Ads

Friday, February 15, 2019

Jaka Lola Jilid 015

Karena dia merasa bahwa dia yang menjadi biang keladinya, maka dia lalu pergi mengikuti mereka sampai ke puncak. la bersembunyi di balik pohon dan mengintai semua perdebatan tadi. Setelah dirinya disebut-sebut oleh dua orang tosu dan Swan Bu, dia segera muncul dengan maksud untuk mengakui kesemuanya dan untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya. Dari balik batang pohon tadi Yo Wan merasa terharu dan sedih melihat suhu dan subonya. Sekarang, maklum bahwa perbuatannya itu akan mengakibatkan keributan, dia mengambil keputusan untuk mempertanggung-jawabkan sendiri agar Hoa-san-pai terutama suhu dan subonya jangan sampai terbawa-bawa. Dengan pikiran ini, dia lalu muncul keluar dari tempat persembunyiannya dan berjalan menuju ke tempat pertemuan.

Sama sekali tidak diduganya bahwa Swan Bu yang pertama melihat dan mengenalnya, malah bocah itu sudah melepaskan sebatang anak panah kepadanya. Para tokoh Hoa-san-pai yang tidak mengenal siapa dia, hanya bisa tertegun dan heran, juga kaget melihat Swan Bu memanah orang muda itu, tanpa sempat mencegah lagi.

Yo Wan tentu saja akan dapat mengelak dengan mudah. Namun dia sedang berduka bahwa dalam pertemuan dengan suhunya ini dia sudah mendatangkan keributan hebat, apalagi mengingat bahwa bocah itu adalah putera suhunya yang dibangga-banggakan, dia tidak tega untuk mengelak dan mendatangkan malu.

Sambil mengerahkan tenaga sinkang yang dia latih dari Sin-eng-cu dan Bhewakala, dia sengaja menerima anak panah itu dengan pundak kirinya, akan tetapi cepat-cepat dia menutup jalan darah pada bagian ini sehingga anak panah yang menancap satu dim dalamnya itu hanya melukai kulit daging saja. Dengan anak panah menancap di pundak, dia berjalan terus menghampiri mereka.

“Swan Bu, kau lancang..l”.

Yo Wan mendengar subonya berteriak mencela puteranya. Di dalam hatinya dia bersyukur bahwa subonya masih tetap seorang wanita budiman seperti dulu, dan lebih-lebih dia menjadi tidak tega untuk membiarkan suhu, subo dan putera mereka itu menanggung akibat daripada perbuatannya.

Yo Wan pura-pura tidak melihat pandang mata subonya yang diarahkan kepadanya dan seakan-akan subonya itu hampir mengenalnya! la juga tidak peduli akan pandang mata semua orang disitu yang memandangnya dengan heran dan tercengang. Yo Wan langsung menghampiri Kui-san-jin dan membungkuk sampai dalam sambil berkata,

“Lopek (Paman Tua), memang betul seperti dikatakan oleh kedua Lopek tadi, saya menerima pekerjaan sebagai kacung kuda. Ditengah jalan saya bertengkar dengan dua orang pengemis. Akan tetapi hal itu adalah urusan saya sendiri, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan Hoa-san-pai. Ini adalah urusan seorang kacung kuda dengan para pengemis, harap para lopek disini legakan hati karena sekarang juga saya akan bereskan urusan ini dengan para pengemis”.

“Dia….. dia….. A Wan…..” terdengar Kun Hong berseru.”

“Yo Wan…..!” Hui Kauw juga menahan teriakannya.

Akan tetapi Yo Wan yang kaget sekali mendengar suhu dan subonya telah mengenalnya, cepat menghampiri rombongan pengemis dan dengan berdiri tegak dia berkata lantang,

“Kakek pengemis, kalau benar kau ketua dari Sin-tung-kai-pang, sebaiknya kau memeriksa keadaan anak-anak muridmu sendiri sebelum menyalahkan orang lain. Urusan anak muridmu dengan aku si kacung kuda sama sekali berada diluar tanggung jawab Hoa-san-pai karena aku belum diterima secara resmi menjadi tukang kuda Hoa-san-pai. Kenapa kalian ini tak tahu malu membikin ribut di Hoa-san-pai? Akulah yang bertanggung jawab!”

Sin-tung Lo-kai marah bukan main. Ingin dia sekali gebuk membikin remuk kepala bocah itu, akan tetapi sebagai seorang ketua kai-pang yang tersohor, tentu saja dia tidak mau melakukan hal yang akan merendahkan namanya. la hanya melotot memandang Yo Wan lalu membentak,

“Bocah setan! Apa kau mengaku telah merampas dua ekor kuda anak muridku?”

Yo Wan menggeleng kepala, tersenyum mengejek.
“Siapa yang merampas? Aku sedang menuntun tiga ekor kuda naik puncak, tiba-tiba dua orang pengemis itu membentak dari belakang. Kuda yang kupegang kaget, seekor meloncat dan hampir menubruk pengemis kumis panjang. Eh, si kumis itu memamerkan kepandaiannya, kuda itu ditendang mati. Tentu saja aku minta ganti dan siapapun mereka itu, harus mengganti kuda yang mati karena aku bertanggung jawab atas keselamatan kuda-kuda itu.”

“Apa kau tidak dengar bahwa mereka itu utusan Sin-tung-kai-pang?” Ketua ini membentak.





“Baik mereka itu utusan dari raja pengemis atau raja neraka sekalipun, karena sudah membunuh kuda yang menjadi tanggung jawabku, mereka harus menggantinya. Eh, mereka marah-marah sehingga terpaksa aku membela diri karena mereka menyerangku. Kemudian mereka berdua lari meninggalkan kuda mereka. Apakah yang begini dapat disebut aku merampas kuda?”

“Keparat, kau tukang kuda mulutmu besar dan sombong! Kau telah menghina rnurid-muridku, menghina Sin-tung-kaipang, apakah nyawamu rangkap?”

“Kakek pengemis, kau mau menang sendiri. Kau bilang aku yang menghina, tapi dua orang muridmu itu hendak membunuhku, malahan malam tadi, siapa yang melepas api hendak membakar kandang kalau bukan orang-orangrnu? Hemmm, sebetulnya, kalau aku akan mempertanggung-jawabkan perbuatan anak-anak muridmu.”

“Suheng, menghadapi anak anjing menggonggong seperti ini, mengapa pakai banyak aturan? Banting saja mampus, habis perkara!” tiba-tiba seorang pengemis yang hidungnya bengkok kekiri, yang memegang toya, berkata marah.

“Pangcu, harap kau bersabar,” tiba-tiba Kui-san-jin berkata lembut. “Setelah pinto (aku) mendengar omongan bocah ini, kiranya harus diselidiki dulu apakah betul dia yang bersalah. Dalam segala hal, tidak baik untuk bertindak sembrono, menghukum orang yang tidak bersalah.”

Ternyata ketua Hoa-san-pai ini telah dibikin kagum oleh sikap Yo Wan. la maklum bahwa pemuda itu adalah seorang pemuda yang bodoh dan sederhana, agaknya tidak pandai ilmu silat karena kalau memang pandai ilmu silat, bagaimana tidak mampu mengelak dari anak panah yang dilepaskan Swan Bu tadi?

Akan tetapi, jelas bahwa pemuda itu memiliki daya tahan yang amat luar biasa dan memiliki rasa tanggung jawab yang kiranya jarang dimiliki orang-orang yang mengaku dirinya gagah perkasa. Buktinya, dengan anak panah menancap di pundak, pemuda itu sama sekali tidak mengeluh, bahkan tidak tampak nyeri, malah menghadapi para pengemis dengan penuh ketabahan dan penuh rasa tanggung jawab, agaknya jelas hendak mencuci nama Hoa-san-pai daripada urusan itu”

“Hoa-san-ciangbunjin (ketua Hoa-san)! Apamukah bocah ini? Apakah anak murid Hoa-san-pai? Ataukah dia ini menjadi tanggung jawab Hoa-san-pai maka kau hendak membelanya?” bentak Sin-tung Kai-pangcu.

“Dia….. A Wan…..” kembali terdengar suara perlahan Kwa Kun Hong,

“Ssttt…..” dengan sudut matanya Yo Wan melihat betapa subonya menyentuh lengan tangan suaminya.

la melemparkan kerling penuh terima kasih kepada Hui Kauw yang memandangnya penuh pengertian. Memang Hui Kauw amat cerdik dan halus perasaannya. Agaknya nyonya muda ini sudah dapat menduga apa yang menjadi maksud hati murid itu, maka dia hendak rnembantu, memberi kebebasan kepada Yo Wan untuk melanjutkan maksud hatinya, akan tetapi tentu saja nyonya muda ini bersiap sedia untuk membantu muridnya. la dapat melihat lebih jelas daripada apa yang dapat didengar oleh telinga suaminya yang buta.

“Heh, Pangcu dari para pengemis! Kenapa kau selalu mendesak Hoa-san-pai? Agaknya kau jerih untuk menjatuhkan hukuman kepada diriku, maka kau selalu berpaling dan mencari-cari kesalahan kepada Hoa-san-pai! Huh, tak tahu malu. Kalau kalian para pengemis hendak membalas dendam kepadaku, lekas turun tangan. Apa kau kira aku takut menghadapi kematian?”

“Sin-tung-kai-pangcu, jangan ladeni omongan seorang bocah nekat!” fiba-tiba Thian Beng Tosu berseru keras. “He, bocah tak melihat keadaan, apakah kau sudah menjadi gila? Jangan main-niain terhadap Sin-tung-kai-pang!”

Akan tetapi dengan tenang Yo Wan memberi hormat sambil membungkuk kepadanya, lalu berkata,

“Urusan ini adalah urusan saya sendiri, harap para lopek yang terhormat dari Hoa-san-pai jangan ikut campur. He, pengemis kelaparan, masih tidak berani turun tangan terhadap kanak-kanak seperti aku? Memalukan benar!”

Terdengar teriakan marah dan si pengemis hidung bengkok yang memegang toya sudah melompat maju. Dia ini adalah sute (adik seperguruan) dari ketua pengemis itu, lihai sekali permainan toya besinya dan dia diberi julukan Tiat-pang Sin-kai (Pengemis Sakti Bertoya Besi). Wataknya lebih keras berangasan daripada para tokoh Sin-tung-kai-pang yang lain. Mendengar ucapan yang menantang-nantang dari Yo Wan, dia tidak mau bersabar lagi.

“Ada hubungan dengan Hoa-san-pai atau tidak, kau bocah setan harus mampus sekarang juga!” bentaknya dan toyanya yang berat itu menyambar cepat, mendatangkan desir angin gemuruh.

Yo Wan sudah bertekad tidak akan membawa-bawa suhu dan subonya, sungguhpun tadi dia bersikap seakan-akan hendak membersihkan Hoa-san-pai, padahal sesungguhnya dia tidak hendak menyeret suami isteri itu.

Maka sekarang menghadapi sambaran toya, dia tidak mau mempergunakan langkah-langkah ajaib yang dia pelajari dari Kun Hong. la siap menerima kematian karena memang hanya kematian yang dapat dia harapkan dalam menghadapi orang-orang berilmu tinggi seperti pimpinan Sin-tung-kai-pang ini.

Namun dia juga tidak mau mati konyol begitu saja tanpa perlawanan. Melihat datangnya toya, otomatis kaki tangannya bergerak dan dengan amat mudah dia membiarkan toya itu menyambar lewat tanpa dapat menyentuh tubuhnya sedikitpun juga.

Karena tanpa disadarinya dia sudah memiliki kesaktian ilmu silat yang mendarah daging, maka sesuai dengan daya tahan dan daya serang yang berganti-ganti diturunkan Sin-eng-cu dan Bhewakala kepadanya, tentu saja setiap kali menghadapi serangan, begitu mengelak terus saja Yo Wan membalas serangan itu.

Dan bukan hal kebetulan kalau pada saat itu dia menggunakan sebuah jurus dari Ilmu Silat Ngo-sin-hoan-kun (Lima Lingkaran Sakt!) yang dia pelajari atau lebih tepat dia “mainkan” menurut petunjuk Bhewakala. Hal ini adalah karena jurus penyerangan toya yang dilakukan oleh Tiat-pang Sin-kai tadi sifatnya hampir sama dengan jurus-jurus penyerangan Sin-eng-cu, maka otomatis tubuhnya lalu bergerak mainkan jurus ilmu yang diturunkan oleh Bhewakala kepadanya sebagai lawannya.

Ilmu Silat Ngo-sin-hoan-kun adalah ilmu silat ciptaan pendeta Nepal pertapa Gunung Himalaya yang sakti itu, gerakannya dahsyat dan aneh, Tiat-pang Sin-kai melihat betapa kedua lengan pemuda itu membuat lingkaran-lingkaran yang mengaburkan pandangan matanya dan dia tidak tahu bagaimana harus menghadapinya.

Ingin dia memukul dengan toya, namun ujung toyanya seakan-akan terlibat oieh sebuah diantara lingkaran itu dan tak dapat digerakkan. Tiba-tiba dia merasa tubuhnya berpusing seperti tenggelam dalam pusingan angin dan sebelum dia tahu apa yang terjadi dengan dirinya, tubuhnya itu terlempar sambil berputaran dan robohlah dia dengan kepala dibawah kaki diatas. la menjadi pening, kepalanya benjol, toyanya terlempar entah kemana dan sampai lama dia hanya rebah sambil menggerak-gerakkan kepala mengusir kepeningan dengan mata menjadi juling!

“Ah…..!”

“Hebat…..!”

“Aneh…..!”

Seruan-seruan ini keluar dari mulut para tokoh Hoa-san-pai. Benar-benar mengejutkan peristiwa itu. Kui-san-jin dan yang lain-lain memang sudah siap untuk menolong orang muda yang tabah itu kalau fihak Sin-tung-kai-pang hendak membunuhnya. Siapa tahu, dalam dua gebrakan saja seorang tokoh Sin-tung-kai-pang yang cukup lihai dibikin melayang seperti itu dengan gerakan tangan dan kaki yang luar biasa, ilmu silat yang membentuk lingkaran-lingkaran ajaib. Ilmu apakah yang dipergunakan pemuda ini?

Hanya Hui Kauw dan Kun Hong yang tidak mengeluarkan suara apa-apa. Hui Kauw memandang kagum dan juga heran. karena sepanjang pengetahuannya, murid ini hanya baru menerima dasar-dasar ilmu silat dan yang terakhir hanya ditinggali ilmu Langkah Si-cap-it Sin-po oleh Kun Hong.

Tadi Hui Kauw sengaja memperhatikan gerak kaki anak itu untuk melihat apakah Yo Wan sudah mahir melakukan langkah-langkah itu, karena kalau sudah mahir, tentu anak itu mampu menyelamatkan diri dengan langkah-langkah ajaib. Anehnya, langkah yang dipergunakan Yo Wan sama sekali bukan langkah ajaib ajaran Kun Hong, sungguhpun gerak dan langkah yang dilakukan anak itupun amat aneh dan asing! Ketika Hui Kauw melirik kearah suaminya, ia melihat suami ini miringkan kepala mengerutkan kening dan bibirnya menggumam,

“Hemmm….. hemmm…,.”






No comments:

Post a Comment