Ads

Thursday, February 28, 2019

Jaka Lola Jilid 069

Cui Sian merasa jantungnya tertusuk. Ah, tidak salah lagi, ada terselip sesuatu antara dua orang muda ini, pikirnya. Celaka, Siu Bi gadis liar dari Go-bi-san itu tidak hanya menimbulkan bencana karena kekejiannya, akan tetapi juga karena kecantikannya. Teringat ia akan Yo Wan, dan hatinya menjadi panas. la tahu bahwa Swan Bu dalam keadaan setengah sadar, akan tetapi saking panasnya hati, ia menjawab,

“Jangan pedulikan dia lagi, Swan Bu.”

Akan tetapi Swan Bu tentu saja tidak mendengar karena ia kembali mengigau perlahan, tubuhnya panas sekali.

“Sian-moi…..!”

Panggilan ini mengagetkan Cui Sian dan cepat ia melompat sambil membalikkan tubuhnya. Seketika wajahnya menjadi merah dan jantung di dadanya berdebar tidak karuan ketika matanya mendapat kenyataan bahwa ia tadi tidak keliru mengenal suara itu, suara Yo Wan!

Akan tetapi kegembiraan hatinya itu ternoda kekecewaan ketika dilihatnya kedatangan pemuda itu bersama seorang dara remaja yang cantik jelita.

“Yo-twako, kebetulan kau datang….” katanya halus.

Akan tetapi Yo Wan sudah melompat ke dekat Swan Bu, memandang dengan mata terbelalak.

“Dia ini….. bukankah dia sute Kwa Swan Bu?”

Cui Sian mengangguk dan Yo Wan sudah berlutut di dekat tubuh Swan Bu, memandang lengannya yang buntung. Adapun Lee Si begitu melihat lengan Swan Bu yang kiri buntung, hampir saja ia terguling pingsan. Matanya serasa kabur, kepalanya nanar, bumi yang dipijaknya serasa berputaran. Cepat ia menahan pekik yang hendak meluncur dari mulutnya sehingga hanya terdengar seperti orang mengeluh dan iapun berlutut di dekat Yo Wan.

“Oh…… ahhh…..” hanya inilah yang keluar dari mulutnya, sedangkan Yo Wan cepat memeriksa tubuh Swan Bu.

Seperti juga Cui Sian tadi, dia merasa lega bahwa Swan Bu tidak menderita luka lain yang berbahaya.

“Sian-moi, siapa yang membuntungi ?”

Ia menahan kata-katanya dan jantungnya serasa berhenti berdetak ketika Yo Wan teringat akan Siu Bi. Siapa lagi kalau bukan Siu Bi?

“Itulah orangnya!” kata Cui Sian menuding kearah Siu Bi yang rebah miring tak jauh dari situ.

Dua orang muda yang baru datang ini tadi tidak melihat Siu Bi dan sekarang mereka menoleh. Lee Si sudah meloncat sambil mengeluarkan seruan marah. Sedangkan Yo Wan hanya memandang dengan muka berubah agak pucat.

Dengan kemarahan meluap-luap Lee Si menyambar tubuh Siu Bi, dijambak rambutnya dan ditariknya berdiri.

“Plak-plak!”

Dua kali tangan kirinya menampar, dan tanda jari-jari merah menghias kedua pipi Siu Bi yang tersenyum-senyum mengejek.

“Hi-hi-hik, perempuan tak tahu malu. Berani kalau aku sudah tak berdaya. Hayo bebaskan totokan dan lawan aku secara orang gagah!”

Akan tetapi Lee Si tidak mempedulikan omongannya, malah ia menarik lepas rambut kepala Siu Bi dan menggantungkan Siu Bi pada cabang pohon, mengikatkan rambutnya yang panjang pada cabang pohon itu. Cabang itu rendah saja sehingga kedua kaki Siu Bi tergantung hanya belasan senti meter dari tanah.

“Siapakah gadis itu?”

Cui Sian bertanya kepada Yo Wan yang masih memandang dengan mata terbelalak dan muka agak pucat.

“Dia Lee Si, puteri kakakmu Tan Kong Bu…..” jawab Yo Wan, suaranya menggetar dan lemah.






Karena keadaan tegang, Cui Sian tidak memperhatikan hal ini dan iapun memandang. Kiranya gadis remaja itu adalah keponakannya sendiri!

“Iblis betina jahat! Hayo kau ceritakan tentang fitnah keji yang kalian rencanakan, tipu muslihat rendah yang kalian jalankan untuk merusak nama baik Swan Bu dan aku!”

“Tipu muslihat apa? Berlaku galak terhadap aku setelah aku berada dalam keadaan tertotok, barulah disebut tipu muslihat! Aku tidak biasa melakukan fitnah dan tipu musiihat!” jawab Siu Bi seenaknya, sepasang matanya yang bening itu memandang penuh ejekap kepada Lee Si.

“Plak! Plak!” kembali tangan Lee Si menampar kedua pipi Siu Bi.

“Kalau kau tidak mengaku, akan kusiksa sampai mampus!” Lee Si melompat dan mematahkan sebatang ranting pohon. “Hayo mengakulah bahwa Ang-hwa-pai telah mengatur siasat untuk mengelabui mata ayahku agar ayahku mengira Swan Bu dan aku melakukan perbuatan hina!”

“Hi-hi-hik, kaulah yang ingin melakukan perbuatan hina. Swan Bu mana mau? Hi-hi-hik, tak tahu malu!” kembali Siu Bi mengejek, diam-diam hatinya panas dan penuh cemburu.

la mencinta Swan Bu, mencinta dengan seluruh jiwa raganya, hal ini amat terasa olehnya setelah ia membuntungi lengan pemuda itu, maka teringat bahwa gadis ini pernah berdekatan dengan Swan Bu, hatinya penuh cemburu dan benar Lee Si makin marah. Ranting pohon di tangannya menyambar dan mencambuki muka, leher dan tubuh Siu Bi yang tetap tersenyum-senyum dan memaki-maki. Biarpun dalam keadaan marah, Lee Si masih teringat untuk menahan diri sehingga pukulan-pukulannya dengan ranting pohon itu tidak akan menewaskan Siu Bi.

“Apakah yang dia maksudkan?” kembali terdengar Cui Sian bertanya kepada Yo Wan.

Yo Wan menarik napas panjang. Hatinya tidak karuan rasanya melihat keadaan Siu Bi demikian itu. Akan tetapi kalau teringat betapa lengan Swan Bu dibuntungi, dia sendiripun menjadi sakit hati dan marah maka biarpun di lubuk hatinya dia merasa tidak tega melihat Siu Bi dicambuki seperti itu, namun dia tidak mau mencegah Lee Si. lapun maklum akan keadaan perasaan hati Lee Si yang penuh dendam karena merasa pernah dihina dan dipermainkan oleh Ang-hwa-pai dimana Siu Bi juga menjadi anak buah atau kawan.

“Lee Si dan Swan Bu pernah tertawan oleh Ang-hwa-pai yang menotok mereka dan menggunakan mereka untuk mengadu domba.”

Dengan singkat dia menuturkan apa yang dia dengar dari Lee Si dan muka Cui Sian menjadi merah sekali.

“Hemmm, keji sekali. Gadis liar ini memang patut dihajar. Kalau saja aku tidak ingat dia dahulu pernah menolongku, tadipun aku sudah membunuhnya. Sekarang Lee Si yang memuaskan dendamnya, biarlah.”

Mereka berhenti bicara dan kembali memperhatikan Lee Si yang masih memaksa Siu Bi mengakui tipu muslihat keji dari Ang-hwa-pai. Muka dan leher Siu Bi sudah penuh jalur-jalur. merah bekas sabetan, bajunya sudah robek sana-sini dan kulit tubuhnya matang biru.

“Kau masih tidak mau mengaku? keparat, apakah kau ingin mampus?”

Lee Si membanting ranting pohon yang sudah setengah hancur, lalu menginjak-injak ranting ini. Sebagai puteri ayah bunda yang keras hati, tentu saja Lee Si memiliki dasar watak berangasan dan keras pula, sungguhpun gemblengan ayah bundanya membuat ia jarang sekali melepaskan kekerasannya dan menutupinya dengan sikap tenang, sabar dan halus budi.

Tiba-tiba Siu Bi tertawa, suara ketawanya nyaring dan bening, mengejutkan dan mengherankan hati Cui Sian dan Yo Wan. Dua orang ini diam-diam harus mengagumi ketabahan gadis liar itu yang dalam keadaan tertawan dan tersiksa masih tertawa seperti itu, tanda dari hati yang benar-benar tabah dan tidak kenal takut.

“Hi-hi-hik, Lee Si, kau sungguh lucu! Kau tahu bukan aku orangnya yang melakukan segala tipu muslihat curang, akan tetapi kau memaksa-maksa aku mengaku. Apa kau kira aku tidak mengerti isi hatimu yang tak tahu malu? Hi-hi-hik, kau marah-marah dan benci kepadaku karena aku membuntungi lengan Swan Bu, betul tidak? Ihhh, tak usah kau pura-pura membelanya, kau bisa dekat dengannya hanya karena diusahakan orang. Tetapi dia cinta padaku, dengarkah kau? Dia cinta padaku, ahhh….. dan aku cinta padanya…..” Suara ketawa tadi kini terganti isak tertahan!

Wajah Lee Si sebentar pucat sebentar merah. Tiba-tiba ia mencabut pedangnya dan membentak,

“Perempuan rendah, perempuan hina, kau memang harus mampus” Pedangnya diangkat dan dibacokkan kearah leher Siu Bi.

“Tranggg…..!”

Lee Si menjerit dan cepat meloncat kekiri karena pedangnya telah tertangkis dan hampir saja terlepas dari tangannya. la memandang heran kepada Yo Wan dan sempat melihat pemuda itu menyimpan pedang dengan gerakan yang luar biasa cepatnya, hampir tidak tampak.

“Yo-twako….. kenapa kau….”

“Adik Lee Si, sabarlah. Tidak baik membunuh lawan dengan darah dingin secara begitu, apalagi dia sudah tertawan dan sudah kau lepaskan amarahmu kepadanya tadi. Siu Bi, kau tutuplah lulutmu, jangan menghina orang.”

“Hi-hi-hik, kau Jaka Lola, Yo Wan yang berhati lemah. Alangkah lucunya! Setiap bertemu gadis cantik kau menjadi pelindung, laki-laki macam apa kau? Hayo kau bunuh aku kalau memang jantan!”

Yo Wan menggeleng-geleng kepalanya.
“Sayang kau terjerumus begini dalam, Siu Bi, sungguh sayang…..! Aku tidak akan membunuhmu, kau boleh pergi dan jangan mengganggu kami lagi…..”

la melangkah maju, tangannya meraih hendak mernbebaskan Siu Bi daripada cabang pohon.

“Yo-twako, tahan dulu…..!” Tiba-tiba Cui Sian melangkah mendekat. “Apakah kau hendak membebaskannya begitu saja? Itu tidak adil namanya!”

Yo Wan menoleh dan alangkah herannya melihat sinar mata gadis cantik ini luar biasa tajam menentangnya, seakan-akan sinar mata itu mengandung hawa amarah kepadanya! la benar-benar tidak mengerti, dengan pandang matanya dia berusaha menyelidik isi hati Cui Sian dan tiba-tiba wajah Yo Wan berseri. Mungkinkah ini? Mungkinkah Cui Sian merasa cemburu kepada Siu Bi? Ah, sukar dipercaya. Tak mungkin matahari terbit dari barat, tak mungkin puteri Raja Pedang….. cemburu dan marah melihat dia membebaskan Siu Bi yang dapat dijadikan tanda cinta kasih.

Sepasang pipi halus itu tiba-tiba menjadi merah dan Cui Sian nampak gugup ketika melanjutkan kata-katanya setelah beradu pandang tadi.

“Dia….. dia telah membuntungi lengan tangan Swan Bu! Sebaiknya kita serahkan kepada Swan Bu sendiri bagaimana keputusannya terhadap gadis liar itu. Bukankah kau pikir begitu seadilnya, Twako?”

Yo Wan mengangguk-angguk, mengerutkan alisnya yang hitam.
“Betapapun juga, kalau sute kehilangan lengannya dalam sebuah pertempuran, aku akan menasehatinya agar jangan dia membalas secara begini. Bukan perbuatan gagah.”

Terdengar Swan Bu mengerang dan mereka bertiga cepat menghampiri pemuda itu. Girang hati mereka karena kini tubuh Swan Bu tidak begitu panas lagi dan pemuda itu sudah siuman, menyeringai kesakitan ketika menggunakan lengan kiri untuk menunjang tubuh.

“Auhhh….. hemmm bibi Cui Sian, dan…..” wajahnya menjadi merah sekali. “….. dan kau, Lee Si Moi-moi…..” la tertegun menatap wajah Yo Wan yang berdiri dan tersenyum kepadanya. Sampai lama mereka berpandangan, kemudian Swan Bu melompat berdiri.

“Kau….. kau…..?”

Yo Wan mengangguk-angguk dan tersenyum, hatinya terharu.
“Sute…..”

“Kau Yo Wan….. eh, Yo suheng” Dan keduanya berangkulan.

Pada saat mereka berangkulan itu, Swan Bu langsung melihat kearah Siu Bi yang tergantung di cabang pohon, yang kebetulan berada di sebelah belakang Yo Wan.

“Eh….. dia….. dia kenapa…..?” berkata gagap sambil merenggut diri dari rangkulan Yo Wan.






No comments:

Post a Comment