Ads

Tuesday, February 12, 2019

Pendekar Buta Jilid 123

Namun Hui Kauw tidak mundur, malah cepat ia mengambil pedang It-to-kiam Gui Hwa tadi dan serta merta ia menyerbu dan membantu Kun Hong. Karena maklum bahwa tiga orang wanita itu sakti, Hui Kauw segera mainkan ilmu pedang simpanannya yang ia dapatkan dari kitab rahasia.

Setelah ia menyerbu, terpaksa Kui Siauw melayaninya sehingga lumayan juga bagi Kun Hong yang hanya menghadapi dua orang lawan.

Pada saat itu terdengar suara orang yang parau,
“Ang-hwa Sam-ci-moi, celaka sekali! Kita terjebak dan terkepung musuh. Lekas bereskan si buta itu!”

Dan muncullah Souw Bu Lai dan Ka Chong Hoatsu, sedangkan di belakangnya tampak berlari-lari mendatangi Lui-kong Thian Te Cu yang juga berteriak-teriak.

“Bereskan jahanam buta itu dan lekas lari! Tentara dari utara yang datang menyerbu. Jumlah mereka amat banyak!”

Tiga orang itu, Souw Bu Lai, Ka Chong Hoatsu dan Lui-kong Thian Te Cu serta merta menggunakan senjata menerjang Kun Hong yang sekarang dikepung lima orang! Repot juga Kun Hong, apalagi dia merasa gelisah karena Hui Kauw makin terdesak hebat oleh Kui Siauw yang jauh lebih lihai.

Untuk membantu kekasihnya tidak mungkin karena dia sendiripun sedang dihujani serangan maut oleh lima orang itu. Kun Hong timbul marahnya, dengan bentakan yang melengking nyaring dia menggunakan jurus mematikan, tongkatnya menyambar ke depan dibarengi sambaran tangan kirinya. Namun lima orang lawannya sudah cepat mundur sambil menangkis, lalu mengepung lagi dengan rapat.

Selagi Kun Hong dan Hui Kauw terdesak hebat di tengah-tengah medan pertempuran yang sekarang makin gaduh karena perang antara pasukan utara dan para pengawal itu agaknya makin mendekat, berkelebatlah bayangan dua orang yang laksana garuda-garuda menyambar. Mereka ini bukan lain adalah Si Raja Pedang Tan Beng San dan isterinya Cia Li Cu!

“Kun Hong, jangan takut, aku dan bibimu datang membantumu!”

Mendengar suara ini, bukan main lega dan gembiranya hati Kun Hong.
“Paman Beng San! Bibi Li Cu! Lekas, inilah musuh-musuh Thai-san-pai! Ka Chong Hoatsu dan Ang-hwa Sam-ci-moi mempunyai peran besar dalam penyerbuan itu!”

Bukan main marahnya Beng San dan isterinya ini. Beng San segera menerjang Ka Chong Hoatsu yang kelihatan paling lihai diantara pengeroyok-pengeroyok Kun Hong. Kakek ini menangkis dengan tongkatnya dan dilain saat dua orang tokoh sakti ini sudah saling gempur mati-matian dengan amat hebatnya.

Adapun Cia Li Cu sambil membentak nyaring segera menerjang Lui-kong Thian Te Cu yang juga kelihatan amat kuat dengan senjatanya yang aneh, yaitu tanduk rusa. Seperti suaminya, nyonya yang berilmu tinggi ini segera lenyap terbungkus sinar pedangnya ketika ia menandingi tokoh, Go-bi-san ini.

Kun Hong mendapat hati setelah dua orang diantara pengeroyoknya yang paling kuat disambut oleh paman dan bibinya. Dia memekik keras dan robohlah Souw Bu Lai dengan kepala retak-retak terkena pukulan tangan kiri Kun Hong. Kui Ciauw dan Kui Biauw terkejut sekali Sehingga permainan pedang mereka kacau. Namun Kun Hong tidak memperdulikan mereka, langsung dia melesat kearah Hui Kauw.

“Hui Kauw, mundurlah!” serunya.

Telinganya yang tajam dapat membedakan suara pedang dan segera tongkatnya menyambar kearah Kui Siauw. Wanita ini mendengar suara berdesing dan sinar merah menyilaukan matanya. Ia cepat menangkis dan inilah kesalahannya, karena kehebatan serangan Kun Hong hanya sebagian saja terletak pada sambaran pedang dalam tongkat itu, sedangkan sebagian lagi terletak pada tangan kirinya yang sudah mengirim pukulan maut.

Tubuh Kui Siauw terjengkang ke belakang, pedangnya terpental dan ia tewas tanpa dapat bersambat karena seperti juga dengan nasib Souw Bu Lai, kepalanya retak-retak tersambar hawa pukulan Pek-in-hoat-sut!

Kini Kui Ciauw dan Kui Biauw tidak dapat menahan kemarahaanya lagi. Mereka mengerahkan seluruh tenaga dan kepandaian, mengeroyok Kun Hong dengan serangan-serangan nekat. Kun Hong yang sudah lega hatinya karena Hui Kauw terlepas dari bahaya, melayani mereka dengan tenang, namun dia selalu mencari kesempatan untuk merobohkan kedua orang ini.

Adapun pertandingan antara Ka Chong Hoatsu dan Tan Beng San, amatlah dahsyat. Kakek dari Mongol ini tidak mengira bahwa dia akan bertemu dengan Tan Beng San ketua Thai-san-pai disitu. Di waktu mereka menyerbu Thai-san-pai dahulu, dialah yang menyamar sebagai Song-bun-kwi, dia pula yang membunuh Tan Hok dan beberapa orang anak murid Thai-san-pai.





Karena maklum bahwa ketua Thai-san-pai ini tentu tidak akan mau mengampuninya, maka dia mengerahkan kepandaiannya, memutar tongkat pendeta dengan tenaga bergelombang dengan penuh keyakinan akan dapat mengalahkan ketua Thai-san-pai itu. Akan tetapi dia tidak mengenal Tan Beng San, Si Raja Pedang. Hanya tampaknya saja Beng San terdesak oleh tongkat yang mengamuk itu, akan tetapi memang makin tua permainan pedang Tan Beng San makin matang dan amat tenang.

“Kau menyerbu Thai-san-pai, membakar tempat kami? Hemmm, ada permusuhan apakah antara kita, kakek jahat?”

Diantara berkelebatnya tongkat dan pedang, Beng San masih sempat bertanya. Ka Chong Hoatsu kaget. Dia mengira telah mendesak lawan, siapa kira lawan masih enak-enak mengajak dia mengobrol. Orang yang terdesak mana bisa mengobrol? Dia tidak menjawab, melainkan mendesak makin hebat.

Kun Hong mendengar ucapan itu dan dialah yang menjawab dengan tenang pula, seakan-akan dia melayani dua orang wanita itu dengan seenaknya.

“Paman, dia itu tokoh Mongol, dia ikut menyerbu Thai-san membantu mendiang Ching-toanio bekas isteri Giam Kin. Adapun Ang-hwa Sam-ci-moi ini adalah sumoi-sumoi dari Hek Hwa Kui-bo. Itu yang melawan Bibi adalah Lui-kong Thian Ti Cu tokoh Go-bi, penjilat istana.”

Seperti juga Ka Chong Hoatsu, dua orang saudara Ang-hwa itu kaget dan heran bagaimana si buta yang mereka hujani bacokan itu masih enak-enak mengobrol, tanda bahwa si buta ini masih banyak mengalah. Mereka memperhebat gerakan pedang untuk menekan lawan.

Sementara itu, Hui Kauw gembira dan kagum bukan main menyaksikan sepak terjang ketua Thai-san-pai dengan isterinya. Terutama ia kagum sekali melihat permainan pedang Cia Li Cu yang amat indah. Wanita yang sudah setangah tua itu nampak cantik jelita dan gagah, seperti seorang bidadari tengah menari-nari menandingi Thian Te Cu yang lihai. Karena ia dapat melihat betapa nyonya gagah itu agaknya sukar untuk mengalahkan lawan, tanpa banyak ragu lagi ia meloncat dan membantu.

“Bibi, maaf, perkenankanlah saya membantu?”

Li Cu melirik dan heran ia melihat gadis yang suaranya merdu dan halus, sikapnya sopan santun, dan ilmu pedangnya lihai, tetapi mukanya hitam menutupi kecantikannya, maju membantunya.

“Anak, kau siapakah?” tanyanya sambil menangkis senjata Thian Te Cu yang kini tiba-tiba menyambar kearah Hui Kauw.

“Bibi, dia itu Kwee Hui Kauw, dia……. eh, dia……. eh…….” sukarlah Kun Hong menjawab. Mana mungkin dia mengakui Hui Kauw begitu saja sebagai isterinya di depan ibu Cui Bi?

“Kun Hong, lawan bibimu itu kuat juga, mari kita cepat bereskan mereka ini!” kata Beng San yang juga melirik kearah isterinya.

“Baik, Paman.”

Terdengar bunyi nyaring beradunya senjata dan sukar dikatakan siapa yang lebih dulu berhasil karena tahu-tahu tubuh Ka Chong Hoatsu roboh mandi darah, juga tubuh Kui Biauw roboh dengan dada tertembus tongkat sedangkan Kui Ciauw biarpun sempat mengelak namun sebuah tendangan membuat ia terguling dan pedangnya terlepas dari pegangan.

Kun Hong tidak menyerang lagi, membiarkan Kui Ciauw merayap bangun dan menangislah wanita ini sambil menyambar tubuh kedua orang adiknya dan memeluki tubuh itu.

Kun Hong menarik napas panjang.
“Penyesalan selalu akhirnya! Ah, kenapa orang baru menyesal kalau sudah terlambat?”

Kui Ciauw menghentikan tangisnya dan matanya memandang sedih kearah Lui-kong Thian Te Cu yang juga roboh setelah Beng San melompat dan menyerang tiga empat jurus membantu isterinya. Semua temannya sudah tewas atau melarikan diri. Matanya beringas memandang kearah Kun Hong, Hui Kauw, Li Cu, dan Beng San yang berdiri dengan sikap mengancam. Kemudian ia berkata,

“Kun Hong, kalau kau memberi kesempatan kepadaku untuk mengubur jenazah kedua adikku, tunggulah beberapa tahun lagi, aku Ngo Kui Ciauw bersumpah akan mencarimu dan menagih hutang!”

Kun Hong menggeleng-geleng kepala.
“Nasibku! Terikat karma, bunuh-membunuh. Sesukamulah, aku hanyalah merobohkan orang yang menyerangku, kalau sekarang kau tidak menyerangku, akupun tidak akan mengganggumu.”

Kui Ciauw lalu memanggul jenazah kedua orang adiknya dan sambil menangis ia lari dari tempat itu. Rambutnya terurai panjang dan darah dari tubuh dua orang adiknya itu mengalir membasahi muka dan pakaiannya, menyeramkan sekali.

Beng San menghela napas.
“Kun Hong, yang seorang itu karena hari ini kau ampuni, kelak akan mendatangkan banyak persoalan kepadamu.”

Kun Hong hanya menunduk dan Beng San lalu menghampiri dan merangkulnya.
“Kun Hong, kau sudah tahu akan malapetaka yang menimpa kami?”

“Kun Hong, tahukah kau bahwa Cui Sian…….” kata pula Cia Li Cu dengan suara mengandung isak.

“Tenanglah, Bibi, Paman, saya sudah tahu semuanya, malah adik Cui Sian juga sudah berada dalam keadaan selamat.”

Li Cu menjerit dan menangis sambil merangkul Kun Hong. Girangnya bukan main dan ia tertawa-tawa sambil menangis, menciumi Kun Hong dengan kata-kata,

“Anak baik……. kau anak baik.”

Adapun Beng San mengusap dua butit air mata dengan kepalan tangan sambil tersenyum mengerling kearah isterinya.

“Hampir saja……. aku kehilangan segala-galanya…….”

Dia teringat akan ancaman isterinya yang tidak akan sudi melihatnya tanpa Cui Sian!
Dengan singkat Kun Hong menceriterakan keadaan Cui Sian yang tertolong oleh Sin-eng-cu Lui Bok dan kini berada di tempat yang aman.

Kedua suami isteri itu berterima kasih sekali kepada kakek yang aneh itu dan menyatakan hendak datang sendiri menjemput puteri mereka setelah bertemu kembali dengan Sin Lee dan Kong Bu.

Kiranya Sin Lee dan Kong Bu bersama isteri mereka juga berada disitu, sedang membantu para pejuang yang menggempur barisan pengawal dan para anggauta Ngo-lian-kauw. Karena adanya bantuan mereka inilah maka sebentar saja pertempuran itu selesai. Ngo-lian-kauw dibasmi habis, para pengawal banyak yang tewas dah sebagian pula melarikan diri.

Kiranya Sin Lee dan isterinya yang membawa surat rahasia dan menuju keutara, ditengah perjalanan bertemu dengan pasukan dari utara yang dipimpin oleh orang kepercayaan Raja Muda Yung Lo. Ketika mendengar tentang surat rahasia, panglima itu memperlihatkan surat kuasa dan mengusulkan untuk mengirim surat rahasia itu melalui sepasukan perajurit pilihan agar dapat cepat surat itu dibawa kepada Raja Muda Yung Lo.

Sin Lee dan isterinya tidak keberatan, malah begitu mendengar tentang niat pasukan itu yang hendak menggempur Ngo-lian-kauw dan mendengar pula bahwa banyak jagoan istana berada disana, mereka segera ikut. Di tengah perjalanan pasukan yang terdiri dari dua ratus orang perajurit ini bertemu dengan. Kong Bu dan Li Eng. Bukan main girang hati empat orang itu dan Kong Bu bersama isterinya juga serta merta ikut pula dalam barisan.

Pertempuran hebat terjadi, akan tetapi karena fihak utara lebih besar jumlahnya, apalagi dibantu oleh empat orang gagah itu, dengan mudah fihak pengawal istana dan Ngo-lian-kauw dapat dihancurkan. Kebetulan sekali pada saat pertempuran terjadi, Beng San yang mencari keterangan dari orang-orang Pek-lian-pai tentang musuh-musuhnya, sampai juga disitu.

Adapun Cia Li Cu bukan kebetulan berada disitu, karena sesungguhnya nyonya perkasa ini sudah lebih maju dalam penyelidikannya daripada suaminya. Ia sudah dapat tahu bahwa penyerbu Thai-san-pai adalah orang-orang Ching-coa-to, malah ia sudah sampai di Ching-coa-to. Dari para pelayan pulau yang kosong itu ia mendapat keterangan bahwa semua orang gagah pergi ke Ngo-lian-kauw, maka ia segera menyusul musuh-musuhnya.






No comments:

Post a Comment