Ads

Monday, January 28, 2019

Pendekar Buta Jilid 068

Loan Ki kagum bukan main. Ini merupakan pemandangan baru baginya. Tiga orang pengeroyok tadi kini terhuyung-huyung ke belakang memegangi lengan kanan masing-masing yang sudah tidak bertangan lagi!

Kiranya tangan kanan mereka sudah putus sebatas pergelangan dan jatuh berikut golok yang dipegangnya. Hebat sekali gerakan samurai tadi. Di samping kekagumannya, Loan Ki juga gembira sekaii. Selama hidupnya belum pernah ia menyaksikan sikap dan gerak-gerik seorang jago silat seperti orang itu.

Setiap orang jago silat yang ia ketahui, mengandalkan kecepatan yang wajar, mengambil inti sari ilmu silat yang praktis dan langsung dipergunakan dalam pertandingan untuk mencapai kemenangan mendahului lawan. Akan tetapi jago Jepang ini lain lagi. Dia nampak tenang dan diam, seperti ayam jantan kalau lagi berlagak, diam tapi menanti saat untuk merobohkan lawan seperti yang dia perbuat tadi.

Samurai telah dicabut dan benar seperti katanya tadi, sekali mencabut samurai pasti akan dipergunakan dengan hasil baik dan sekarang, sebelum pulih mata yang menjadi silau oleh kelebatan samurai, pedang itu sendiri telah bersarang kembali di tempatnya!

Lauw Teng juga kagum dan biarpun tiga orang pembantunya menjadi orang-orang tiada guna lagi karena tangan kanan mereka buntung. Namun dia tidak kehilangan kegembiraannya. Makin besar hasratnya menarik jago Jepang itu menjadi pembantunya, dan dia merasa bahwa dia takkan kalah dalam hal ilmu silat melawan jago Jepang ini.

“Bagus, Nagai Ici. Kau benar-benar gagah perkasa. Makin suka aku untuk menerimamu sebagai murid atau pembantuku. Lebih baik kita sudahi saja pertentangan ini dan kau kuangkat menjadi pembantuku, juga muridku. Bagaimana?”

Pandang mata Nagai Ici melayang kearah lima orang gadis tawanan itu, mukanya menjadi merah dan dia berkata marah

“Siapa sudi menjadi penculik gadis-gadis.”

Lauw Teng tersenyum, memberi isyarat kepada orang-orangnya. Lima orang gadis tawanan yang ternyata amat cantik-cantik itu digiring maju, juga dua orang memanggul dua buah peti kayu hitam. Lauw Teng menghampiri dua peti kayu itu, lalu dibukanya. Kiranya terisi barang-barang perhiasan terbuat daripada perak dan emas terhias batu-batu permata yang berkilauan!

“Nagai Ici, kau lihat ini. Indah dan berharga sekali, bukan? Nah, dua peti benda berharga ini kuhadiahkan kepadamu kalau kau suka menjadi pembantuku dan seterusnya kau akan hidup dalam kemewahan!”

Pemuda Jepang itu mendengus seperti kuda mencium asap.
“Heh! Samurai Merah tidak tamak akan harta benda!” jawabnya dengan suara keren. “Lauw Teng, tidak perlu kau membujukku dengan pameran emas permata. Biar kau tambah sepuluh kali itu, aku tidak sudi!”

Lauw Teng menutupkan kembali dua peti emas itu, lalu menarik tangan seorang gadis tawanan yang paling cantik diantara kelima orang gadis itu. Gadis ini masih muda, paling tua lima belas tahun usianya, tubuhnya ramping wajahnya cantik jelita. Sayang gadis itu nampak berduka, matanya sayu dan mukanya agak pucat, kain penutup leher terbuka sehingga terbayang kulit lehernya yang putih kuning berkulit halus.





“Eh, Nagai Ici, kau lihat gadis ini. Cantik jelita dan molek! Pantas ia menjadi selir baru terkasih dari kaisar. Akan tetapi, biarlah kuberikan ia kepadamu! Atau, kau boleh pilih diantara mereka ini, biar kuberikan kepadamu asal kau suka membantu kami. Apa katamu? Kau gagah dan masih muda, patut mempunyai kekasih secantik ia ini, ha-ha-ha!”

Sepasang mata pemuda Jepang itu memandangi gadis itu, dari atas ke bawah, lalu keatas lagi untuk kemudian berhenti menatap. wajah gadis itu. Yang dipandang menunduk saja. Kemudian pandang mata Nagai Ici beralih kembali kepada Lauw Teng yang memandangnya dengan senyum penuh harap.

“Lauw-pangcu, aku suka menjadi muridmu asal kau dapat memenuhi tiga macam syaratku.”

Lauw Teng sama sekali bukan terlalu ingin menarik pemuda Jepang itu sebagai murid. Maksud sebenarnya daripada keinginan hatinya ini berdasarkan kepada perhitungan agar melalui orang Jepang ini dia dapat mengadakan hubungan baik dan saling bantu dengan para bajak laut Jepang yang terkenal kuat. Hatinya tentu saja mendongkol sekali melihat sikap Nagai Ici yang demikian “jual mahal”. Akan tetapi dia tersenyum dan menjawab.

“Boleh…….. boleh…….., katakan apa syarat-syaratmu yang tiga itu.”

Loan Ki yang masih mengintai dan mendengarkan dari atas pohon, tertarik sekali dan alangkah kecewa, mendongkol dan marah hatinya ketika ia mendengar jawaban Nagai Ici yang mengemukakan syarat-syaratnya.

“Syarat pertama, dua peti harta itu diberikan kepadaku………..”

“Ha-ha-ha, boleh ……. boleh…….! Memang tadipun hendak kuberikan kepadamu!” jawab Lauw Teng sambil tertawa bergelak.

“Syarat kedua, lima orang nona itu semua diserahkan kepadaku………..”

Sepasang mata Lauw Teng terbelalak melotot, kemudian dia tertawa berkakakan sampai perutnya yang gendut itu bergoyang-goyang.

“……ha-ha, ha-ha, waduh lahapnya! Lima sekaligus? Ha-ha, tak kusangka kau begini………. begini………. Ha-ha-ha-ha!”

“Setuju tidak dengan syarat kedua ini?” desak Nagai Ici tanpa perdulikan kelakar orang. Wajahnya masih keren dan sikapnya sungguh-sungguh.

“………..eeehmmm, sebetulnya susah……….. mereka ini untuk kaisar………… tetapi biarlah, kami akan cari penggantinya. Nah, kau boleh ambil semua gadis ini, memang cantik-cantik mereka, masing-rnasing memiliki keindahan khas. Ha-ha, boleh kau ambil semua, Nagai Ici. Sekarang katakan, apa syarat ketiga?”

“Nanti dulu, aku akan membereskan yang sudah diberikan kepadaku,” kata pemuda Jepang itu sambil tersenyum.

Wajahnya yang gagah tampan itu berseri ketika dia menghampiri lima orang gadis tawanan itu. Gadis-gadis itu memandang kepadanya dengan pelbagai perasaan. Ada yang nampak girang penuh harapan, ada yang takut-takut, akan tetapi rata-rata mereka merasa lebih senang terjatuh kedalam tangan pemuda asing yang ganteng ini daripada berada di tangan para perampok yang kasar dan bermulut kotor itu.

Loan Ki merasa mukanya panas dan dadanya penuh hawa amarah. Ingin ia meloncat turun dan menyerang orang Jepang yang tamak dan mata keranjang itu. Masa lima orang gadis dimintanya semua? Ini sudah keranjingan namanya! Akan tetapi ia menahan diri dan memandang terus, kali ini pandang matanya terhadap pemuda Jepang itu tidak bersinar kagum seperti tadi, melainkan bersinar panas berapi-api!

Nagai Ici dengan muka berseri-seri dan mulut tersenyum mendekati gadis pertama, tangannya bergerak maju seperti orang hendak memeluk, mukanya mendekat seperti orang hendak mencium!

Gadis itu menjadi merah mukanya dan mundur selangkah, akan tetapi Nagal Ici maju terus dan dilain saat tali yang membelenggu kedua tangan gadis itu sudah putus oleh sekali renggutan tangan Nagai Ici yang amat kuat. Gadis itu tercengang, melihat kedua tangannya yang sudah bebas dan dengan bingung kini memandang pemuda asing yang sudah menghampiri gadis kedua, melepaskan belenggu, lalu maju untuk menolong gadis-gadis yang lain.

Setelah lima orang gadis itu bebas semua, dia mundur dan membungkuk dengan dalam di depan lima orang gadis itu yang kini hanya bisa berdiri melongo memandangnya dengan sinar mata bingung, heran, dan juga terima kasih bercampur keraguan.

Nagai Ici lalu menghampiri dua kotak tadi, membukanya dan mengambil perhiasan-perhiasan berharga itu, membagi-bagi kepada lima orang gadis tadi sekuat tenaga mereka membawa, malah dia bantu mengalung-ngalungkan perhiasan pada leher dan lengan mereka.

Semua ini ditonton oleh Lauw Teng yang tertawa-tawa, juga para perampok tertawa-tawa karena merasa geli melihat tingkah laku pemuda Jepang yang agaknya hendak mengambil hati para gadis itu sebelum memaksa mereka menjadi selir-selirnya. Benar-benar seorang pemuda yang cerdik, pikir mereka. Hal pertama yang dilakukannya adalah membanjiri gadis-gadis itu dengan barang-barang hadiah untuk merebut hati dan kasih! Yang paling mendongkol adalah Loan Ki. Hatinya memaki-maki,

“Laki-laki ceriwis! Pemuda gila perempuan! Si mata keranjang menyebalkan!”

Akan tetapi semua orang menjadi terheran-heran, juga Loan Ki, ketika melihat Samurai Merah itu sekali lagi menjura dalam sampai kepalanya hampir menyentuh tanah di depan para gadis itu sambil berkata,

“Sekarang, Nona sekalian silakan pulang kerumah masing-masing. Kalian kubebaskan!”

Lima orang gadis itu lebih heran dan bingung lagi, mereka saling pandang, tak kuasa mengeluarkan kata-kata saling terharu dan bingungnya, hanya nampak mereka menggeleng kepala, malah ada yang mulai menangis. Nagai Ici memandang dengan mata terbelalak, kemudian mengerutkan alisnya yang tebal, menggeleng-geleng kepala dan berkata,

“Ah, agaknya Nona sekalian tidak berani pulang sendiri? Baiklah, silakan kalian mengaso disana, dibawah pohon besar itu, biar aku menyelesaikan urusanku dengan orang-orang ini. Nanti saya yang akan mengantar Nona semua pulang ke kampung dan rumah masing-masing.”

Lima orang gadis itu menjadi girang sekali dan mulailah wajah mereka berseri-seri dan senyum-senyum manis tersembul di balik keharuan dan air mata, menambah jelita wajah dara-dara muda itu.

Dengan langkah halus dan gontai karena terlampau berat beban barang-barang berharga itu, mereka mentaati permintaan Nagai Ici dan pergi ke bawah pohon besar, lalu duduk bersimpuh diatas akar pohon.

Loan Ki yang bersembunyi diatas pohon itu, diam-diam menjadi merah mukanya, malu kepada diri sendiri yang tadi memaki-maki pemuda Jepang itu dengan tuduhan yang bukan-bukan. Kini ia kembali mencurahkan perhatiannya kepada pendekar muda dari Jepang itu.

Sementara itu, Lauw Teng mulai curiga dan marah. Dia melangkah maju, meraba gagang goloknya dan suaranya sudah kehilangan keramahannya ketika dia bertanya,

“Nagai Ici, apa maksudmu dengan semua ini? Jangan kau main-main denganku!”

Dengan senyum mengejek pemuda Jepang itu membalikkan tubuh menghadapi ketua Hui-hauw-pang, membungkuk dengan caranya yang dalam pandangan Loan Ki amat lucu itu dan berkata,

“Hui-houw-pangcu Lauw Teng. Kau menyanggupi syarat tiga macam, yang dua sudah kau penuhi, terima kasih. Tinggal sebuah syarat lagi, kalau ini kau penuhi, aku Nagai Ici Si Samurai Merah berjanji akan suka menjadi muridmu atau pembantumu.”

“Hemm, kau katakan lekas, apa syarat ketiga itu?”

“Kau dan anak buahmu bukanlah manusia baik-baik. Orang macam kau ini mana patut menjadi guruku? Andaikata kau sepuluh kali lebih pandai sekalipun, tidak sudi aku menjadi murid seorang penjahat keji yang suka menculik gadis dan merampok harta orang lain. Lauw Teng, dengarlah. Syaratku ketiga adalah kalau kau bisa menangkan samuraiku dan bisa memenggal batang leherku, baru aku suka menjadi murid atau pembantumu.”

Loan Ki diatas pohon terkikik menahan tawa. Geli hatinya melihat Lauw Teng si gendut yang menjadi melongo penuh amarah dan kecewa itu, di samping kegirangan hatinya bahwa pemuda Jepang yang menarik hati dan mengagumkannya itu ternyata benar seorang gagah yang hebat. Kembali ia bersiap sedia untuk membantu Samurai Merah itu andaikata terancam bahaya.

Memang marah sekali Lauw Teng. Sambil berseru keras dia mencabut goloknya yang tajam berkilauan.

“Bagus, kau Jepang keparat! Kalau kau ingin mampus, kenapa tidak sejak tadi bilang terus terang? Manusia tak tahu diri, diberi hati merogoh jantung, keparat!”

Goloknya berkelebat dan dengan kemarahan meluap-luap ketua Hui-houw-pang itu menerjang Ici.

Serangannya hebat dan dahsyat, golok menyambar menjadi kilat maut menyilaukan mata. Samurai Merah terkejut juga dan maklum bahwa kini dia menghadapi lawan yang pandai. Oleh karena itu iapun tidak berani memandang ringan. Cepat dia melompat ke belakang sejauh dua meter dan tangannya meraih pinggang.

“Srattt!”

Sinar berkilau ketika samurai yang merupakan pedang panjang melengkung itu tercabut dari sarungnya.






No comments:

Post a Comment