Ads

Monday, March 4, 2019

Jaka Lola Jilid 090

“Tidak hanya Cui Sian yang menemanimu, aku sendiripun akan kesana untuk menghibur ibumu. Malah kalau kalian tidak keberatan, Kun Hong dan isterimu, lebih baik kita semua pergi ke Min-san. Selain tempat itu paling dekat dari sini sehingga kita dapat beristirahat dan memulihkan kesehatan disana, juga dengan hadirnya kalian berdua, kurasa akan mengurangi kedukaan ibunya Lee Si.”

“Bukan itu saja, kuharap Suheng dan Cici ikut ke Min-san untuk membicarakan hal yang amat penting.”

“Hal penting apakah?” tanya Pendekar Buta dan Raja Pedang hampir berbareng.

“Aku sudah ceritakan hal itu kepada cici Hui Kauw yang telah menyetujui pula. Marilah kita berangkat, nanti di dalam perjalanan aku akan ceritakan hal itu kepada Ayah, biar cici Hui Kauw menceritakannya kepada Kwa-suheng.” jawab Cui Sian dan kali ini Lee Si yang menundukkan mukanya karena gadis ini sudah dapat menduga apa yang akan dikemukakan oleh Cui Sian itu.

Diam-diam ia amat berterima kasih kepada Cui Sian, karena iapun tadi, biarpun kurang jelas mendengar percakapan antara Cui Sian dan Hui Kauw. Dan iapun maklum sedalam-dalamnya bahwa satu-satunya jalan untuk mencuci bersih namanya, dan untuk melenyapkan kesalah fahaman antara mereka, untuk mencuci habis peristiwa yang hampir merusak hubungan diantara mereka, hanya satu itulah yaitu ikatan jodoh antara dia dan Swan Bu!

Dan ia sudah setuju seratus prosen di dalam hatinya yang telah tercuri oleh Swan Bu yang gagah dan tampan, biarpun ada satu hal yang merupakan ganjalan dan merupakan duri dalam daging, yaitu Siu Bi!

Sesungguhnya tidaklah terlalu Sukar mencari keterangan tentang Swan Bu. Tidak banyak terdapat seorang pemuda tampan dengan tangan kiri buntung. Akan tetapi karena tidak tahu ke jurusan mana pemuda itu pergi, Yo Wan harus menjelajahi semua dusun di sekitar tempat itu, dan setelah dia berkeliling sampai sehari lamanya, barulah di sebuah dusun kecil dia mendengar keterangan tentang Swan Bu. Di dusun ini orang melihat pemuda tampan berlengan kiri buntung yang berjalan menuju ke utara.

Yo Wan segera mengejar ke utara dan terpaksa dia bermalam di sebuah dusun karena terhalang malam. Pada keesokan harinya, dia melanjutkan pengejarannya sambil bertanya-tanya. Keterangan yang dia dapatkan kemudian benar-benar membuat dia mengerutkan alisnya.

Orang melihat Swan Bu melakukan perjalanan bersama seorang wanita cantik jelita yang merawat luka pemuda itu. Dari keterangan yang didapat, dia dapat menduga bahwa gadis itu adalah Siu Bi! Swan Bu agaknya bertemu dengan Siu Bi dan melakukan perjaianan bersama!

Hatinya amat gelisah. Tak salah dugaannya, Swan Bu saling mencinta dengan gadis itu, gadis yang telah membuntungi lengannya. la sudah menduga akan perasaan Swan Bu ini ketika dahulu Swan Bu minta supaya Siu Bi yang membuntungi lengannya dibebaskan.

Akan tetapi tadinya dia tidak tahu bahwa Siu Bi pun membalas cinta kasih itu. Baru sekarang, mendengar gadis itu mengawani Swan Bu dan merawat lukanya dalam perjalanan yang mereka lakukan berdua, dia dapat menduga akan hal itu. Akan tetapi, mengapa Siu Bi membuntungi lengan Swan Bu?

Yo Wan benar-benar tidak mengerti. Akan tetapi dia cukup mengenal watak Siu Bi yang aneh dan liar dan tentu saja gadis seperti itu dapat melakukan hal yang aneh-aneh dan tak masuk akal, seperti misalnya membuntungi lengan orang yang dicintanya.

Yang membuat Yo Wan mengerutkan keningnya adalah karena dia merasa tidak senang kalau benar-benar mereka berdua saling mencinta. Menurut pendapatnya, Swan Bu harus berjodoh dengan Lee Si. Gadis yang malang itu selain kehilangan ayahnya, juga telah difitnah dan dicemarkan nama baiknya.

Swan Bu harus mengambilnya sebagai isteri, karena jalan inilah satu-satunya untuk mencuci noda pada nama baik Lee Si. Kalau Swan Bu berjodoh dengan Siu Bi, hal ini akan menimbulkan banyak akibat yang tidak baik dan tentu saja orang tua pemuda itu akan menentangnya.

Di dunia ini memang terjadi hal aneh-aneh. Cinta memang aneh, seperti anehnya sikap Cui Sian tadi! Terang bahwa hatinya telah bertekuk lutut dan mencinta puteri Raja Pedang itu. Akan tetapi tentu saja dia tidak berani nekat. la mengenal diri sendiri, seorang yatim piatu yang bodoh dan miskin, dan dia cukup mengenal pula siapa Cui Sian. Puteri tunggal Raja Pedang, ketua Thai-san-pai!

Betapapun juga, dia tidak dapat menahan gelora di hatinya dan tak dapat menghapuskan harapan hampa di hatinya bahwa gadis itu akan membalas cintanya, harapan bahwa kelak gadis itu akan menjadi jodohnya. Betapapun gila harapan-harapan itu! Akan tetapi sikap Cui Sian tadi ah, siapa tahu, cinta memang aneh. Ataukah orang-orang yang terjerat cinta lalu menjadi sinting dan melakukan hal-hal aneh?






Di dalam perjalanannya mencari Swan Bu ini Yo Wan mendengar banyak hal yang selama ini tidak pernah menjadi perhatiannya. Hal-hal mengenai keadaan

Agaknya ucapan ketua Siauw-lim-pai telah mengukir kesan mendalam di hatinya, membuat dia sadar bahwa selama ini hidupnya hampa, tidak ada isinya, karena dia telah lalai akan kewajibannya sebagai seorang anak bangsa. Kesan inilah yang membuat dia menaruh perhatian akan berita yang didengarnya di sepanjang jalan.

Semenjak Kaisar Yung Lo, pendiri dari kota raja utara (Peking), memegang tampuk pemerintahan, keadaan dalam negara boleh dikata menjadi tenteram. Kaisar yang semenjak mudanya menjadi panglima perang ini memerintah dengan tangan besi. Sayangnya bahwa pada waktu itu, kerajaannya masih mengalami banyak gangguan dari luar, terutama sekali dari bangsa Mongol dan suku bangsa lain di utara, yang berusaha keras menebus kekalahan bangsanya setengah abad yang lalu.

Selain ini, juga para bajak laut di pantai timur yang terdiri dari bangsa Jepang, merupakan gangguan. Namun tentu saja gangguan para bajak laut ini tidaklah sebesar gangguan dari utara. Oleh karena inilah Kaisar Yung Lo mencurahkan perhatiannya ke arah utara.

Tembok besar yang melintang di utara itu dia betulkan dengan mengerahkan ratusan ribu tenaga manusia. Tadinya tembok besar ini boleh dibilang sudah runtuh, atau sengaja diruntuhkan dijaman Kerajaan Mongol berkuasa, karena tentu saja bagi Kerajaan Mongol, tidak perlu adanya tembok besar yang memisahkan negara jajahan dengan negara asal mereka.

Setelah Kerajaan Mongol jatuh dan Kerajaan Beng-tiauw berdiri, tembok besar yang seakan-akan merupakan tanggul pencegah banjirnya serbuan lawan dari utara itu dibangun kembali. Dan ketika Yung Lo menjadi kaisar, pembangunan ini dipergiat, juga Kota Raja Peking dibangun dengan hebatnya.

Namun, semua pembangunan ini oleh kaisar diserahkan kepada para pembantunya, karena kaisar sendiri, sebagai seorang bekas panglima perang yang berpengalaman, sibuk memimpin pasukan-pasukan menyerbu ke utara untuk memerangi bangsa Mongol yang selalu merupakan ancaman itu.

Agaknya karena terlalu sering kaisar meninggalkan istana untuk memimpin barisannya berperang itulah yang menimbulkan merajalelanya kaum koruptor, para pembesar yang menyalah gunakan kedudukan dan wewenangnya, terjadi pertentangan dalam perebutan kekuasaan antara para penjilat dan para penentang, antara pangeran yang mencalonkan diri menjadi pengganti kelak apabila kaisar meninggal dunia.

Terjadilah perpecahan menjadi beberapa golongan yang berdiri di belakang pangeran yang menjadi calon atau jago aduan masing-masing, dengan mereka sebagai “botoh-botohnya”.

Yo Wan mendengar betapa banyak orang gagah pergi ke utara dan menjadi barisan suka rela membantu kaisar memerangi orang-orang Mongol. Ternyata bahwa musuh dari utara itu tidak boleh dipandang ringan. Sungguhpun mereka tidak pernah berhasil menyerbu ke selatan melalui tembok besar, namun perlawanan yang mereka lakukan di utara cukup sengit sehingga di fihak tentara kerajaan banyak jatuh korban.

Orang-orang Mongol mempunyai panglima-panglima yang pandai, malah kabarnya dibantu oleh orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi. Bantuan dari orang-orang sakti inilah yang menarik banyak orang kang-ouw menjadi sukarelawan, karena sudah menjadi semacam penyakit pada ahli-ahli silat kelas tinggi untuk mencoba-coba ilmu mereka apabila mereka mendengar tentang musuh yang berilmu tinggi pula.

Demikian pula, penyakit macam ini terdapat pula dalam diri Yo Wan. Ketika pada suatu hari dia mendengar dongeng seorang bekas sukarelawan akan adanya seorang jagoan Mongol yang sekaligus menewaskan enam orang jagoan kerajaan dalam sebuah pertempuran, dia menjadi penasaran sekali.

Kemudian mendengar akan kegagahan kaisar yang memimpin setiap perang tanding besar-besaran dengan gagah perkasa, ikut pula mengayun pedang memutar tombak sebagai panglima yang tidak hanya mengomando dari belakang dan dari tempat yang aman saja, hati Yo Wan ikut bergelora penuh semangat dan tertarik. Alangkah senangnya ikut berjuang di bawah pimpinan seorang kaisar segagah itu, pikirnya, dan ucapan dari ketua Siauw-lim-pai makin jelas berdengung di telinganya.

“Apa gunanya memiliki kepandaian kalau hanya untuk saling bunuh dengan saudara dan bangsa sendiri?” demikian ucapan ketua Siauw-lim-pai yang berdengung di telinganya.

Diam-diam Yo Wan merasa heran ketika jejak Swan Bu menuju terus ke utara, malah agaknya ke kota raja. la telah mengeluarkan kepandaiannya untuk menyusul, akan tetapi ternyata selalu dia tertinggal di belakang. Soalnya adalah karena kedua orang itu agaknya melakukan perjalanan secara sembunyi sehingga, kadang-kadang mereka lenyap, tak dapat dia mendengar keterangan.

Kalau akhirnya dia mendapatkan lagi keterangan tentang Swan Bu dan Siu Bi, ternyata mereka itu telah mengambil jalan memutar secara diam-diam, seakan-akan mereka memang sengaja menghilangkan Jejak agar jangan mudah disusul orang. Inilah yang membuat Yo Wan kewalahan dan sampai sekian lamanya belum ]uga dia dapat menyusul. Akan tetapi, hatinya lega selama dia masih bisa mendengar berita tentang Swan Bu. Ke manapun juga dia akan mengejar sampai dapat bertemu.

Pada suatu hari sampailah dia ke kota Leng-si-bun, sebuah kota kecil di sebelah timur Cin-an, di lembah Sungaij Huang-ho. Kota raja baru berada di sebelah utara daerah ini, tidak begitu jauh lagi, paling jauh dua ratus li. Laut timur, yaitu Lautan Po-hai, tidak jauh pula dari tempat ini, hanya terpisah seratus li kurang lebih.

Ramai di kota Leng-si-bun ini, karena tempat ini merupakan pelabuhan bagi perahu-perahu yang mengangkut barang hasil bumi yang hendak dilayarkan ke laut timur. Yo Wan memasuki kota Leng-si-bun karena dua hari yang lalu dia mendengar keterangan bahwa pemuda lengan buntung dan gadis cantik yang dicarinya menuju ke kota ini.

Hari telah siang ketika dia memasuki kota itu. Dimasukinya sebuah rumah makan yang cukup besar, yang berada di tengah-tengah kota. la merasa lelah dan kecewa juga karena di kota inipun dia tidak melihat Swan Bu, biarpun dia tadi sudah berputar-putar di sepanjang jalan yang panas berdebu.

Rumah makan itu mempunyai sepuluh buah meja, meja-meja bundar lebar dikelilingi delapan buah bangku tiap meja. Akan tetapi pada saat itu hanya ada tiga buah meja saja yang dihadapi tamu. Sebuah meja di sudut luar dikelilingi enam orang laki-laki yang minum arak sambil makan mie dan bersendau-gurau dengan suara parau. Agaknya mereka itu adalah juragan-juragan perahu bersama pedagang pedagang.

Yo Wan mengerutkan keningnya ketika mendengar percakapan yang mereka lakukan dengan suara keras itu, karena percakapan ini kotor dan cabul. Mereka membicarakan pengalaman mereka dengan perempuan-perempuan lacur di kota itu dan percakapan mereka diseling tertawa terkekeh-kekeh.

Tentu saja Yo Wan tidak akan mempedulikan mereka kalau saja dia tidak mengerling kearah meja kedua yang dihadapi tamu. Di meja sebelah dalam, duduk dua orang muda, seorang gadis dan seorang laki-laki muda. Tadi ketika dia lewat di depan restoran ini, hatinya berdebar tegang karena mengira bahwa mereka adalah Swan Bu dan Siu Bi.

Akan tetapi setelah dia masuk, dia mendapat kenyataan bahwa sepasang orang muda itu bukanlah orang-orang yang dia cari. Si pemuda mengenakan jubah biru muda dengan ikat pinggang dan ikat kepala warna kuning. Wajah pemuda itu tampan dan gagah, sikapnya tenang dan usianya paling banyak dua puluh dua tahun. Si gadis berpakaian serba merah muda, cantik jelita antara dua puluh tahun usianya, di punggungnya tampak menonjol gagang pedang.

Gadis ini kelihatan keren dan angkuh. Keduanya sedang makan mie dan masakan daging sambil minum arak, sama sekali tidak bicara maupun memperhatikan keadaan sekelilingnya.

Akan tetapi karena Yo Wan duduk menghadap kearah gadis yang kebetulan juga duduknya menghadap ke arahnya, dia dapat mencuri pandang dan melihat betapa sepasang mata gadis itu menyambar-nyambar dari sudut mata, mengerling dengan ketajaman bagaikan gunting.

Namun sikapnya tenang sekali. Dengan hadirnya seorang gadis di situlah yang membuat Yo Wan merasa mendongkol dan tidak senang hatinya mendengar kelakar enam orang laki-laki kasar itu, yang sama sekali tidak tahu sopan, bicara kotor dan cabul di dekat seorang wanita muda.

Makin mendongkol hati Yo Won ketika melihat betapa orang-orang kasar itu kadang-kadang menengok kearah si gadis baju merah sambil menyeringai memperlihatkan gigi kuning. Akan tetapi diam-diam dia kagum melihat betapa gadis itu tetap tenang dan sama sekali tidak memperlihatkan perasaan apa-apa, juga si pemuda tetap makan dengan tenang-tenang saja.






No comments:

Post a Comment