Ads

Friday, March 8, 2019

Jaka Lola Jilid 103

Sementara itu, Yo Wan sadar dari pingsannya. Tubuhnya terasa enak dan nyaman, akan tetapi lemas sekali. Cepat dia ingat akan segala peristiwa yang menimpa dirinya, maka segera dibukanya matanya. Heran dia ketika mendapatkan dirinya rebah diatas pembaringan yang terbuat daripada kayu kasar sederhana, dan berada di dalam sebuah gua yang gelap. akan tetapi harus dia akui bahwa gua ini bersih sekali, kering dan dari luar masuk bau semerbak harum dibawa oleh siliran angin.

Ketika dia melihat tubuhnya, dia merasa heran sekali karena bajunya sudah terganti dengan baju baru yang berwarna putih, terbuat daripada sutera. Baju ini bersih dan baru jauh bedanya dengan bajunya sendiri yang sudah agak kumal. Juga sepatunya yang lenyap ketika dia bergumul dengan Yo-siko di dalam laut, kini telah mendapat pengganti berupa sepatu baru yang mengkilap.

Yo Wan terheran-heran. Tentu gadis adik Yosiko itu yang memberi semua ini, karena dia sudah teringat akan peristiwa diatas perahu. Tiba-tiba wajahnya menjadi merah sekali. Tak mungkin! Siapa yang menggantikan pakaiannya selagi dia pingsan? Apakah gadis jelita itu?

Teringat akan ini, Yo Wan melompat bangun, jantungnya berdebar-debar. la mengeluh karena merasa jantung dan isi dadanya seakan-akan ditusuk-tusuk pisau. Tiba-tiba dia terbatuk dan darah segar menyembur keluar dari mulutnya.

Terdengar suara kaki berlari-lari ringan memasuki gua. Gadis jelita itu masuk, bagaikan dewi. Akan tetapi yang sedang cemas, matanya yang indah terbelalak, kedua tangannya berkembang, dan mulutnya yang kecil berseru kaget,

“Ah, kau sudah sadar…… jangan berdiri, berbaringlah dulu. Yo Wan, kau terluka parah…..!”

Hanya dengan pengerahan tenaga dalamnya Yo Wan dapat menahan dorongan dari dalam untuk batuk dan muntah darah. la kaget bukan main dan tahulah dia bahwa dia betul-betul telah menderita luka yang hebat di sebelah dalam tubuhnya. Akan tetapi dia merasa malu kalau harus berbaring lagi, malu karena gadis ini sudah menggantikan pakaiannya. Sungguh tak tahu malu! Wajahnya menjadi merah sekali dan hampir dia tidak berani menentang pandang mata itu.

“Aku….. aku harus pergi…..”

Ia memaksa bibirnya berkata demikian, sungguhpun hatinya merasa tidak enak. Gadis itu sudah begitu baik kepadanya, agaknya sudah mengobati luka di pundaknya karena pundak itu tidak terasa sakit lagi.

Dengan tenang akan tetapi ramah dan bebas, gadis itu melangkah dekat, memegang tangan Yo Wan sambil menuntunnya setengah memaksa, duduk diatas pembaringan kayu. Yo Wan merasa halusnya kulit tangan, kehangatan yang keluar dari jari-jari tangan kecil itu menjalari seluruh tubuhnya, membuat dia menjadi makin bingung dan memaksanya untuk tidak membantah.

“Yo Wan, ketahuilah. Biarpun luka di pundakmu sudah tidak berbahaya lagi, akan tetapi agaknya anak panah itu terlalu dalam menghunjam di tubuhmu, mungkin melukai bagian penting dalam dadamu. Tadi kau muntahkan banyak darah, sudah kubersihkan, terpaksa kuganti pakaianmu dengan pakaian bersih. Tapi sekarang kau batuk-batuk lagi. Kau berbaringlah! Aku bukan ahli pengobatan, akan tetapi aku maklum bahwa dalam keadaan seperti ini, tak baik kau mengerahkan tenaga dan menggerakkan tubuh. Lebih baik kau berbaring, biar kuberi minuman yang mengandung khasiat menguatkan tubuh, kemudian akan mencari seorang tabib yang pandai untuk mengobatimu.”

Mendengar ucapan ini, diam-diam Yo Wan kaget dan bingung. Omongan gadis ini sama sekali tidak mengandung maksud buruk, bahkan amat baik dan membuat dia berhutang budi.

“Kenapa….. kenapa kau melakukan hal ini kepadaku?” tanyanya, suara lemah, akan tetapi karena maklum akan kebenaran kata-kata gadis itu, dia tidak membantah lagi dan membaringkan tubuhnya.

Gadis itu memandang kepadanya, agaknya terheran mengapa Yo Wan masih bertanya macam itu. Akan tetapi ketika pandang mata mereka bertemu, tiba-tiba warna merah menjalar kearah kedua pipi sampai ke telinga, dan….. aneh sekali, gadis itu menundukkan muka sambil menyembunyikan senyum dikulum.

Apa-apaan ini, pikir Yo Wan, namun jantungnya berdebar lagi sehingga dia harus cepat-cepat mengerahkan sinkang untuk menekan perasaannya yang berdebar dan yang akan menjadi bahaya bagi keselamatannya.

“Yo Wan, kau telah mengalahkan ketua Kipas Hitam, ingat? Kepandaian kakakku itu bukan apa-apa bagimu, kau jauh lebih lihai, sepuluh kali lipat lebih lihai daripada kakakku. Karena itu, sudah sewajarnya dan seharusnya kalau aku merawatmu.”






Yo Wan meramkan mata, mengingat-ingat. Teringat dia akan ucapan Yosiko ketika hendak bertanding menghadapi Hwat Ki. Yosiko menyatakan bahwa adik perempuannya menghendaki jodoh yang dapat mengalahkan Yosiko! Dan kini, adik Yosiko ini agaknya kagum akan kepandaiannya. Celaka! Hampir Yo Wan melompat bangun, kalau saja tidak merasa betapa dadanya yang sebelah kiri sakit. Ini hanya berarti bahwa gadis liar dan bebas ini….. telah memilihnya sebagai calon jodoh!

Ah, gerak-gerik gadis ini! Sepasang mata dan senyum itu! Salahkah dugaannya bahwa Yosiko ketua Kipas Hitam adalah penyamaran gadis ini? Akan tetapi mengapa gadis ini mengaku sebagai adik ketua Kipas Hitam? Andaikata betul gadis ini adiknya, dapat dipastikan bahwa mereka tentulah saudara kembar, karena serupa benar wajah dan gerak-geriknya. Hanya pakaian saja yang berbeda!

Sambil berbaring diatas dipan kayu itu. Yo Wan mengingat-ingat. Hatinya girang kalau dia teringat akan muda-mudi dari Lu-liang-san itu, terutama melihat betapa Tan Hwat Ki, cucu Raja Pedang, ternyata adalah seorang pemuda yang gagah perkasa, patut menjadi cucu Raja Pedang, patut menjadi keponakan….. Cui Sian! Berpikir sampai disini, mendadak saja semua lamunannya lenyap, yang tampak dan teringat hanya gadis puteri Raja Pedang itu, Cui Sian!

“Mengapa? Sakit sekalikah rasanya? Kau mengasolah, biar besok aku pergi mengundang seorang tabib yang pandai.”

Yo Wan tidak menjawab, hanya mengangguk, akan tetapi keningnya berkerut. la telah dirawat oleh keluarga bajak laut yang mengganas di pesisir Laut Po-hai! la berada di tangan orang jahat, akan tetapi “orang jahat” itu justeru merawat lukanya yang menjadi akibat serangan anak panah seorang anggauta pasukan pemerintah!

Gadis ini mencurigakan sekali. Apa alasannya merawat dia yang terang-terang memusuhi ketua Kipas Hitam? Tak mungkin! Gadis ini amat cantik jelita, dan kalau benar adik ketua Kipas Hitam, berarti seorang yang memiliki kedudukan, biarpun hanya menjadi ketua Hek-san-pang. Mana mungkin seorang gadis jelita seperti ini mencintainya! Lalu apa kehendaknya? Merawat seorang musuh. Tentu ada apa-apa yang tersembunyi di balik perawatan ini.

Mendadak dia merasa amat mengantuk. Rasa kantuk yang tak tertahankan. Ingat dia akan obat yang diminumnya tadi, yang diminumkan oleh gadis itu. Kecurigaannya makin menebal. Jangan-jangan dia diberi minum obat bius. ia ingin melompat, ingin menangkap gadis itu dan memaksanya membuat pengakuan, akan tetapi rasa kantuknya tak dapat dia tahan lagi dan dilain saat Yo Wan sudah jatuh pulas.

Suara orang bercakap-cakap dengan bisikan-bisikan lirih membuat dia sadar dari tidurnya. Akan tetapi Yo Wan tidak segera membuka mata, melainkan memperhatikan percakapan itu dengan heran. Ada dua orang bicara, seorang adalah gadis yang merawatnya, yang seorang lagi tentu seorang wanita pula, suaranya merdu dan tekanan kata-katanya tegas.

“la kelihatan lemah, aku tidak percaya…..” kata suara kedua.

“Pernahkah aku membohong?” kata suara si gadis, manja dan marah. “la hebat kau sendiri takkan mampu menang…..”

“Hemmm, sebelum mencoba, mana aku bisa percaya obrolanmu?”

Yo Wan membuka sedikit pelupuk matanya. Dari balik bulu matanya dia melihat pakaian-pakaian tergantung di atas, agaknya pakaian-pakaian yang baru habis dicuci. Kelihatan olehnya pakaiannya sendiri, dan pakaian sutera putih, pakaian Yosiko! Ah, lagi-lagi pakaian ketua Kipas Hitam, kalau pakaiannya berada disini, bahkan bisa memberi pinjam pakaian kepadanya, orangnya tentu disini pula. Dan siapa lagi kalau bukan gadis ini orangnya?

“Tampan sekali dia tidak, juga tidak muda lagi, sedikitnya enam tujuh tahun lebih tua dari padamu…… hemmm, aku khawatir kau salah pilih…..”

“Lihat, dia sadar…..”

“Biar kucoba dia!”

Yo Wan cepat menggunakan ginkangnya untuk membuang tubuhnya dari atas pembaringan ketika dia mendengar desir angin pukulan yang menggetar-getar. Angin pukulan itu tidak mengenai dirinya, menyambar pembaringan kayu, akan tetapi tidak menimbulkan kerusakan pada pembaringan itu, melainkan tikar yang menjadi tilam pembaringan seperti tertiup angin.

Diam-diam Yo Wan terkejut. Iweekang wanita itu hebat, akan tetapi jelas bahwa wanita itu tidak mengirim pukulan maut, mungkin inilah yang dimaksudkan dengan mencoba atau mengujinya! Cepat dia membalikkan tubuh dan memandang. Kiranya di samping gadis itu berdiri seorang wanita setengah tua yang cantik pula, sikapnya keren, sepasang matanya tajam membayangkan kekerasan hati, bentuk mukanya serupa benar dengan gadis itu, dan di punggung wanita setengah tua ini tersembul gagang sebuah pedang.

Yang amat berbeda dengan gadis itu adalah pakaiannya. Kalau gadis itu mengenakan pakaian serba putih dengan hiasan warna merah muda, adalah wanita setengah tua itu pakaiannya serba hitam.

Yo Wan hendak bertanya, namun dia tidak diberi kesempatan lagi karena wanita itu sudah menerjangnya dengan pedang di tangan. Serangan-serangannya hebat dan ganas sekali, namun amat indah seperti orang menari-nari. Menyaksikan ilmu pedang ini, jantung Yo Wan berdebar. Ilmu pedang hebat! Serupa benar dengan ilmu pedang yang pernah dilihatnya dalam permainan pedang Cui Sian. Indah seperti tarian, namun mengandung daya serang yang amat ganas! Dan gerakan kaki itu! Jelas adalah inti daripada Ilmu Langkah Hui-thian-jip-te, yang merupakan cabang daripada Ilmu Langkah Kim-tiauw-kun. Siapakah wanita ini?

Karena dia bertangan kosong, Yo Wan terpaksa mainkan langkah-langkah ajaib untuk menyelamatkan diri. Ruangan dalam gua itu remang-remang, hanya diterangi oleh sinar penerangan pelita sumbu minyak sederhana, maka untuk menyelamatkan diri tidak cukup mengandalkan penglihatan yang menjadi silau oleh berkelebatnya kilatan pedang.

Namun Yo Wan telah memiliki kepandaian yang tinggi, dengan perasaannya yang peka dan pendengarannya yang tajam dia dapat mengetahui dari mana senjata lawan menyambar dan bagaimana sifat-sifat penyerangan lawannya yang cukup lihai ini.

Berkali-kali wanita setengah tua itu mengeluarkan ucapan heran menyaksikan betapa Yo Wan selalu dapat menghindarkan serangannya, dari sikap heran menjadi penasaran, kemudian menjadi marah. Hal ini terbukti pada serangannya yang makin gencar dan sungguh-sungguh, bahkan kini setiap sambaran pedangnya merupakan jurus-jurus maut.

Yo Wan terkejut dan khawatir. la merasa betapa nyeri di dalam dadanya masih hebat, punggungnya terasa panas dan setiap gerakan yang membutuhkan pengerahan tenaga agak banyak, terasa darah segar naik ke kerongkongannya. la maklum bahwa untuk membalas serangan wanita galak ini, tidaklah mungkin tanpa membahayakan lukanya sendiri, maka terpaksa dia hanya dapat mengelak dan seratus prosen mengandalkan keampuhan langkah-langkah ajaib Si-cap-it Sin-po.

Masih untung bagi Yo Wan bahwa ruangan dalam gua itu cukup luas sehingga dengan leluasa dia dapat mainkan Si-cap-it Sin-po. Dan lebih untung lagi bahwa wanita setengah tua ini agaknya hanya paham Ilmu Langkah Hui-thian-jip-te yang tentu saja tidak seluas Si-cap-it Sin-po yang mempunyai ragam sebanyak empat puluh satu langkah, sedangkan Hui-thian-jip-te hanya mempunyai dua puluh empat langkah. Dengan demikian, maka sebegitu jauh Yo Wan selalu masih dapat meloloskan diri, sungguhpun kadang-kadang dia seperti telah terkurung dan hanya bisa lolos melalui lubang jarum!

Makin lama gerakan Yo Wan makin lemah karena rasa nyeri dalam dada dan di punggungnya makin menghebat. la telah mempertahankan diri sampai lebih dari lima puluh jurus, selalu diserang tanpa dapat membalas kembali.

“Cukup!” teriak si gadis dengan suara gelisah. “Dia dapat mempertahahkan diri sampai puluhan jurus, padahal dia terluka hebat di punggungnya, dan racun masih belum bersih betul! Bukankah itu luar biasa sekali? Mana ada orang lain sanggup menahan seranganmu sampai puluhan jurus dengan tangan kosong?”

Akan tetapi wanita setengah tua itu agaknya sudah terlanjur marah dan penasaran. la hanya mengeluarkan suara mendengus dengan hidungnya, pedangnya terus mendesak dan melancarkan serangan yang hebat. Pada saat itu, Yo Wan sudah merasa pening kepalanya, pandang matanya kabur dan ketika dia melangkah mundur, kakinya tertumbuk pembaringan dan dia terguling. Pedang di tangan wanita setengah tua itu menyambar kearah lehernya.

“Tranggggg…..!” Pedang itu tertangkis oleh pedang di tangan si gadis.

“Masa kau hendak berlaku curang terhadap dia?” Gadis itu memekik.






No comments:

Post a Comment