Ads

Monday, March 11, 2019

Jaka Lola Jilid 120

Orang-orang muda itu lalu berloncatan keluar di dalam cuaca yang masih gelap itu. Hwat Ki dan sumoinya berlari kearah barat untuk menahan gelombang serangan bajak laut dari arah kiri. Cui Sian berlari kearah utara sedangKan Yo Wan berlari ke Selatan. Swan Bu sendiri yang sejak malam tadi gelisah memikirkan Siu Bi, kini menghilang seorang diri dengan tujuan untuk mencari kekasihnya diantara para bajak laut.

Hebat perang kecil yang terjadi di pagi buta yang masih gelap itu. Banyak anggauta pasukan pemerintah roboh karena hujan anak panah, akan tetapi setelah orang-orang muda perkasa itu keluar turun tangan, keadaan berubah dan banyak bajak laut yang roboh dan banyak pula yang mengundurkan diri.

Akan tetapi tak seorangpun diantara para muda perkasa itu melihat Yosiko. Bahkan pimpinan bajak laut yang lain hanya dua orang yang muncul, yaitu Thio Kong dan Yauw Leng, sedangkan yang dua orang lagi, Bong Ji Kiu dan adiknya Bong Kwan yang lengan kanannya kemarin buntung oleh serangan kilat Swan Bu, juga tidak tampak batang hidungnya.

Bun Hui memimpin anak buahnya mengamuk dan mengejar bajak-bajak yang melarikan diri. Karena tidak melihat Yosiko memimpin mereka, setelah merobohkan Thio Kong, Bui Hui, mgmbentak kepala bajak yang terluka ini,

“Hayo katakan, dimana adanya Hek-san-pangcu Yosiko?”

Biarpun sudah terluka parah, Thio Kong masih tertawa mengejek,
“Kau takkan melihat dia hidup lagi! Dia menjadi tawanan Bong Ji Kiu di dalam gua di tepi laut!”

Bukan main kagetnya hati Bun Hui. Disamping kaget dan khawatir akan keselamatan Yosiko, diam-diam dia juga lega. Ternyata gadis itu tidak mengingkari janji, tidak mengkhianatinya, melainkan menjadi tawanan bawahannya Sendiri yang memberontak!

“Hayo kau tunjukkan aku dimana gua tempat ia ditawan!” bentaknya sambil mengempit tubuh Thio Kong yang terluka dan membawanya lari.

Pasukannya itu ikut pula mengejar para bajak, dan selebihnya lalu mengikuti komandan mereka ke tepi laut.

Di depan sebuah gua yang besar dan gelap, Bun Hui berhenti. Dengan napas empas-empis Thio Kong berkata,

“Di situlah tempatnya….. Bong-twako pesan bahwa kau sendiri harus memasuki gua melawannya kalau kau ingin bertemu dengan Yosiko. Kalau membawa pasukanmu menyerbu, dia akan dibunuh…..” Setelah berkata demikian, Thio Kong roboh pingsan.

Bun Hui memerintahkan anak buahnya untuk menawan Thio Kong. Kemudian dia menghampiri mulut gua. Gua ini lebar, akan tetapi gelapnya bukan main. Dari luar tidak tampak apa-apa, hanya hitam gelap menyeramkan, agaknya ada terowongannya.

Gua batu karang itu merupakan mulut naga yang mengerikan dan tahulah Bun Hui bahwa memasuki gua ini merupakan bahaya besar. Akan tetapi mengingat akan nasib Yosiko di tangan Bong Ji Kiu, tak mungkin dia berdiam diri saja diluar gua.

Pada saat itu, Yo Wan dan Hwat Ki berlari-lari menghampiri Bun Hui. Dua orang muda ini tadinya bersama Cui Kim dan Cui Sian, bertemu setelah merekapun berhasil mengundurkan para bajak laut. Akhirnya Yo Wan mengajak Hwat Ki untuk membantu Bun Hui, sedangkan Cui Sian mengajak Cui Kim untuk mengejar kelain jurusan sambil mencari Swan Bu yang belum tampak.

Pada saat Yo Wan dan Hwat Ki tiba di tempat itu, Bun Hui sudah mulai meloncat memasuki gua setelah dia memerintahkan anak buahnya menjaga diluar.

“Bun-lote! Kemana kau?” Yo Wan berteriak heran.

Akan tetapi Bun Hui yang khawatir kalau-kalau Yo Wan dan Hwat Ki akan merintanginya jika mendengar bahwa Yosiko tertawan di dalam dan hanya dia yang boleh masuk seorang diri, tidak mempedulikan seruan ini dan terus melompat ke dalam.

Yo Wan bukan seorang sembrono. Cepat dia menghampiri seorang kepala regu dan bertanya apa maksudnya semua itu.

“Siauw-ciangkun masuk gua untuk menolong nona Yosiko yang menjadi tawanan bajak!” Orang itu menerangkan cepat. “Orang lain tak boleh masuk…..”






Yo Wan cepat melompat ke depan gua, berteriak,
“Bun-lote! Kembalilah cepat, kau terjebak…..!”

Akan tetapi terlambat sudah terdengar suara keras dan dari sebelah atas di dalam gua itu tiba-tiba runtuhlah batu-batu karang yang besar dan berat menutupi mulut gua dimana tadi Bun Hui lari masuk!

Debu mengebul tinggi keluar dari gua disertai pecahan-pecahan batu yang berhamburan kesana kemari. Yo Wan menggerakkan kakinya melompat keluar sehingga terhindar daripada hujan batu kecil yang hancur beterbangan tertimpa batu karang besar dari atas itu.

Selagi Yo Wan, Hwat Ki dan para perajurit tertegun dan gelisah, tiba-tiba terdengar suara nyaring dari belakang,

“Apa yang terjadi? Mana Yosiko anakku?”

Ketika Yo Wan menengok, ternyata yang datang ini adalah wanita setengah tua yang pernah menguji kepandaiannya, yaitu Tan Loan Ki, ibu dari Yosiko. Wanita ini wajahnya pucat, agaknya sudah mendengar tentang perang antara pasukan pemerintah dengan anak buah bajak laut, dan kini mencari Yosiko.

“Dia tertawan oleh Bong Ji Kiu dan berada di dalam gua ini. Komandan pasukan, Bun-ciangkun sedang berusaha menolongnya, akan tetapi terjebak ke dalam gua,” kata Yo Wan.

Wanita itu mengeluarkan seruan marah keras sekali, lalu tiba-tiba ia lari dari tempat itu! Yo Wan tidak mempedulikanya lagi, lalu maju dan bersama Hwat Ki memimpin para perajurit untuk membongkar runtuhan batu-batu dari atas yang menutup gua.

Bagaimanakah Yosiko bisa tertawan oleh Bong Ji Kiu? Betulkah ia tertawan? Memang sebetulnyalah. Setelah kalah bertanding melawan Bun Hui, hati gadis ini kagum sekali dan ia sudah mengambil keputusan untuk membubarkan orang-orangnya dan mencuci tangan, menyerah kepada Bun Hui yang bersikap baik terhadap dirinya. la tidak pedulikan anak buahnya yang tampak tidak puas. Dengan kata-kata singkat ia berkata kepada Bong Ji Kiu dan yang lain-lain,

“Aku lelah sekali. Biarlah aku mengaso malam ini dan besok kau kumpulkan semua kawan, aku mau bicara penting sekali. Jangan bergerak dan jauhkan dari pasukan kota raja agar tidak terjadi bentrokan.”

Yang kelihatan tidak puas sekali adalah Bong Ji Kiu. Adik kandungnya telah kehilangan lengan kanan dan kini pemimpin ini tampaknya tidak mempedulikan, bahkan tadi dalam pertandingan kelihatan mengalah terhadap musuh!

Malam itu Yosiko tidur di dalam pondoknya, bersama Siu Bi. Gadis ini tak dapat tidur, apalagi ketika ia tadi mendengar dari Yosiko tentang Swan Bu yang masih berada bersama pasukan kota raja, malah Yosiko memuji-muji Swan Bu dan menceritakan betapa pemuda buntung itu dengan hebatnya telah membuntungi lengan Bong Kwan yang menghinanya.

“Pilihanmu tidak keliru, Siu Bi. Putera Pendekar Buta itu hebat. Akan tetapi, Bun-ciangkun lebih hebat. Mereka memang orang-orang yang mengagumkan.” demikian kata Yosiko menutup ceritanya sebelum gadis kepala bajak itu pulas.

Siu Bi tak dapat pulas, gelisah hatinya. Mungkin sekali kekasihnya akan salah sangka, mengira bahwa dia kini menjadi bajak pula membantu Yosiko. Padahal ia bersama Yosiko karena tadinya hendak bersama-sama memusuhi Cui Sian. Aku harus pergi dari sini, pikirnya. Tidak ada gunanya lagi berkumpul dengan Yosiko.

Tiba-tiba Siu Bi mencium sesuatu yang harum sekali. la menjadi curiga dan cepat ia mengerahkan sinkang menahan nafas. Dilihatnya Yosiko bernapas panjang dan tenang dalam tidurnya. Ada asap kekuningan memasuki kamar itu dari celah-celah dinding. Siu Bi makin curiga. Dengan masih menahan napasnya, ia mengguncang-guncang tubuh Yosiko. Akan tetapi alangkah heran dan kagetnya ketika ia melihat Yosiko membuka sedikit matanya akan tetapi gadis itu lemas dan tidak mampu bangun.

“Asap beracun!” bisik Siu Bi kaget.

Cepat ia mencabut pedangnya dan meloncat turun dari pembaringan, terus menerjang kearah pintu. Ternyata di depan pintu sudah menanti banyak anak buah bajak, dipimpin oleh Bong Ji Kiu yang langsung menyerangnya dengan pengeroyokan, Siu Bi memutar pedangnya, akan tetapi karena ia memang sudah mengambil keputusan untuk pergi dari tempat itu, setelah berhasil merobohkan dua orang pengeroyok, ia lalu melompat kedalam gelap, terus melarikan diri. Kemudian didalam hutan itu ia mendengar keributan dan perang tanding antara bajak-bajak laut melawan pasukan pemerintah. la tetap bersembunyi.

Adapun Yosiko yang sudah menjadi korban asap beracun itu, sama sekali tidak dapat melawan ketika Bong Ji Kiu membelenggunya dan memanggulnya pergi. Andaikata gadis ini tidak berada dalam keadaan tidur pulas, seperti halnya Siu Bi, tentu ia takkan menjadi korban. Akan tetapi dalam keadaan pulas, ia telah menyedot asap beracun dan terbius dalam keadaan setengah pingsan.

Ketika melihat anak buahnya terdesak hebat dan banyak yang tewas, akhirnya Bong Ji Kiu maklum bahwa fihaknya akan kalah. Maka dia lalu membawa Yosiko lari kedalam gua rahasia dan berhasil menjebak masuk Bun Hui. la hendak menggunakan Bun Hui dan Yosiko untuk menjadi jaminan menyelamatkan diri.

Sementara itu, Swan Bu yang lebih dulu menyerbu ke daerah musuh dalam usahanya mencari Siu Bi, menjadi gelisah karena dia tidak melihat gadis itu diantara para bajak. Juga dia tidak melihat Yosiko. Pemuda ini mengamuk dan setiap orang bajak yang berani menghadangnya tentu roboh dengan sekali gerakan.

Banyak sudah dia merobohkan anak buah bajak, menangkap mereka dan bertanya dimana adanya kekasihnya, Siu Bi. Akan tetapi para bajak itu tidak ada yang tahu, atau tidak ada yang mau memberi tahu sehingga Swan Bu menjadi makin bingung.

Akhirnya dia dikepung oleh belasan orang bajak yang dipimpin oleh kepala bajak Yauw Leng yang bertubuh tinggi besar dan memegang sepasang pedang. Yauw Leng kemarin ikut dengan rombongan Yosiko, karena itu dia mengenal pemuda buntung ini yang kemarin telah membuntungi lengan kanan temannya, Bong Kwan.

Maka melihat pemuda ini, marahlah Yauw Leng dan ingin membalas dendam sahabatnya. la lalu mengerahkan anak buahnya mengepung. Akan tetapi kasihan bajak-bajak kecil itu. Mereka seakan-akan merupakan serombongan laron yang menerjang api lilin. Api itu hanya bergoyang-goyang, sama sekali tidak padam, akan tetapi laron-laron itu satu demi satu roboh!

Swan Bu berpikir bahwa sebagai pemimpin bajak, tentu orang tinggi besar yang kemarin datang bersama Yosiko ini sedikitnya tahu akan Siu Bi. Maka dia lalu mempercepat permainan pedangnya, merobohkan para bajak dan dengan gerakan yang tak tersangka-sangka dia meloncat ke depan Yauw Leng yang tadinya hanya memberi komando dari jarak aman.

Bajak laut itu kaget setengah mati. Tak disangkanya pemuda buntung itu dengan mudahnya mampu menembus kepungan belasan orang anak buahnya dan tahu-tahu sudah berkelebat di depannya. la cepat menggerakkan sepasang pedangnya menyerang, pedang kanan menyerang tubuh lawan, pedang kiri menyerang bagian atas. Gerakannya cepat dan ganas, tenaganya besar sehingga sepasang pedangnya mengeluarkan bunyi berdesingan.

Namun hal ini bajak laut yang biasanya jarang menemukan lawan dengan sepasang pedangnya yang dahsyat itu, menemui lawan yang ilmu kepandaiannya jauh lebih tinggi dari padanya.

Biarpun Swan Bu telah kehilangan lengan kirinya, namun kalau baru lawan setingkat bajak laut ini, biar ada sepuluh orang macam Yauw Leng kiranya dia takkan kalah. Pedang Kim-seng-kiam, berkelebat bagaikan halilintar menyambar, dari mulutnya keluar bentakan yang menggetarkan jantung, kemudian terdengar bunyi nyaring dan tahu-tahu sepasang pedang di tangan Yauw Leng telah patah-patah, disusul pekik kesakitan ketika bajak itu tertotok roboh oleh gagang pedang Swan Bu.

Para anak buah bajak berteriak-teriak menyerbu, namun sekali memutar pedang, empat orang bajak laut roboh. Kemudian Swan Bu menyambar tubuh Yauw Leng dan sekali dia berkelebat, lenyaplah dia dari depan para bajak laut yang menjadi kebingungan karena kehilangan pimpinan. Akhirnya mereka itu lari cerai-berai ketika melihat pasukan pemerintah sudah berlari-lari dari lain jurusan dengan senjata diacung-acungkan penuh ancaman!

“Hayo katakan, dimana adanya nona Siu Bi yang tadinya bersama ketuamu Yosiko? Katakan sebenarnya, kalau tidak…..akan kucincang hancur tubuhmu!”

Swan Bu rnengancam setelah dia berada di tempat sunyi dan membanting tubuh bajak ke bawah.

Yauw Leng mengeluh panjang, lalu berkata,
“Dia….. dia tertawan oleh….. Bong Kwan yang kemarin kau buntungi lengannya! Dia tentu akan tewas oleh Bong Kwan yang sakit hati kepadamu kalau tidak lekas kau tolong…..”

“Dimana dia? Dimana bangsat itu dan dimana Siu Bi ditawan?” tanya Swan Bu dengan gugup.






No comments:

Post a Comment