Ads

Sunday, January 27, 2019

Pendekar Buta Jilid 065

Kakek itu tertawa.
“Tadinya akupun bingung dan heran. Akan tetapi sekarang aku mengerti. Kau berhasil menggunakan jurus itu, justeru karena kau sedang dalam keadaan sedih dan marah. Dalam kesedihan luar biasa, hawa Im di tubuhmu bergolak, sebaliknya ketika kau marah dan sakit hati, hawa Yang bergolak. Karena inilah maka ketika kau melakukan pukulan-pukulan yang dua macam dan bertentangan itu, kedua hawa itu dapat kau pergunakan lewat pukulanmu dan dalam kemarahan serta kesedihan tadi kau dapat mendorong kedua macam hawa yang berlawanan itu keluar tubuh. Itulah sebabnya mengapa pukulan-pukulan itu hebat bukan main sehingga aku sendiri hampir mampus karenanya. Adapun ketika kau mencoba untuk melakukannya kembali, kau sudah dapat menguasai kesedihan dan kemarahanmu, karena kau tidak berniat menyerang orang, maka kau tidak mendorong keluar kedua hawa itu. Akibatnya dua hawa berlawanan itu mengamuk di dalam tubuhmu dan saling gempur sendiri. Tentu saja kau tidak kuat menahan. Masih baik kau tidak mati tadi, ha-ha-ha!”

“Wah, kalau begitu jurus tadi jahat sifatnya, Locianpwe.”

“Di dunia ini tidak ada sesuatu yang jahat atau baik. Tergantung dari orangnya sendiri yang mempergunakannya. Ilmu tetap ilmu, jurus tetap jurus dan jurus yang kau temukan secara tidak sengaja tadi merupakan anugerah yang harus kau pelajari baik-baik. Dengar baik-baik, Kun Hong. Dalam keadaan terdesak dan terpaksa karena menghadapi ancaman lawan tangguh yang akan mencelakakan dirimu, kau boleh mempergunakan jurus itu. Akan tetapi kau harus betul-betul berniat merobohkan lawan, sehingga dua macam hawa itu dapat kau salurkan dan dorong keluar menghantam lawan. Hanya kau seorang yang dapat mainkan jurus itu, karena kedua gerakan itu berdasarkan ilmu silat sakti yang telah kau pelajari. Nah, kau cobalah sekarang dan kau serang pohon ini dengan jurusmu tadi. Jangan kuatir, asal kau dapat menganggap pohon itu sebagai musuh besar yang amat tangguh dan yang harus kau robohkan, pasti kau tidak akan mengalami hal seperti tadi.”

Di dalam hatinya, Kun Hong tak suka dengan jurus yang dianggapnya keji dan ganas ini. Akan tetapi mendengar getaran penuh gairah, penuh kegembiraan dalam suara kakek itu, dia tidak tega dan merasa tidak enak kalau harus menolak. Tidak apalah untuk berlatih dengan pohon saja, akan tetapi dia yakin bahwa sukar baginya untuk memaksa hati menggunakan jurus pukulan ini terhadap seorang manusia.

Dia bangkit berdiri, mengingat-ingat gerakan tadi, memasang kuda-kuda ajaib dengan kaki kanan di depan, ujungnya diangkat berjungkit dan kaki belakang ditekuk lututnya, tangan kanan yang memegang tongkat agak diangkat keatas dengan tongkat melintang, tangan kiri dibuka jari-jari tangannya, ditekuk ke bawah seperti orang hendak mengambil sesuatu dari tanah.

Song-bun-kwi memandang dengan mata bersinar-sinar saking kagum dan gembira hatinya. Matanya sampai dipaksa supaya jangan berkedip agar dia dapat mengikuti semua gerakan pemuda itu dengan baik.

Kun Hong mengumpulkan seluruh tenaganya, tapi merasa betapa dua macam tenaga yang berlawanan berkumpul dan berputaran di dada, membuat dadanya sesak. Dia hendak memaksa tenaga itu keluar melalui kedua lengannya, akan tetapi sukar sekali dan akhirnya dia menarik kembali tenaganya, menurunkan kedua tangan, tidak jadi menyerang ke depan.

“Eh, kenapa??” Song-bun-kwi berteriak, kecewa dan marah. “Kenapa tidak kau teruskan? Sudah bagus sekali tadi!”

Kun Hong menarik napas panjang dan menggeleng kepala.
“Saya tidak bisa, Locianpwe. Tidak bisa memaksa hati membenci pohon apalagi kalau membayangkan bahwa pohon ini adalah pengganti seorang manusia, hati menjadi ngeri………”

Song-bun-kwi membanting-banting kakinya. Benar-benar seorang pemuda yang berhati lemah dan berwatak halus. Masa terhadap sebatang pohon saja tidak tega menjatuhkan tangan maut?

“Bodoh kau! Ini penting untuk latihan. Anggap saja bahwa pohon itu musuhmu!”

“Saya tidak punya musuh, Locianpwe.”





“Apa? Kau bisa bilang tidak punya musuh? Sudah lupa lagikah kau betapa Thai-san-pai dibakar orang, adikmu Cui Sian diculik orang dan rumah tangga pamanmu Beng San menjadi rusak berantakan? Yang berdiri di depanmu itu bukan lagi pohon biasa, dia adalah musuhmu yang telah berlaku keji dan jahat terhadap Thai-san-pai.”

Mendadak Kun Hong mengeluarkan suara bentakan nyaring, tubuhnya bergerak seperti tadi, lalu seperti kilat nyambar kedua tangannya itu menyerang dengan berbareng, melakukan gerak jurus yang maha dahsyat itu.

Tongkat berkelebat menjadi sinar merah menembus pohon, tangan kiri mencengkeram dan……. pohon itu masih tetap berdiri tanpa bergoyang sedikitpun sedangkan Kun Hong sudah melompat ke belakang dengan berjungkir balik beberapa kali.

“Hebat……….. hebat………..!” kakek itu bersorak.

Angin datang bertiup menggerakkan daun-daun pohon itu dan……… lambat pohon itu tumbang, patah di tengah-tengah dimana tadi dilalui sinar merah, roboh mengeluarkan suara hiruk-pikuk dan batang sebelah atas remuk-remuk terkena cengkeraman tangan kiri Kun Hong tadi. Kiranya tadi hanya kelihatannya saja tidak apa-apa, padahal batang pohon itu telah patah-patah dan bagian yang dicengkeram telah remuk di bagian dalam!

“Bagus sekali, Kun Hong! Dengan jurus ini agaknya kau yang akan dapat membalaskan sakit hati pamanmu. Mudah diduga bahwa musuh yang dapat mengacau dan merusak ketenteraman di Thai-san-pai, pasti adalah orang-orang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Kalau kau berhasil bertemu dengan mereka dan tak dapat mengalahkan mereka dengan ilmu silat biasa, kau pergunakanlah jurus ini.”

“Saya akan mencari mereka, Locianpwe,” kata Kun Hong dengan suara penuh dendam. “Saya akan mencari pembunuh paman Tan Hok, mencari mereka yang melakukan fitnah dan mengadu domba antara Thai-san-pai dengan orang-orang gagah, mencari penculik adik Cui Sian.”

“Jurus tadi hanya kau seorang yang mampu melakukannya, tapi karena tercipta di luar kesadaranmu dan aku yang pertama kali melihatnya, maka aku yang hendak memberi nama,” kata kakek itu sambil tertawa bergelak, nampaknya puas sekali.

“Terserah kepada Locianpwe.”

“Jurusmu tadi tercipta karena peluapan rasa duka dan amarah, jurus yang hanya dapat dilakukan tanpa membahayakan diri sendiri dengan landasan dendam, maka kuberi nama jurus serangan Sakit Hati. Bagaimana pikirmu, cocok tidak?”

Di dalam hatinya Kun Hong tidak setuju. Sejak dahulu dia menganggap bahwa asas dendam dan sakit hati amatlah berlawanan dengan pribudi dan kebajikan. Kalau sekarang dia hendak mencari orang-orang yang merusak Thai-san-pai, mencari penculik Cui Sian, kalau perlu memhukum atau membasmi mereka, semata-mata karena dia menganggap orang-orang itu amatlah jahat dan kalau dibiarkan dan tidak ditentang tentu akan makin merajalela dan mendatangkan banyak malapetaka di dunia ini. Sekali-kali bukan karena dendam dan sakit hatinya.

Akan tetapi, oleh karena dia sendiri maklum bahwa tanpa adanya Song-bun-kwi, dia sendiri tidak akan dapat menemukan jurus hebat ini, maka dia anggap bahwa jurus itu adalah hasil ciptaan Song-bun-kwi, maka kakek itulah yang berhak memberi nama.

“Saya setuju, Locianpwe.” Kemudian disambungnya, “Locianpwe, karena paman Beng San tertimpa malapetaka hebat, saya rasa hal yang paling dahulu harus dilakukan adalah memberi tahu kepada putera-puteranya.”

“Betul katamu, memang harus demikianlah. Biarpun Kong Bu goblok, akan tetapi dia putera Beng San dan wajib dia membantu untuk mencari adiknya serta membalas sakit hati ini. Juga Sin Lee di Luliang-san harus diberi tahu. Kun Hong, biarlah aku sendiri yang akan memberi tahu kepada dua orang itu, ini termasuk kewajibanku. Kau sendiri hendak kemana sekarang?”

“Saya adalah seorang buta, Locianpwe. Tentu amatlah sukar untuk melakukan penyelidikan seorang diri. Oleh karena itu, saya bermaksud pergi ke kota raja untuk mencari para anggauta kaipang (perkumpulan pengemis), karena dari mereka ini agaknya saya akan dapat mencari keterangan tentang orang-orang jahat yang memusuhi Thai-san-pai. Selain itu, juga saya mempunyai urusan penting yang ada hubungannya dengan mahkota ini, untuk saya sampaikan kepada yang berhak.”

Song-bun-kwi sebetulnya amat suka dekat dengan Kun Hong dan bercakap-cakap dengan si buta ini. Akan tetapi sebagai seorang tokoh besar, tentu, saja dia tidak suka melakukan perjalanan berkawan. Apalagi sekarang mereka mempunyai tujuan masing-masing, maka dia segera menepuk-nepuk pundak Kun Hong dan berkata,

“Kita berpisah disini. Ingat, Kun Hong, lekas kau mencari jodoh dan jangan lupa, anakmu kelak akan menjadi muridku!”

Kun Hong tersenyum pahit dan mukanya menjadi merah. Dia tidak dapat menjawab, hanya mengangguk-angguk, lalu menjura dalam ketika dia mendengar betapa kakek itu berkelebat cepat pergi dari situ.

Hanya suara ketawanya saja terdengar dari tempat yang sudah jauh. Dia menarik napas panjang dan kagum sekali. Kakek itu memang aneh, kadang-kadang amat kejam seperti iblis kata orang, akan tetapi Kun Hong maklum bahwa pada dasarnya kakek ini hanyalah seorang manusia biasa yang mempunyai kelemahan-kelemahannya. Diapun lalu berjalan perlahan, meraba-raba dengan tongkatnya dengan tujuan bertanya orang di jalan ke kota raja.

**** 065 ****





No comments:

Post a Comment