Ads

Friday, February 22, 2019

Jaka Lola Jilid 037

Perahu digerakkan lagi.
“Lihat, disana itu adalah taman bunga kami. Bukan main senangnya beristirahat disana, hawanya nyaman, baunya harum dan keadaan disitu benar-benar menenteramkan perasaan orang.”

“Aduh, bagusnya….. mari kita mendarat kesana….. wah, indahnya seruni-seruni diujung sana itu. Beraneka warna dan sedang mekar…..!”

Ouwyang Lam melirik dengah hati gembira kearah nona cantik di sebelahnya ini. Alangkah akan bahagianya kalau tiba saatnya dia dapat bersenang-senang dengan gadis ini di taman, sebagai kekasihnya!

“Nanti, Moi-moi, kita keliling dulu dengan perahu. Karena kau menjadi orang sendiri, seluruh pulau dan isinya ini anggaplah tempatmu sendiri. Akan tetapi untuk dapat menikmati tempat kita ini, kau harus lebih dulu mengenal bagian-bagian yang indah, yang berbahaya dan lain-lain. Jangan khawatir, masih banyak waktu untuk kau bermain sepuasmu di dalam taman itu. Disana terdapat beberapa pondok kecil yang nyaman dan aku akan minta kepada Nio-nio agar kau diperbolehkan menempati sebuah diantara pondok-pondok di taman itu. Aku juga tinggal di sebuah diantara pondok-pondok kecil disana.”

Sambil berkata demikian, Ouwyang Lam melirik dengan tajam, ingin melihat bagaimana reaksi dari gadis itu. Akan tetapi, Siu Bi bersikap biasa saja, hanya ia amat gembira mendengar ini, akan tetapi sama sekali tidak memperlihatkan tanda bahwa ia mengerti akan isyarat dalam ucapan Ouwyang Lam. Memang, ia seorang gadis remaja yang masih hijau, mana ia mengerti akan kata-kata menyimpang itu?

Perahu didayung lagi.
“Mari kita sekarang melihat taman air…..” ucapan Ouwyang Lam terhenti karena pada saat itu mereka berdua melihat sebuah perahu kecil yang meluncur laju dari depan.

Seorang gadis mendayung perahu itu sambil berdiri di tengah perahu, memandang kepada mereka dengan mata melotot. Heran benar dia mengapa hari ini begitu baik untungnya sehingga matanya sempat melihat lagi seorang gadis yang begini cantik jelita setelah bertemu dengan Siu Bi. Adapun Siu Bi sendiri juga kagum karena dalam pandang matanya gadis yang sendirian di perahu itu membayangkan sifat yang gagah sekali dalam kesederhanaan pakaiannya.

Perahu mereka kini berhadapan dan kedua fihak menahan perahu dengan gerakan dayung. Sejenak tiga orang ini saling pandang, penuh selidik.

Ouwyang Lam yang selalu tidak mau melewatkan kesempatan untuk mencari muka dan bermanis-manis terhadap gadis cantik, segera mengangkat kedua tangan ke depan dada memberi hormat sambil tersenyum dan menegur.

“Nona, aku Ouwyang Lam tidak pernah bertemu muka denganmu. Agaknya Nona adalah seorang tamu yang hendak mengunjungi Ang-hwa-pai. Kalau memang demikian halnya, dapat Nona bicara dengan aku yang mewakili ketua Ang-hwa-pai.”

Cui Sian sudah menduga bahwa tentu dua orang ini yang tadi menghina tosu-tosu Kun-lun-pai, sekarang mendengar pemuda itu memperkenalkan nama, ia tidak ragu-ragu lagi.

“Aku seorang pelancong, sama sekali tidak ada urusan dengan Ang-hwa-pai atau perkumpulan jahat manapun juga!”

Sengaja ia menjawab ketus karena memang ia hendak mencari perkara dan memberi hajaran kepada orang-orang muda yang dianggapnya jahat itu.

Siu Bi mendengar ini, tak dapat menahan tawanya. Memang Siu Bi wataknya aneh. Senang ia melihat gadis itu berani menghina Ang-hwa-pai secara begitu terang-terangan di depan Ouwyang Lam, maka ia tertawa, tentu saja mentertawakan pemuda itu.

Mendengar suara ketawa ditahan ini, Ouwyang Lam mendongkol. Alisnya yang tebal berkerut dan matanya memandang galak kepada Cui Sian, akan tetapi karena benar-benar gadis di depannya itu cantik jelita, tidak kalah oleh Siu Bi sendiri, dia masih menahan kemarahannya dan mempermainkan senyum pada bibirnya.

“Nona yang baik, ketahuilah bahwa telaga ini termasuk wilayah Ang-hwa-pai, jadi kau kini telah berada di dalarn wilayah kami. Karena itu berarti kau sudah menjadi tamu kami, maka tadi aku sengaja bertanya. Andaikata kau hanya pelancong biasa dan tidak mempunyai urusan dengan Ang-hwa-pai, akan tetapi karena tanpa kau sadari kau telah menjadi tamuku, tiada buruknya kalau kita menjadi sahabat.”





Kembali Siu Bi tersenyum dan mengejek,
“Wah, kau benar-benar amat sabar dan ramah, Ouwyang-twako!”

Kalau Siu Bi mengejek karena mengira Ouwyang Lam takut-takut dan jerih, adalah Cui Sian yang menjadi muak perutnya. la lebih berpengalaman atau setidaknya lebih mengenal watak pria daripada Siu Bi yang hijau maka ia dapat menangkap nada suara kurang ajar dalam ucapan Ouwyang Lam. Dengan ketus ia menjawab,

“Kau manusia sombong. Kurasa telaga ini adalah buatan alam, bagaimana Ang-hwa-pai berani mengaku sebagai hak dan wilayahnya? Eh, bocah, apakah kau yang berani menghina bahkan membunuh tosu dari Kun-lun-pai?”

Ouwyang Lam terkejut dan hilang keramahannya. Juga Siu Bi hilang senyumnya. Mereka berdua bangkit berdiri dan memandang Cui Sian dengan curiga. Kalau gadis ini datang membela Kun-lun-pai, berarti dia itu musuh!

“Kalau betul begitu, kau mau apakah?” teriak Ouwyang Lam. “Apakah kau anak murid Kun-lun-pai yang hendak menuntut balas?”

“Aku bukan anak murid Kun-lun-pal juga tidak tahu menahu tentang permusuhan kalian dengan Kun-lun-pai. Akan tetapi kebetulan sekali aku bertemu dengan dua orang tosu Kun-lun-pai yang telah kalian hina. Tosu-tosu Kun-lun-pai bukanlah orang-orang jahat, maka kalau kalian sudah berani menghina mereka, kalian benar-benar merupakan orang-orang kurang ajar dan mengandalkan kepandaian. Kalau bicara tentang kegagahan, agaknya aku lebih condong menganggap kalianlah yang bersalah dan jahat.”

“Heeei, orang liar dari mana datang-datang membuka mulut asal bunyi saja?” Siu Bi berseru marah. “Dua orang tosu bau itu memang kami berdua yang melempar ke dalam air, habis kau mau apa ?”

“Hemmm, aku tidak akan mencampuri urusan orang lain. Akan tetapi akupun tidak biasa membiarkan orang berlaku sewenang-wenang. Kau menghina dan melempar orang ke air, sekarang akupun hendak melempar kalian kedalam air!”

“Sombong! Twako, mari kita lempar bocah sombong ini dari perahunya!”

Siu Bi menggerakkan dayungnya, diikuti oleh Ouwyang Lam yang bermaksud merobohkan dan menawan gadis cantik yang sombong itu.

“Plakkk-plakkkkk!”

Siu Bi dan Ouwyang Lam berseru kaget sekali karena dayung mereka tertangkis oleh dayung di tangan Cui Sian. Demikian kuat dan hebatnya tangkisan itu sehingga hampir saja Siu Bi dan Ouw-yang Lam tak dapat menahan dan melepaskan dayung. Telapak tangan mereka terasa panas dan sakit-sakit. Hal ini sama sekali tak pernah mereka duga karena tadi mereka memandang rendah sekali, dan sesaat mereka kaget dan bingung.

Sebelum mereka dapat memperbaiki kedudukan, perahu mereka tertumbuk oleh perahu Cui Sian dan dayung ditangan Cui Sian secara dahsyat sekali telah menerjang mereka.

Perahu miring, dua orang muda itu hampir terjengkang ke belakang dan oleh karena kedudukan yang buruk sekali dan lemah ini, sampai dayung di tangan Cui Sian tak dapat mereka tangkis lagi dan jalan satu-satunya bagi mereka untuk menyelamatkan diri hanya melempar diri ke belakang.

Terdengar suara keras dan air memercik tinggi ketika dua orang itu terlempar ke dalam air juga perahu mereka telah terbalik! Ouwyang Lam yang pandai berenang itu cepat menyambar lengan tangan Siu Bi yang gelagapan dan menarik gadis itu kearah perahu mereka yang terbalik.

Karena dayung mereka terlempar dan mereka berada di bawah ancaman dayung Cui Sian, mereka tak dapat berbuat sesuatu kecuali memegangi perahu yang terbalik dengan muka dan kepala yang basah kuyup!

“Ketahuilah, aku bernama Tan Cui Sian, bukan anak murid Kun-lun-pai, hanya seorang pelancong yang kebetulan lewat dan tidak senang melihat kekurang-ajaranmu. Harap kali ini kalian menganggap sebagai pelajaran agar lain kali jangan kurang ajar dan sombong lagi.”

Setelah berkata demikian Cui Sian mendayung perahunya pergi meninggalkan dua orang yang tak berdaya dan memegangi perahu terbalik itu.

“He, manusia curang!” Siu Bi berteriak marah, memaki-maki. “Tunggu aku di darat kalau kau memang gagah dan kita bertanding sampai sepuluh ribu jurus! Tidak bisa kau menghina Cui-beng Kwan Im dan pergi enak-enak begitu saja!”

Cui Sian menoleh dan tersenyum mengejek.
“Julukannya saja Cui-beng (Pengejar Roh), biarpun cantik seperti Kwan Im, tetap saja jahat. Bocah masih ingusan, siapa takut padamu? Kutunggu kau di darat dan aku tanggung kau akan kulempar sekali lagi ke dalam air!”

Siu Bi memaki-maki, akan tetapi apa dayanya? Mengejar perahu itu yang tak mungkin. Lain dengan Ouwyang Lam biarpun amat mendongkol dan malu, namun segera bersuit nyaring memberi aba-aba kepada anak buahnya. Beberapa buah perahu hitam meluncur cepat dari balik alang-alang, menghampiri Ouwyang Lam dan Siu Bi yang kini sudah berhasil membalikkan perahu dan melompat ke dalam perahu dengan pakaian basah kuyup.

“Kejar iblis betina itu, gulingkan perahunya dan tangkap dia. Ingat, harus gulingkan perahunya lebih dulu!” perintah Ouwyang Lam ini segera ditaati oleh tiga buah perahu yang masing-masing berpenumpang tiga orang.

Sembilan orang ahli air Ang-hwa-pai melakukan pengejaran. Ouwyang Lam dan Siu Bi mengikuti dari belakang setelah Ouwyang Lam terjun dan berenang mengambil dayung-dayung mereka yang tadi terlempar.

Cui Sian yang sama sekali tidak menduga bahwa ia akan dikejar, dengan hati puas mendayung perahunya ke tengah telaga, tidak tergesa-gesa pergi mendarat karena ia ingin melihat-lihat pulau itu dari dekat. Tak lama kemudian barulah ia melihat tiga buah perahu hitam meluncur cepat mendekati perahunya. la dapat menduga bahwa mereka itu tentulah orang-orang Ang-hwa-pai, apalagi setelah dekat ia melihat bunga merah tersulam di baju mereka.

Akan tetapi tentu saja ia tidak takut, malah menanti kedatangan mereka dengan dayung di tangan, siap menghantam dan menghajar mereka yang berani mengganggunya.

Akan tetapi, ia mulai terkejut melihat sembilan orang di dalam tiga buah perahu itu semua melompat ke dalam air dan tidak muncul lagi. Mereka menyelam! Cui Sian dapat menduga apa yang akan mereka lakukan. Cepat ia mendayung perahunya meluncur pergi, namun terlambat.

Perahunya berguncang hebat. la berdiri mempergunakan ginkangnya, mengatur keseimbangan tubuh agar jangan sampai terjungkal ke dalam air. Malah dayungnya berhasil mengemplang punggung seorang penyelam yang segera menyelam dan berenang pergi sambil merintih-rintih.

Akan tetapi akhirnya perahunya terguling! Namun dengan gerakan yang amat indah, tubuh Cui Sian mencelat keatas dan dengan berjungkir balik beberapa kali, tubuhnya cukup lama berada diatas sehingga ketika ia meluncur turun, perahunya sudah terbalik dan terapung lagi. la mendarat diatas perahunya yang terbalik itu, siap dengan dayungnya.

Para penyelam melihat ini menjadi kagum sekali, juga penasaran. Mereka menyelam lagi mendekati dan berusaha menggulingkan perahu yang sudah terbalik agar nona itu ikut tenggelam. Akan tetapi Cui Sian dengan dayungnya mempertahankan perahunya. Dua orang penyelam kena dihajar tangan sehingga tulangnya patah, seorang penyelam lagi terpaksa dibawa pergi temannya karena kemplangan pada kepalanya membuat dia pingsan.

Ouwyang Lam dan Siu Bi sudah tiba disitu. Melihat betapa gadis kosen itu masih belum dapat ditangkap, malah mengamuk mempertahankan perahu yang sudah terbalik itu, melukai beberapa orang penyelam, dia menjadi marah dan diam-diam kaget juga. Gadis itu benar-benar lihai. Hatinya tidak enak sekali. Kemudian dia bersuit memberi tanda kepada ternan-temannya yang sudah muncul di permukaan air, tidak berani mendekati perahu terbalik itu. Kini hanya tinggal empat orang penyelam yang belum terluka, akan tetapi mereka jerih, tidak berani mendekat. Setelah Ouwyang Lam bersuit, mereka menyelam lagi.

Ouwyang Lam mendayung perahunya yang meluncur cepat mendekati perahu Cui Sian yang terbalik.

“Adik Siu Bi, kesempatan kita untuk membalas!” katanya,

Siu Bi sudah bersiap dengan dayungnya. Ketika perahu mereka sudah dekat, Ouwyang Lam dan Siu Bi menggerakkan dayung. Kali ini mereka berlaku hati-hati, dayung mereka menerjang hebat dengan pengerahan tenaga.






No comments:

Post a Comment