Ads

Wednesday, February 6, 2019

Pendekar Buta Jilid 099

Loan Ki dan Nagai Ici dengan mudah dapat memasuki kota raja. Gadis ini adalah seorang yang berwatak jujur, juga memang sedikit banyak ia membanggakan ayahnya, maka siapa yang bertanya, ia akan mengaku terang-terangan bahwa ia adalah puteri tunggal Sin-kiam-eng Tan Beng Kui!

Justeru sikapnya ini menguntungkannya, karena begitu para penjaga pintu gerbang kota raja mendengar bahwa gadis itu puteri Sin-kiam-eng dan pemuda tampan itu seorang sahabat baiknya, tanpa banyak cerewet lagi mereka mempersilakan mereka berdua masuk tanpa diperiksa lagi.

Siapa orangnya diantara para penjaga tidak mengenal tokoh besar yang sekarang sudah menjadi seorang diantara para tokoh undangan The-kongcu itu? Para mata-mata dan penyelidikpun setelah tahu bahwa gadis ini adalah puteri Sin-kiam-eng, otomatis tidak berani sembarangan melakukan pengintaian sehingga Loan Ki dan Nagai Ici menjadi bebas dapat berkeliaran di Kota raja tanpa ada yang mencurigainya.

Setelah melakukan perjalanan bersama Nagai Ici selama beberapa pekan ini, Loan Ki merasa makin tertarik kepada pemuda perkasa dari Jepang itu. Memang harus diakui bahwa pemuda itu adalah seorang ksatria Jepang yang berwatak gagah dan berperibudi luhur. Biarpun dia seorang kesatria Samurai, namun dia tidak seperti sebagian besar golongannya yang suka menghambakan diri sebagai tukang-tukang pukul bayaran. Dia betul-betul seorang pemuda berwatak pendekar pembela kebenaran dan keadilan. Dia banyak berceritera kepada Loan Ki tentang negerinya sehingga gadis lincah ini tertarik sekali dan beberapa kali menyatakan keinginan hatinya hendak menyeberangi lautan menyaksikan negeri aneh itu dengan matanya sendiri.

Tentu saja diam-diam Nagai Ici merasa berbahagia sekali. Dia sudah jatuh cinta betul-betul kepada gadis yang demikian gagahnya, yang dapat mainkan pedang sedemikian hebat, mampu melawan samurai merahnya! Juga di sepanjang perjalanan, di waktu beristirahat, keduanya bertukar ilmu dan saling mengisi sehingga bagi Nagai Ici, mulailah dia melihat kehebatan ilmu silat yang tentu saja dapat dia jadikan bahan untuk mempertinggi ilmu pedangnya.

Kedatangan Loan Ki di kota raja itu terutama sekali hendak mencari ayahnya karena ia bermaksud untuk memperkenalkan Nagai Ici kepada ayahnya dan ingin minta kepada ayahnya agar supaya suka menerima pemuda Jepang itu sebagai murid.

Ketika pada hari itu ia tiba di kota raja dan mencari kamar dirumah penginapan, pelayan yang menyambut mereka dengan manis budi menyuruh mereka mengisi nama pada buku daftar tamu. Dengan lagak gagah Loan Ki menuliskan namanya, ditambah “puteri Sin-kiam-eng dari Pek-tiok-lim”, sedangkan nama Nagai Ici ia tuliskan sebagai nama Han, yaitu Na Gai It! Girang hatinya karena pengurus rumah penginapan itu serta merta memberi hormat dan berkata manis penuh hormat,

“Ah, kiranya puteri dari Tan-taihiap (pendekar besar Tan)!” Lalu pengurus ini membentak pelayan, “He, mengapa kamu begini sembrono, tidak cepat-cepat menyambut kedatangan Tan-lihiap (pendekar wanita Tan)? Hayo lekas antar lihiap ke kamar yang paling besar! Totol kalian ini, apakah tidak tahu bahwa lihiap adalah puteri Tan-taihiap yang menjadi jagoan undangan kaisar?”

Kalau tadinya hati Loan Ki merasa girang dan bangga, adalah kalimat terakhir itu menimbulkan penasaran dan tidak enak di hatinya. Ayahnya menjadi jagoan undangan kaisar. Menjadi hamba kaisar yang begitu buruk wataknya? Ia masih teringat betapa orang-orang jahat menangkap-nangkapi gadis-gadis cantik untuk dijadikan selir kaisar baru. Malah ia bersama Nagai Ici telah membasmi orang-orang jahat yang menawan gadis-gadis itu.

Di dalam hatinya, ia sudah menjadi tidak senang kepada kaisar baru, kenapa sekarang ayahnya malah membantu kaisar itu? Akan tetapi tentu saja ia tidak menyatakan sesuatu, hanya mengikuti para pelayan dan ia minta disediakan dua buah kamar.

Malam harinya, ia bersama Nagai Ici melakukan perjalanan berkeliling kota raja. Setelah mendengar bahwa ayahnya menjadi hamba kaisar, ia merasa ragu-ragu untuk menemuinya di kota raja ini.

Kebetulan sekali malam hari itu ia mendengar tentang keributan yang terjadi pada hari kemarin, tentang seorang penjahat buta yang dikejar-kejar dan dikeroyok oleh para pengawal istana. Hatinya menjadi berdebar. Teringat ia akan Kun Hong. Kalau bukan Kun Hong, siapa lagi di dunia ini ada seorang buta yang demikian perkasa sehingga dikeroyok oleh pengawal-pengawal istana?

“Wah, agaknya gawat di kota raja ini,” bisiknya kepada Nagai Ici. “Kalau benar Hong-ko (kakak Hong) orang buta yang dikeroyok itu, kita harus menyelidikinya dan kalau perlu menolongnya.”

Dengan singkat ia lalu menuturkan kepada Nagai Ici tentang orang buta itu. Pemuda Jepang ini bangkit semangatnya mendengar tentang diri Pendekar Buta yang gagah perkasa itu, tidak hanya ingin membantu, malah ingin bertemu dan bersahabat. Selama ini, baru sekali dia bertemu orang pandai, bukan lain gadis lincah inilah.

Demikianlah, pada keesokan malamnya, kembali Loan Ki mengajak Nagai Ici menyelidiki sampai jauh malam. Kemudian secara kebetulan ia mendengar ribut-ribut pertempuran di pondok janda Yo karena ia dan Nagai Ici berada di dekat tempat itu.





Cepat ia bersama pemuda Jepang itu lari mendekati dan alangkah terkejut hati Loan Ki ketika dia melihat bahwa orang yang dikeroyok benar-benar adalah Kun Hong sendiri. Lebih kaget lagi hatinya ketika ia melihat ayahnya adalah seorang diantara mereka yang mengeroyok Kun Hong.

“Kita bantu dia,……. wah, dia hebat…….!” bisik Nagai Ici.

“Sssttt….” Loan Ki menarik tangan pemuda itu dan mengajaknya menyelinap ke tempat gelap, “……. jangan…….”

Nagai Ici terheran-heran dan Loan Ki menjadi pucat wajahnya. Tentu saja tidak mungkin ia membantu Kun Hong kalau ayahnyapun berada disitu melawan Kun Hong. Mana mungkin ia melawan ayahnya sendiri? Pula, ia dapat melihat betapa orang-orang yang mengeroyok Kun Hong terdiri dari orang-orang yang luar biasa tinggi kepandaiannya. Pemuda berpedang itu, hwesio tinggi besar itu. Hebat mereka, tidak kalah oleh ayahnya! Membantu Kun Hong pun tidak akan ada gunanya.

“Wah-wah……. celaka…….” katanya, wajahnya yang pucat itu tampak bingung.

“Kenapa? Nona, kenapa kita tidak cepat membantunya? Dia hebat……. luar biasa, hampir tidak dapat aku percaya seorang buta sehebat itu gerakannya…….”

“Sssttttt……. mari ikut aku…….”

Loan Ki mengajak Nagai Ici menyelinap mengitari pondok itu. Ia adalah seorang gadis cerdik dan ia ingin mencari kesempatan membantu secara menggelap. Kalau perlu, dari dalam pondok itu atau dari samping pondok ia akan menggunakan senjata rahasia menyerang orang-orang yang mengeroyok Kun Hong biarpun ia tahu hal ini tidak akan banyak berarti karena musuh-musuh Kun Hong amat sakti, namun sedikitnya dapat menganggu mereka dan dapat merupakan hiburan hatinya bahwa ia sudah menolong.

Kalau saja disitu tidak ada ayahnya, sudah pasti ia akan menyerbu dan nekat serta mati-matian mengajak Nagai Ici membantu Kun Hong. Dengan adanya ayahnya disitu, nyalinya kuncup dan ia tidak berani lagi!

Ketika ia menyelinap di belakang pondok, ia melihat bayangan seorang laki-laki sedang merampas sebuah benda dari tangan seorang anak laki-laki kecil yang mempertahankannya sambil berteriak-teriak,

“Lepaskan…….. ini punyaku, lepaskan!”

Loan Ki memandang penuh perhatian. Waktu itu fajar hampir menyingsing dan di dalam keadaan gelap, Loan Ki serasa mengenal laki-laki yang sedang berusaha merampas benda di tangan anak itu. Timbul amarahnya ketika orang itu mendorong si anak sampai terguling roboh.

“Serang dia, rampas benda itu!” katanya kepada Nagai Ici yang tidak menanti komando kedua lagi, serta merta memekik dan menyerbu.

Loan Ki sendiri meloncat ke dekat anak itu. Lega hatinya ketika melihat bahwa anak itu tidak terluka hanya lecet-lecet saja. Perhatiannya kembali kepada Nagai Ici yang menyerbu orang itu.

Dapat dibayangkan betapa kaget dan herannya ketika melihat betapa orang itu ternyata bukanlah orang sembarangan. Buktinya Nagai Ici tidak mampu merampas benda tadi. Jangankan merampas benda, malah sekarang mereka telah bertempur menggunakan pedang dan Si Samurai Merah nampaknya terdesak!

“Keparat, lihat pedangku!”

Loan Ki marah dan serta merta mencabut pedangnya sambil menyerbu. Orang itu kaget menyasikkan berkelebatnya pedang di tangan Loan Ki yang amat gesit. Dia bergerak miring, menyambut pedang Loan Ki dengan tangkisan.

“Traaanggggg!”

Loan Ki merasa tangannya tergetar dan lebih kagetlah ia ketika mengenal muka orang itu setelah kini berdekatan. Kiranya orang itu adalah Bun Wan, pemuda Kun-lun-pai yang pernah ia lihat ketika ia menjadi tawanan di Ching-coa-to! Ia makin marah ketika sekarang mengenal pula bahwa benda yang dirampas Bun Wan dari tangan anak itu adalah mahkota kuno yang dahulu diperebutkan di Ching-coa-to.

“Eh, kiranya kau, keparat! Kembalikan mahkota itu!”

Ia menerjang marah, pedangnya menjadi sinar bergulung-gulung. Nagai Ici juga memekik dengan penasaran, menggerakkan pedang samurainya mengeroyok laki-laki itu.

Orang itu memang Bun Wan adanya, putera ketua Kun-lun-pai! Ketika dia mengenal Loan Ki dia terkejut dan tanpa banyak cakap lagi dia lalu melompat ke belakang, menggunakan ginkangnya terus melarikan diri!

“Keparat, jangan lari!”

Loan Ki membentak dan mengejar. Nagai Ici ikut pula mengejar. Pemuda Jepang ini tertinggal jauh karena dalam hal ilmu lari cepat, dia kalah jauh oleh Bun Wan maupun Loan Ki. Hal ini menyulitkan Loan Ki karena ia tidak ingin meninggalkan Nagai Ici di tempat asing dan berbahaya itu.

“Hayo, cepat kita kejar dia!”

Loan Ki menanti Nagai Ici, kemudian setelah temannya itu dekat, ia menyambar tangannya dan diajaknya membalap untuk mengejar Bun Wan.

“Wah, hebat sekali larinya. Kau kejarlah dulu, Nona, biar aku mengejar di belakang. Jangan biarkan dia minggat!”

Akan tetapi Loan Ki terpaksa memperlambat larinya. Memang ia harus mengejar Bun Wan dan merampas kembali mahkota itu yang amat penting Bagi Kun Hong agaknya, akan tetapi sekali-kali ia tidak mau membiarkan Nagai Ici tertinggal di tempat ini, salah-salah bisa ditangkap dan didakwa mata-mata oleh para pengawal istana!

Karena waktu itu sinar matahari pagi sudah mulai mengusir kegelapan malam, maka biarpun tertinggal jauh, dapat juga Loan Ki melihat kemana arah larinya Bun Wan. Ia terus mengajak Nagai Ici mengejar dan dengan kagum ia melihat betapa Bun Wan secara nekat sudah menerjang para penjaga pintu gerbang dan pemuda Kun-lun-pai yang berilmu pedang lihai sekali itu ternyata berhasil lolos dari pintu gerbang dan kabur keluar kota raja dengan cepat!

Ketika Loan Ki dan Nagai Ici mengejar sampai disitu, gadis ini cepat berteriak membentak para penjaga yang agaknya hendak menghalangi mereka berdua.

“Tolol kalian semua! Tidak tahu aku puteri Sin-kiam-eng? Aku dan temanku bertugas mengejar bangsat yang kalian lepaskan tadi. Minggir, keparat!”

Para penjaga ada yang mengenal gadis ini ketika kemarin berjaga di pintu gerbang dimana Loan Ki masuk, maka mereka cepat memberi jalan Loan Ki bersama Nagai Ici mengejar terus.

Belum lama mereka mengejar, ada bayangan berkelebat dari sebelah kanan. Loan Ki memandang dan kagetlah ia melihat bahwa bayangan itu bukan lain adalah Hui Kauw, nona muka hitam yang pernah dilihatnya di Ching-coa-to. Wah, agaknya orang-orang Ching-coa-to sudah menyelundup ke kota raja, pikirnya. Tentu nona itu bersekongkol dengan Bun Wan. Tanpa banyak cakap lagi ia lalu melompat dan menerjang dengan pedangnya.

“Perempuan berhati palsu!” bentaknya karena ia teringat akan semua pengalamannya ketika di Ching-coa-to, dimana wanita ini hampir dijadikan pengantin dengan Kun Hong.

Hui Kauw memang sedang mengejar Bun Wan. Seperti telah dituturkan di bagian depan, gadis ini meninggalkan Kun Hong untuk mencari A Wan yang terlalu lama tidak juga kembali. Ketika ia mencari di belakang pondok, ia tidak dapat menemukan A Wan karena tidak tahu dimana anak itu menyimpan mahkota kuno. Ia berputar-putar mencari, lalu mendengar suara ribut-ribut dan masih sempat melihat A Wan dikurung beberapa orang pengawal.

Hatinya kebat-kebit penuh kekhawatiran, kemudian terjadilah hal yang amat luar biasa. Seorang kakek entah darimana datangnya, dengan gerakan ringan seakan-akan bayangan sehingga bukan merupakan manusia lumrah lagi, tahu-tahu telah berada ditengah-tengah tempat itu dan sekali menggerakkan tangan dan kaki, A Wan telah disambarnya dan dibawanya pergi seakan-akan melayang!

Para pengawal melongo menyaksikan ini, kemudian maklum bahwa kakek itu tentulah seorang sakti, mereka melakukan pengejaran, namun kakek itu sudah lenyap dari pandangan mata.






No comments:

Post a Comment