan palsu, kalau kau tidak mau berterus terang, aku….. aku akan mematahkan tanganmu ini!”

Mulut Yo Wan berkata demikian, namun hatinya meragu apakah dia akan tega merusak tangan yang berkulit halus dan hangat itu, apakah dia akan sanggup menyakiti gadis yang sejak bertemu telah menolong dan merawatnya ini.

Gadis itu makin merapatkan tubuhnya sarnpai mukanya hampir menempel di dada Yo Wan.

“Kau….. betul-betul hendak mematahkan tanganku?”

“Kalau kau tidak berterus terang!”

“Wah, kau benar-benar amat tega…..”

Pada saat itu, keduanya hampir berbareng merenggutkan tubuh masing-masing, melangkah mundur, bahkan si gadis cepat menyambar pedangnya dan melompat kearah pintu gua itu. Tampak berkelebat bayangan orang yang amat gesit diluar gua itu. Akan tetapi ketika si gadis mengejar, bayangan itu telah lenyap. Dengan muka berkerut gadis itu kembali ke dalam gua.

“Siapa?” tanya Yo Wan.

Gadis itu menggelengkan kepalanya.
“Agaknya yang akan berani mengintai kesini tentu hanya ibu seorang, akan tetapi kalau ibu tak mungkin melakukan perbuatan seperti pencuri begitu.”

Yo Wan menarik napas panjang.
“Nona, kuharap kau tidak mempermainkan aku dan sukalah kau bercerita terus terang. Bukankah kau ini yang menyamar sebagai pria yang menjadi ketua Kipas Hitam dan bernama Yosiko?”

Gadis itu melemparkan pedangnya diatas meja kayu, menghela napas dan menggandeng tangan Yo Wan, diajak duduk diatas pembaringan kayu yang kasar.

“Duduklah dan dengarkan ceritaku.”

Yo Wan tidak membantah karena sesungguhnya perlawanannya terhadap wanita setengah tua yang lihai tadi membuat tubuhnya lelah dan gemetar. Pula, dia memang ingin sekali mendengar penuturan gadis yang aneh ini, gadis yang membuat hatinya bingung karena biarpun gadis ini seorang bajak, namun gerak-geriknya tidak patut menjadi bajak laut yang kejam dan ganas, lagi pula ilmu kepandaiannya lihai dan mengenal langkah-langkah Kim-tiauw-kun!

“Tiada guna menipu orang yang berpemandangan tajam seperti kau,” Gadis itu mulai bicara. “Aku memang Yosiko atau Yo-kongcu kalau berpakaian pria, juga ketua dari Kipas Hitam.”

la berhenti untuk melihat reaksi pada wajah Yo Wan. Akan tetapi oleh karena pemuda ini sudah menduga akan hal itu, maka wajahnya tidak membayangkan sesuatu, tetap tenang saja.

“Hemmm, kalau begitu kita masih satu she (nama keturunan),” komentar Yo Wan, keningnya berkerut karena sungguh tak sedap hatinya mendapat kenyataan bahwa dia mempunyai seorang kerabat yang kepala bajak!






Akan tetapi Yosiko tertawa. Tidak ada keindahan pada wajah manusia melebihi diwaktu ia tertawa. Seorang yang buruk rupa sekalipun akan tampak menyenangkan kalau sedang tertawa. Apalagi tawa seorang gadis jelita seperti Yosiko!

“Namaku memang Yosiko akan tetapi sama sekali bukan she Yo! Yosiko adalah nama Jepang, ayahku seorang Jepang, seorang tokoh besar pendekar samurai yang dijuluki orang Samurai Merah!” Agaknya Yosiko bangga sekali ketika menyebut ayahnya. “Ibuku yang tadi datang menggempurmu adalah seorang pendekar wanita. Dahulu berjuluk Bi-yan-cu (Walet Cantik) Tan Loan Ki. Kepandaiannya hebat, bukan?”

Akan tetapi Yo Wan amat terkejut ketika mendengar nama-nama ini karena dia pernah mendengar dari suhunya bahwa Raja Pedang mempunyai seorang keponakan perempuan yang menikah dengan seorang pendekar Jepang. Kiranya wanita setengah tua yang tadi menyerangnya adalah keponakan Raja Pedang. Pantas saja wanita itu dan gadisnya ini mengerti akan ilmu pedang indah seperti yang dimiliki Cui Sian! Akan tetapi dia masihi belum percaya begitu saja oleh karena dia merasa ragu-ragu mengapa keponakan Raja Pedang sampai menjadi bajak laut!

“Hemmm, kiranya baik ayah maupun ibumu keduanya adalah pendekar-pendekar besar! Sayang anaknya menjadi kepala bajak!”

Bibir yang merah itu merengut.
“Apa salahnya menjadi bajak? Kami menjadi bajak secara terang-terangan, kami menuntut pajak bagi lalu lintas laut, minta bagian dari saudagar yang banyak untungnya, apa salahnya? Mana lebih jahat daripada menjadi pembesar-pembesar yang memeras rakyat melebihi bajak? Apalagi aku menjadi kepala Kipas Hitarri karena terpaksa, karena kami harus menuntut balas dan melanjutkan pekerjaan mendiang ayahku.”

“Hemmm, jadi ayahmu sudah meninggal dunia dan dahulunya juga bajak laut? Ibumu juga?” tanya Yo Wan yang kini menjadi terheran-heran sekali.

Bagaimana keponakan Raja Pedang bisa menikah dengan seorang kepala bajak? (Tentang Tan Loan Ki dan Samurai Merah, baca cerita Pendekar Buta).

Ditanya demikian, wajah gadis itu menyuram, suaranya juga terdengar sedih, dan sebelum menjawab ia menarik napas panjang.

“Ayahku dahulunya bukan bajak. Sudah kukatakan, ayah seorang pendekar samurai, karena tidak sudi diperbudak oleh kaum ningkrat, ayah merantau ke Tiongkok dan disana bertemu dengan ibuku, pendekar wanita Bi-yan-cu Tan Loan Ki. Mereka saling mencinta dan akhirnya ibu ikut dengan ayah ke Jepang. Akan tetapi, di negara ayah ini, ayah menerima penghinaan dan ejekan dari para samurai lain karena telah mengawini ibu, bukan gadis bangsa sendiri. Terjadi pertengkaran dan perkelahian. Karena dikeroyok, akhirnya ayah lari dan menjadi bajak laut antara lautan Jepang dan Tiongkok. Akan tetapi, baru tiga tahun yang lalu karena keroyokan pendekar Jepang dan Tiongkok, ayah tewas. Aku melanjutkan pekerjaannya, memimpin Kipas Hitam dibantu ibu!”

Yo Wan mengangguk-angguk dan mulai teranglah sekarang baginya mengapa keponakan Raja Pedang menikah dengan seorang bajak laut. Hanya dia masih merasa heran bagaimana ibu dan anak ini dapat mainkan langkah-langkah ajaib dari Kim-tiauw-kun, padahal Raja Pedang sendiri tidak mengerti, akan ilmu ini. Yang mengerti hanyalah suhunya, Pendekar Buta, dan tentu saja Tan Sin Lee, ketua dari Lu-liang-pai.

“Hemmm, kiranya begitukah? Tetapi, Nona…..”

“Namaku Yosiko, tak perlu kau tambahi nona segala, biasanya aku malah disebut kongcu (tuan muda)…..” potong Yosiko sambil tersenyum.

Hemmm, gadis ini lincah jenaka dan galak, persis seperti sifat-sifat Siu Bi gadis Go-bi-san itu.

“Baiklah, kusebut kau Yosiko. Setelah kau menjadi ketua bajak laut dan kau telah tahu pula bahwa muda-mudi itu adalah putera dan murid Lu-liang-pai, kenapa kau memusuhi mereka?”

“Mereka adalah komplotan alat pemerintah, mereka agaknya mata-mata yang menyelidiki keadaan kami, dan mereka telah membunuh beberapa orangku! Tadinya aku masih mengampuni mereka! Hemmm, kalau aku tahu bahwa mereka itu berkomplot dengan tentara pemerintah, tentu kemarin sudah kubunuh mereka!”

“Kau menaruh murah hati ataukah….. karena tertarik kepada Tan Hwat Ki yang gagah perkasa dan tampan? Tahukah kau bahwa Tan Hwat Ki adalah cucu pendekar sakti Raja Pedang Tan Beng San lo-kiam-ong (raja pedang tua) ketua Thai-san-pai? Bukankah dia itu masih saudara misanmu sendiri? Bagaimana kau hendak membunuhnya?”

Yosiko terkejut dan heran.
“Wah-wah, kau agaknya mengetahui banyak hal tentang diriku! Yo Wan, kau duduklah, mari kita bicara. Agaknya terhadap orang yang sudah tahu akan segala hal ini, tak perlu lagi aku menyimpan rahasia. Kau duduklah dan dengar penjelasanku.”

Karena memang kesehatannya belum pulih benar, Yo Wan yang ingin sekali mengetahui keadaan gadis ini dan ingin tahu pula latar belakang mengapa dia dirawat setelah dilukai dan mengapa pula ibu gadis ini menyerangnya mati-matian tadi, dia tidak membantah dan duduklah dia diatas pembaringan kayu. Gadis itu sendiri lalu duduk diatas sebuah bangku yang berdekatan. Sambil membetulkan dan memainkan kuncir rambutnya, Yosiko berkata,

“Aku tidak tahu bagaimana kau bisa mengetahui bahwa aku adalah saudara misan dengan Tan Hwat Ki! Sesungguhnya, Raja Pedang Tan Beng San yang kau sohorkan itu adalah paman ibuku. Akan tetapi kami tidak peduli akan dia, karena dia bukanlah paman yang baik dari ibu!”

Yo Wan pernah mendengar pula akan hal ini. Kakak dari Raja Pedang Tan Beng San bernama Tan Beng Kui dan ibu dari Yosiko ini yang bernama Tan Loan Ki adalah puteri Tan Beng Kui itulah. la mendengar bahwa memang ada pertentangan antara kedua orang saudara itu, akan tetapi suhunya, Pendekar Buta, tidak pernah menceritakan dengan jelas (baca kisah Raja Pedang dan Rajawali Emas).

“Apakah karena pertentangan antara kakekmu dan Raja Pedang itu maka kau hendak membunuh cucu Raja Pedang? Akan tetapi kau….. tadinya kau kagum kepada Hwat Ki, bahkan kau berkata hendak menjodohkannya dengan….. adikmu yang ternyata adalah kau sendiri!”

Gadis lain yang ditegur seperti ini, yang sekaligus membuka rahasia hatinya, tentu akan menjadi malu dan marah. Akan tetapi Yosiko tersenyum dan mengangguk-angguk!

“Betul, begitulah! Akan tetapi setelah kau muncul, aku tidak kagum lagi kepada Tan Hwat Ki, bahkan setelah tahu dia berkomplot dengan bala tentara pemerintah yang membasmi kami, aku benci kepadanya.”

Kini Yo Wan yang terheran-heran mendengar ucapan yang begini terus terang dari seorang gadis remaja.

“Yosiko, benar-benar kau tidak mengerti bagaimana seorang gadis sepandai engkau, memilih-milih pria seperti ini…..??”

Kembali Yosiko tersenyum seakan-akan pertanyaan yang bagi gadis lain tentu akan merupakan pisau yang menusuk perasaan ini baginya hanya merupakan pertanyaan yang wajar dan biasa.

“Mengapa tidak? Yo Wan, semenjak aku masih kecil, ibu dan aku bercita-cita agar aku mendapatkan jodoh seorang pria yang jauh lebih lihai daripada aku. Hal ini adalah karena aku dan ibu tidak ingin melihat kematian seperti ayah terulang kembali. Ayah meninggal karena kurang pandai ilmunya, dan aku memang tidak sudi diperisteri laki-laki yang lemah, yang tak dapat menangkan aku. Akan tetapi selama beberapa tahun ini, diantara bajak laut aku hanya melihat laki-laki yang tidak becus, paling hebat hanya macam Shatoku murid ayah yang tewas oleh Tan Hwat Ki kemarin. Sedangkan di darat, akupun belum pernah bertemu laki-laki yang mampu mengalahkan aku. Itulah sebabnya mengapa pertemuanku dengan Tan Hwat Ki menarik hatiku. Dia lebih lihai daripada aku, biarpun hanya sedikit selisihnya. Tentu saja pada saat itu hatiku tertarik dan tadinya aku hendak mencalonkan dia sebagai jodohku. Akan tetapi, kemudian muncul kau yang dalam beberapa gebrakan saja mengalahkan aku. Terang bahwa tingkat kepandaianmu jauh melampaui Tan Hwat Ki, karena itu….. karena itu…..”

Tentu saja Yo Wan maklum akan apa yang dimaksudkan oleh gadis itu. Akan tetapi hal ini membuatnya menjadi mendongkol sekali. Boleh jadi Yosiko seorang gadis yang Cantik jelita, yang sukar dicari bandingannya baik dalam hal kecantikan maupun kepandaian. Akan tetapi dia bukanlah laki-laki yang boleh dipilih jodoh lalu jadi begitu saja! Kemendongkolan hatinya membuat dia tega untuk mendesak Yosiko yang mulai merasa jengah dan malu karena betapapun juga ia adalah seorang gadis.






No comments:

Post a Comment