Ads

Sunday, February 10, 2019

Pendekar Buta Jilid 114

“Kim-tiauw-ko, aku ingin sekali pergi ke Ching-coa-to. Ah, alangkah akan mudahnya kalau dapat menerbangkan aku ke pulau itu, kita tidak akan bingung menghadapi jalan-jalan rahasia. Ah, sayang. Tiauw-ko, kau tidak tahu dimana adanya pulau itu…….” kata Kun Hong sambil mengelus-elus leher burung itu.

Betapapun cerdik pandainya, seekor burung hanyalah seekor binatang biasa saja, tentu saja tidak memiliki akal dan tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Si Pendekar Buta. Dia hanya mengeluarkan suara mencicit bingung melihat sahabatnya ini bersikap kecewa dan menyesal.

Mereka masih berada di dalam sebuah hutan dan sudah beberapa hari mereka melakukan perjalanan keluar hutan. Kun Hong bingung karena tidak bertemu manusia yang dapat dia tanyai jalan. Sebetulnya sudah banyak hal yang menghilangkan kegelisahannya. Cui Sian sudah berada di tangan orang yang boleh dipercaya dan anak itu selamat. Surat Wasiat juga sudah diantarkan ke utara, dan dia merasa yakin bahwa Sin Lee dan Hui Cu pasti akan dapat melaksanakan tugas itu dengan baik. A Wan juga berada bersama paman gurunya, aman dan selamat.

Tinggal dua lagi tugas yang harus dia selesaikan, pertama mencari orang-orang Ching-coa-to memberi hajaran atas kejahatan mereka terhadap Thai-san-pai. Kedua……. ya, yang kedua inilah yang membingungkan hatinya. Tentang Hui Kauw!

Bagaimana baiknya dengan nona itu? Harus dia akui bahwa dia betul-betul mencinta Hui Kauw. Cinta kasihnya terhadap Cui Bi sekarang agaknya telah berpindah kepada Hui Kauw seluruhnya. Dia merasa kesepian, rindu, dan merasa seakan-akan hidupnya tidak lengkap, kehilangan semangat dan kegembiraan hidup, berpisah dari nona bersuara bidadari itu. Dia tahu bahwa hidupnya selanjutnya akan merana, akan kosong hampa dan tidak ada artinya tanpa Hui Kauw.

“Uhhh, urusan besar belum selesai, memikirkan yang bukan-bukan…….” Dia menepuk kepala sendiri dan rajawali emas itu menggereng perlahan.

“Kim-tiau, alangkah tidak enaknya menjadi manusia!” kembali Kun Hong mengeluh sambil duduk diatas batu besar dekat burung itu. “Tiada hentinya manusia terganggu dalam hidupnya yang terbelit-belit dan terikat oleh segala macam kewajiban, terkacau oleh segala macam perasaan. Kau inilah mahluk bahagia, kim-tiauw, karena selama hidupmu kau tidak pernah memusingkan sesuatu.”

Burung itu mengeluarkan suara panjang seakan-akan membantah pendapat ini dan sama sekali tidak menyetujuinya. Kun Hong merenung. Betulkah seperti yang dia katakan tadi? Apakah tidak sebaliknya daripada itu? Bukanlah segala ikatan dalam hidup itulah yang membuat hidup ini berisi dan pantas diderita? Bukankah kehidupan burung dan segala macam mahluk selain manusia di dunia ini yang amat menjemukan?

Bayangkan saja. Hidup tanpa adanya susah, senang, puas, kecewa, dan lain-lain perasaan yang saling bertentangan, apakah tidak akan merupakan siksaan karena tiada perubahan, sunyi sepi dan seakan-akan sudah mati saja?

Bagaikan samudera, apa artinya tanpa gelombang membadai yang membuat samudera nampak hidup? Apa artinya dunia ini tanpa angin, lelap lengang sunyi mati. Demikian pula hidup ini, akan sunyi membosankan kalau tidak ada ikatan-ikatan yang mengakibatkan manusia merasakan susah senang, jatuh bangun dan sebagainya.

Teringat dia akan filsafat-filsafat kuno dan dia tersenyum seorang diri. Memang hebat para budiman dan bijaksana jaman dahulu, telah dapat meneropong isi daripada hidup. Dia menepuk-nepuk leher kim-tiauw, kini wajahnya berseri dan hatinya tenang,

“Kim-tiauw, alangkah bodohku, sampai lupa akan kenyataan yang tidak terbantah lagi itu. Siapa mencari senang, dia sekali-kali tentu bertemu susah. Siapa mencari untung sekali-kali akan bertemu rugi. Siapa mencari puas, sekali-kali akan ketemu kecewa. Memang sudah semestinya begitu. Kalau tidak ada atas, mana bisa ada bawah? Kalau tidak ada senang, mana bisa bilang ada susah?

Manusialah mahluk yang paling bahagia, kim-tiauw, karena mengenal keduanya itu, mengenal dan merasakan akibat daripada kekuatan Im dan Yang (positive dan negative). Ha-ha-ha, kaulah yang patut dikasihani, kim-tiauw.”

Kini kim-tiauw itu bersuara girang, sekan-akan dia ikut bergembira mendengar sahabatnya sudah bisa tertawa-tawa. Tiba-tiba mereka berdua serentak diam memperhatikan. Terdengar suara kaki orang banyak menuju kearah tempat itu. Rajawali emas sudah siap, bulu tengkuk burung itu sudah mulai berdiri, tanda bahwa dia telah siap menyerang lawan.

“Sssttt, jangan sembrono kim-tiauw-ko, kita lihat dulu mereka itu kawan ataukah lawan.”

Betapapun juga, Kun Hong sudah siap pula berdiri di dekat burung itu, menanti dengan penuh kewaspadaan. Dia taksir sedikitnya ada tujuh orang yang bergerak makin dekat itu. Maklum akan watak burung rajawali yang mudah curiga itu. Kun Hong sengaja merangkul lehernya untuk mencegah burung itu menerjang orang secara sembrono sebelum dia dapat mengetahui siapa mereka itu.

“Pangcu (ketua)…… kami para anggauta Hwa I Kaipang datang menghadap…..” tiba-tiba seorang diantara mereka berseru dari jauh.

Kun Hong bernapas lega,
“Kim-tiauw-ko, agaknya teman-teman sendiri mereka itu, jangan kau ganggu.”





Tak lama kemudian muncullah delapan orang yang serta merta berlutut di depan Kun Hong. Pendekar muda ini teringat akan tipuan yang dilakukan The Sun yang mendatangkan beberapa orang anggauta Hwa I Kaipang yang palsu, orang-orang ini pun juga tidak dia kenal, mana dia tahu kalau mereka betul-betul anggauta perkumpulan pengemis itu?

“Apakah diantara kalian ada yang mengenal Coa-lokai?” dia memancing.

Terdengar jawaban dua orang yang berada di sebelah kanan,
“Siauwte adalah murid suhu Coa-lokai.”

Tiba-tiba Kun Hong bergerak dan tahu-tahu dia telah mengirim dua serangan kepada dua orang itu. Dua orang itu otomatis, sebagai ahli-ahli silat menggerakkan tangan menangkis, akan tetapi akibatnya, keduanya terjungkal dan terlempar ke belakang sampai tiga meter jauhnya. Kagetlah semua orang itu, juga rajawali emas sudah siap membantu sahabatnya dalam pertempuran.

Akan tetapi tiba-tiba Kun Hong tertawa bergelak, membuat orang-orang itu, terutama yang tadi dibikin terguling-guling, makin keheranan.

“Ha-ha-ha, maafkan aku, Twako. Aku pernah dihadapkan kepada orang-orang Hwa I Kaipang yang palsu, terpaksa aku menguji. Kiranya benar ji-wi adalah murid-murid Coa-lokai sehingga aku tidak perlu ragu-ragu lagi. Maaf.”

Semua anggauta perkumpulan pengemis itu saling pandang dan makin kagumlah mereka. Tadinya mereka ragu-ragu melihat betapa orang yang amat dipuji-puji oleh para pimpinan Hwa I Kaipang hanya seorang pemuda yang buta lagi. Akan tetapi, melihat gerakan Kun Hong tadi yang sekali bergerak tidak saja mampu menjungkalkan dua orang, akan tetapi dari gerakan menangkis dua orang itu dia telah mengenal ilmu silat dari Coa-lokai. Hebat! Kembali mereka berlutut.

“Pangcu, kami datang untuk melapor bahwa Lo-pangcu kami telah tewas dalam pertempuran di kota raja.”

Kun Hong mengangguk. Dia sudah mendengar akan hal ini dari Hui Kauw,
“Aku sudah tahu dan aku menyesal sekali mengapa Hwa I Lokai sampai mengorbankan banyak nyawa saudara-saudara Hwa I Kaipang untuk membantuku.”

“Bukan begitu, Pangcu. Persoalannya bukanlah semata urusan pribadi, melainkan urusan perjuangan. Hwa I Kaipang dalam hal ini bekerja sama dengan Pek-lian-pai, langsung menerima tugas-tugas dari utara.”

“Hemmm, begitukah? Dan sekarang siapa yang menggantikan Hwa I Lokai, dan apa maksud kalian datang menemuiku disini?”

Orang yang mengaku murid Coa-lokai tadi menjawab,
“Sementara ini yang memimpin kami adalah suhu sendiri. Juga suhu yang menyuruh kami mencari Pang-cu dan memberi tahu bahwa nona Kwee Hui Kauw sekarang berada dalam bahaya.”

Terkejut hati Kun Hong.
“Eh, siapakah namamu dan bagaimana kalian tahu bahwa nona Hui Kauw dalam bahaya? Apa pula sebabnya hal itu kalian ceritakan kepadaku?”

“Maaf, Pangcu. Siauwte Lauw Kin murid kepala suhu Coa-lokai. Siauwte dan semua saudara memang bertugas bergerak di dalam kota raja sehingga semua urusan kami ketahui belaka. Juga kami tahu bahwa nona itu adalah sahabat baik Pangcu, karena itulah kami datang menyampaikan warta ini.”

“Bagaimana urusannya? Hayo ceriterakan yang jelas !”

Kun Hong tidak sabar lagi setelah dia mengerti duduknya perkara dan menaruh kepercayaan kepada orang yang tadi sudah dia rasakan bahwa gerakannya menangkis memang betul-betul ilmu silat Coa-lokai. Dahulu pernah dia menghadapi penyerangan Coa-lokai, maka dia mengenal gerakan muridnya ini.

“Kami sendiri tidak tahu sebabnya, akan tetapi kami melihat nona itu ditawan oleh The Sun dan Bhok Hwesio. Malah hebatnya, ayahnya sendiri, pembesar Kwee itu, agaknya juga berfihak kepada The Sun dan sama sekali tidak menolong puterinya.”

Kun Hong merasa khawatir sekali, akan tetapi dia menahan tekanan batinnya, dan bertanya tenang,

“Dimana nona itu ditahan? Memang aku harus menolongnya, apakah kalian melihat cara untuk membebaskannya?”

“Harap Kwa-pangcu jangan khawatir. Kami sudah menyelidiki dengan teliti sekali dan kami yakin bahwa sementara ini mereka tidak akan mengganggu nona Hui Kauw. Ada jalan untuk menolongnya, akan tetapi hal ini membutuhkan tenaga ahli yang berilmu tinggi. Agaknya, kecuali Pangcu sendiri tidak mungkin ada yang akan mampu menolongnya.”

“Hemmm, lekas ceriterakan dengan jelas, apa yang kau maksudkan?”

“Begini, Kwa-pangcu. Kami mendengar bahwa fihak The Sun telah mengadakan hubungan dengan Ching-toanio dan kawan-kawannya. Karena nona Hui Kauw ditangkap dengan tuduhan membantu pemberontak, yaitu memberikan mahkota kepada puteri Sin-kiam-eng untuk dibawa ke utara, maka sudah semestinya dia dihukum mati. Baiknya mereka itu masih mengingat kepada Ching-toanio yang sudah mengadakan hubungan lebih dulu, mereka merasa sungkan terhadap Ching-toanio karena nona Hui Kauw adalah puteri angkatnya. Inilah yang menyelamatkan nona Hui Kauw. Pelaksanaan hukuman tertunda dan malah dia akan dibawa dalam pertemuan yang diadakan antara jagoan-jagoan istana dan fihak Ching-coa-to. Mungkin dalam pertemuan itulah nona Hui Kauw akan diberi hukuman.”

Kun Hong terkejut sekali. Sama sekali tidak ada baiknya kalau Hui Kauw dihadapkan dengan Ching-toanio, karena dia tahu betapa nyonya itu benci kepada Hui Kauw. Pertemuan itu tidak akan memperingan hukuman Hui Kauw, malah mungkin nona pujaan hatinya itu akan mengalami siksaan yang lebih hebat.

“Dimanakah pertemuan itu diadakan dan kapan?” tanyanya cepat, hatinya kini tidak dapat menahan lagi kegelisahannya.

“Tiga hari lagi, Kwa-pangcu. Fihak Ching-coa-to masih belum percaya kepada para jagoan istana sehingga mereka tidak mau mengadakan pertemuan di kota raja, khawatir akan perangkap. Oleh karena itu telah diputuskan oleh kedua fihak untuk mengadakan pertemuan diluar kota raja, di lembah Sungai Huai, tempat yang mereka pilih adalah…….”

“Pusat perkumpulan Ngo-lian-kauw?” Kun Hong memotong, teringat ketika disebut lembah Sungai Huai.

“Eh, kiranya Kwa-pangcu juga sudah tahu……..!” Lauw Kin, murid Coa-lokai itu berseru terkejut.

“Aku hanya menduga saja. Lanjutkan ceritamu dan apa maksud pertemuan itu.”

“Memang, mereka memilih tempat Ngo-lian-kauw, karena biarpun fihak Ngo-lian-kauw selama ini tidak ikut-ikut, namun mereka agaknya mempunyai hubungan dengan perkumpulan sesat itu dan mempercayainya. Adapun menurut hasil penyelidikan kami yang bekerja sama dengan Pek-lian-pai, maksud pertemuan itu adalah untuk merundingkan kerja sama menghadapi serbuan dari Raja Muda Yung Lo. Dalam hal ini, fihak Ching-coa-to minta jaminan dan janji-janji kedudukan yang akan diputuskan dan ditanda tangani sendiri oleh kaisar.”

“Hemmm, untuk menghadapi paman sendiri, menarik bantuan tenaga orang-orang Mongol dan Mancu.” Kun Hong memotong. “Kalau begitu, kedua fihak tentu akan datang dengan kekuatan besar, belum lagi para anggauta Ngo-lian-kauw yang tentu menjaga keamanan disana sebagai tuan rumah.”

“Memang betul, Kwa-pangcu. Akan tetapi kami dan pihak Pek-lian-pai sudah mengadakan persiapan, malah kami sebelumnya telah menghubungi pasukan-pasukan Raja Muda Yung Lo dan mengerahkan para saudara kita. Raja Muda Yung Lo sudah berjanji akan mengirim pasukan dan akan menyerbu, karena orang-orang yang akan berkumpul itu merupakan inti kekuatan pertahanan di kota raja. Dalam keributan inilah maka Pangcu dapat menolong nona Hui Kauw yang sudah pasti akan dibawa serta ke tempat itu.”

Kun Hong berpikir keras. Kekuatan fihak istana dan Ching-coa-to kalau digabung menjadi satu, merupakan kekuatan hebat yang sukar dilawan. Apalagi mengingat bahwa disana ada orang-orang seperti Ka Chong Hoatsu, ketiga Ang Hwa Sam-ci-moi, Ching-toanio sendiri, Souw Bu Lai, dan Bouw Si Ma ditambah fihak istana yang amat kuat dibantu oleh orang-orang berilmu tinggi seperti Bhok Hwesio, Lui-kong Thian Te Cu, dan Hek Lojin.

Berat sekali lawan-lawan itu, akan tetapi demi keselamatan Hui Kauw, dia harus datang menolong. Diluar istana, memang lebih leluasa dan mudah menolong nona itu, daripada didalam istana yang dikurung pagar tembok dan dimana terdapat puluhan ribu orang tentara yang menjaga. Di samping menolong Hui Kauw, juga hitung-hitung dia membantu perjuangan mendiang pamannya Tan Hok yang membantu Raja Muda Yung Lo.

“Kalau begitu, mari kita berangkat dan biarlah siasat selanjutnya kita atur disana,” kata Kun Hong.

Kun Hong menepuk-nepuk leher kim-tiauw dan berkata
“Kim-tiauw-ko, kau tidak boleh turut karena kehadiranmu akan membuka rahasia pengepungan. Kau sekarang pergilah menyusul susiok, kelak kau boleh cari lagi padaku. Pergilah!”

Dia mendorong tubuh burung itu yang mengeluarkan seruan panjang tanda kecewa, akan tetapi agaknya dia tidak berani membangkang, buktinya dia lalu melengking keras dan terbang ke angkasa raya, sebentar saja lenyap dari situ, Para anak buah Hwa I Kaipang kagum bukan main melihat burung sakti itu.

**** 114 ****





No comments:

Post a Comment