Ads

Sunday, January 27, 2019

Pendekar Buta Jilid 064

“Hebat….. hebat……….. bukan main……..!”

Dia mengomel lalu menjatuhkan diri duduk bersila, sekali lagi muntahkan darah segar dan dia lalu meramkan mata mengatur napas karena benturan tadi telah mendatangkan sakit di dalam dadanya, tanda bahwa ia telah terluka dalam!

Adapun Kun Hong yang tadinya seperti orang kemasukan setan, sekarang agaknya baru sadar. Dia melongo, menoleh kesana kemari, lalu……….. menangis terisak-isak, menyebut-nyebut nama Cui Bi. Kiranya pemuda ini karena amat hancur hatinya mengingat akan nasib paman dan bibinya, sekaligus teringat kepada Cui Bi.

Ki Han tak berani bergerak dari tempat dia berdiri. Dia tadi melihat kejadian yang amat hebat. Belum pernah selama hidupnya dia menyaksikan ilmu kesaktian seperti tadi. Dia merasa serem dan ngeri, juga merasa sedih karena kedukaan Kun Hong itu seperti pisau yang merobek kembali luka di dalam hatinya. Dia hanya berdiri dengan air mata bercucuran.

Berkat hawa murni dan tenaga dalam yang sudah amat kuat, benturan pukulan sakti tadi tidak mengakibatkan luka parah di dalam dada Song-bun-kwi dan beberapa menit kemudian dia telah dapat menyembuhkan akibat yang menimbulkan rasa nyeri di dada. Dia membuka mata, memandang Kun Hong yang terisak-isak menangis. Cepat kakek ini melompat bangun dan dengan langkah lebar dia menghampiri Kun Hong, terus merangkulnya.

“Uhhh, dengan jurus sakti yang kau miliki tadi, tidak patut kau mengeluarkan air mata, Kun Hong. Hebat sekali gerakanmu tadi dan hampir nyawaku yang sudah tua ini melayang kalau aku tadi tidak cepat-cepat mengelak. Bukan main!” Dia memuji dengan muka berseri gembira sekali.

“Kwee-locianpwe, aku akan membalas dendam ini! Aku tidak terima paman Beng San dan bibi dihina dan diperlakukan seperti ini. Aku akan mencari Cui Sian sampai dapat dan aku bersumpah takkan mau hidup lagi kalau tidak dapat membalas kejahatan orang-orang itu!”

“Ha-ha-ha, ini baru ucapan seorang jantan! Memang, Kun Hong, kejahatan harus ditumpas habis. Dan dengan jurus yang kau miliki tadi, takkan ada tokoh di dunia ini yang akan mampu melawanmu. Ha-ha-ha!”

Kun Hong yang sudah berhenti menangis itu terheran.
“Locianpwe, jurus apa yang kau maksudkan? Aku tadi hampir pingsan oleh kemarahan yang menyesakkan dada, aku tidak sadar lagi yang kulakukan.”

“Ha-ha-ha, hampir kau memukul mampus padaku, masa kau tidak ingat?”

Bukan main kagetnya hati Kun Hong. Disangkanya kakek yang biasanya memang berwatak aneh dan gila-gilaan ini main-main dengannya.

“Saudara Su Ki Han, betulkah kata-kata Kwee-locianpwe ini?”

Murid kepala Thai-san-pai itu sudah cukup memiliki dasar ilmu silat tinggi sehingga dia maklum apa yang telah terjadi tadi. Dia menjawab,

“Saya tidak mengerti apa yang telah terjadi, Taihiap. Hanya tadi saya lihat Taihiap memukul hancur dua buah batu besar, kemudian ketika locianpwe mendekat, Taihiap menyerangnya sehingga terjadi benturan yang mengakibatkan…..” Dia tidak berani melanjutkan.

Song-bun-kwi tertawa.
“Ha-ha-ha, akibatnya aku terlempar dengan nyawa hampir putus! Hebat sekali, Kun Hong.”

Pemuda itu bingung.
“Tapi……….. benar-benar saya tak tahu dengan jurus apa saya telah berlancang tangan menyerang Locianpwe.”

Song-bun-kwi adalah seorang tokoh besar dunia persilatan. Tentu saja pengetahuannya dalam hal ilmu silat amatlah dalam dan luas. Dia dapat menduga bahwa kemarahan dalam batin si buta itu membuat dia melakukan gerakan otomatis yang timbul daripada dasar tenaga sakti di dalam tubuhnya. Dengan demikian terciptalah sejurus pukulan yang amat hebat tanpa disadari oleh pemuda itu sendiri. Dia tahu pula bahwa Kun Hong mempunyai pendengaran yang amat tajam sebagai pengganti mata, maka dia lalu berkata,

“Kau pinjamkan sebentar tongkatmu kepadaku, biar kucoba tiru gerakanmu tadi. Nah, kau tadi membabat dengan tongkat begini!”





Song-bun-kwi seberapa dapat dan seingatnya melakukan gerakan seperti yang dilakukan Kun Hong tadi dengan tongkat itu, membabat dari kanan kekiri miring dari atas kebawah.

Kagetlah Kun Hong. Itulah sebagian daripada jurus Pedang Im-yang-sin-kiam yang dia dapatkan dari Tan Beng San.

“Dan berbareng tangan kirimu mencengkeram dari kiri kekanan mengarah iga, bergerak dari bawah seperti ini, tapi mengeluarkan suara bercuitan.” Kembali kakek itu meniru pukulan atau cengkeraman dari tangan kiri Kun Hong tadi.

Sekali lagi Kun Hong terkejut. Itulah ilmu pukulan dari Kim-tiauw-kun yang paling hebat, seperti juga gerakan pedang tadi adalah jurus simpanan yang rahasia dari Im-yan-sin-kiam.

“Kau melakukan dua gerakan ini sekaligus menjadi sebuah jurus yang sakti, tentu saja aku tidak dapat melakukannya, karena tampaknya berlawanan sekali gerakan itu, juga sambaran tenaga dari kedua tanganmu berlawanan. Benar-benar aneh dan hebat sekali. Kun Hong coba kau mainkan lagi jurus ini, dengan kedua tanganmu, ingin sekali aku menyaksikan sekali lagi!” Dia mengembalikan tongkatnya.

Kun Hong ragu-ragu. Menurut teori, tak mungkin dua macram pukulan itu disatukan, sungguhpun keduanya dia faham benar. Ilmu Silat Im-yang-sin-hoat biarpun terdiri dari penggunaan dua macam tenaga, akan tetapi selalu tenaga Im-kang dan Yang-kang digunakan secara bergantian untuk membingungkan lawan. Karena pergantian-pergantian yang tidak terduga-duga inilah maka ilmu itu merupakan ilmu yang selama ini merajai dunia persilatan.

Akan tetapi bagaimana mungkin mempergunakan dua macam tenaga dalam satu gerakan? Namun demikian, mendengar kesungguhan suara kakek itu, dia merasa tidak enak kalau tidak mau mencobanya.

“Baiklah, akan kucoba, Locianpwe. Mengharap petunjuk Locianpwe yang berharga………”

Setelah berkata demikian, Kun Hong memasang kuda-kuda dari Ilmu Silat Kim-tiauw-kun, kemudian dia mengerahkan tenaga karena ingin bergerak sungguh-sungguh. Tangan kirinya menyambar dibarengi sambaran tongkatnya dari kanan. Terdengar suara bercuitan seperti tadi, akan tetapi tiba-tiba Kun Hong mengeluh, tubuhnya limbung dan……….. dia roboh pingsan dengan muka pucat!

“Ah-ah……….. sudah kuduga……….. waah, tua bangka goblok.”

Song-bun-kwi memukuli kepalanya sendiri lalu cepat dia berlutut mendekati Kun Hong dan memeriksanya. Namun pemuda buta itu empas-empis, tubuhhya sebentar panas sebentar dingin, mukanya sebentar pucat sebentar merah. Kakek itu setelah memeriksa jalan darahnya, kaget mendapat kenyataan bahwa di dalam tubuh itu, dua kekuatan yang berlawanan sedang saling desak untuk menguasai tubuh itu. Inilah berbahaya, pikirnya, pikirnya karena gempuran-gempuran yang terjadi antara dua macam hawa sakti ini akan dapat merusak jantung Kun Hong. Dia sendiri adalah seorang yang ahli dalam tenaga sakti Yang-kang, maka cepat dia menempelkan telapak tangannya pada dada Kun Hong, mengerahkan tenaga Yang-kang untuk membantu tenaga di dalam tubuh pemuda itu menindih tenaga Im.

Dengan penambahan tenaga Yang-kang dari kakek ini yang amat kuat, ternyata tenaga Im di tubuh Kun Hong yang meliar itu dapat ditundukkan. Muka pemuda buta ini sekarang lebih lama merahnya daripada pucatnya, napasnya mulai kuat akan tetapi tubuhnya makin panas saja. Hal ini adalah karena dia masih pingsan sehingga tidak mampu mengendalikan hawa Yang-kang di tubuhnya yang kini sudah mulai dapat menguasai tubuhnya.

Setengah jam kemudian sadarlah Kun Hong. Dia mengeluh dan cepat-cepat dia mengerahkan tenaga yang hampir membuat tubuhnya meledak saking panasnya itu berputaran di seluruh tubuh sehingga dia normal kembali.

Song-bun-kwi melepaskan tangannya, keringat membasahi seluruh tubuh dan setelah mengumpulkan tenaganya dia berkata,

“Waahh, berbahaya sekali. Jurusmu itu hebat bukan main, Kun Hong, hebat dan berbahaya bagi lawan. Akan tetapi juga berbahaya bagi dirimu sendiri.”

Kun Hong maklum bahwa dia telah ditolong, maka dia berlutut menghaturkan terima kasih.

“Mohon petunjuk Locianpwe,” katanya sederhana.

Song-bun-kwi menoleh kepada Su Ki Han yang menyaksikan semua itu dengan melongo penuh keheranan dan kekaguman. Lalu kakek itu meloncat berdiri, menarik tangan Kun Hong supaya berdiri.

“Mari kita turun gunung, biar nanti kujelaskan kepadamu. Ki Han, kau adalah murid Thai-san-pai yang setia dan jujur, mudah-mudahan kejadian semua ini akan menambah pengertianmu dan memperdalam ilmumu. Kau berjagalah disini, menanti kembalinya gurumu. Kami berdua takkan tinggal diam, akan kubantu gurumu mencari puterinya. Hayo, Kun Hong, kita pergi!” Kakek itu menggandeng tangan Kun Hong dan keduanya melesat lenyap dari puncak itu.

Di kaki gunung itu, di bawah pohon besar, Song-bun-kwi dan Kun Hong berhenti dan duduk diatas akar pohon yang menonjol keluar dari tanah.

“Jurusmu tadi benar-benar luar biasa sekali, kalau kau sudah dapat melakukannya dengan sempurna, kiraku tidak akan ada orang yang mampu menahannya.” Song-bun-kwi mulai bicara,

“Akan tetapi, Locianpwe. Ketika pertama kali saya menggunakan jurus itu, saya berada dalam keadaan tidak sadar sehingga tidak ingat sama sekali tentang gerakan itu. Menurut permintaan Locianpwe, saya tadi melakukannya sungguhpun saya tahu bahwa jurus itu keduanya mengandung hawa pukulan yang bertentangan, sehingga akibatnya saya tidak kuat menahan dan roboh pingsan. Bagaimana bisa dibilang jurus lihai?”







No comments:

Post a Comment