Ads

Wednesday, February 6, 2019

Pendekar Buta Jilid 097

“Kau masih muda, Kun Hong. Kau sudah melibatkan dirimu dalam tali-temali karma, tak mungkin kau membebaskan dirimu sekarang. Akan tetapi, jalan satu-satunya untuk mendapatkan karma yang baik, adalah bertindak selaras dengan kebajikan. Dengan dasar kebajikan dan kesadaran, kau boleh menentukan sendiri yang mana harus kau bela. Engkau berbeda dengan aku, engkau seorang pendekar muda, harus melangkah atas dasar jejak satria. Aku seorang pertapa yang sudah mencuci tangan, sudah bebas daripada ikatan duniawi, atau setidaknya, yang sedang berusaha untuk pembebasan itu. Kau lanjutkan pelaksanaan tugas-tugasmu karena semua itu tidak menyeleweng daripada kebenaran. Kalau kau menimbang bahwa menyampaikan surat rahasia itu kepada raja muda yang berhak menerimanya itu sudah benar dan patut, kau lakukanlah itu. Kalau kau merasa bahwa orang-orang yang menyerbu Thai-san-pai itu berada di fihak keliru, kau boleh mencari dan mengajar mereka. Mereka adalah orang-orang Ching-coa-to bersama teman-temannya, hampir semua mempunyai dendam kepada Thai-san-paicu (ketua Thai-san-pai). Adapun tentang diri nona muka hitam itu, dialah wanita satu-satunya yang tepat untuk menggantikan kedudukan mendiang nona Tan Cui Bi di sampingmu.”

Muka Kun Hong menjadi merah mendengar kata-kata ini dan hatinya berdebar tidak karuan. Disinggung-singgungnya Hui Kauw dalam percakapan ini membuat dia tak dapat membuka mulut lagi.

“Sekarang perhatikan nasehatku yang terakhir, Kun Hong. Aku sudah melihat sebuah jurusmu yang hebat dan keji itu, jurus perkawinan antara Im-yang-sin-hoat dan Kim-tiauw-kun. Dua macam ilmu kesaktian yang amat lurus dan bersih, mengapa dapat dicipta menjadi sebuah jurus yang demikian keji? Siapa yang memberi petunjuk kepadamu?”

“Locianpwe Song-bun-kwi ”

“Ha-ha-ha, pantas, pantas saja kalau dia, si tua bangka dimabuk nafsunya sendiri itu! Kun Hong, seandainya gurumu, Bu Beng Cu masih hidup dan dapat melihat jurusmu itu, sudah pasti beliau akan merasa sedih dan malu sekali. Juga kalau pamanmu Tan Beng San melihatnya, kau tentu akan mendapat marah. Jurus apa itu namanya?”

Dengan perasaan sungkan dan malu Kun Hong menjawab lirih,
“Locianpwe Song-bun-kwi yang memberi nama……. eh, jurus Sakit Hati…….”

“Ha-ha-ha, namanya sama jahatnya dengan jurusnya. Tepat, tepat!” dia terkekeh-kekeh geli. “Tahukah engkau untuk apa gunanya, orang mempelajari ilmu silat?”

“Untuk membela diri, menjaga diri daripada serangan dari luar, dan untuk membela fihak yang tertindas, kaum lemah yang membutuhkan pertolongan, juga untuk menundukkan fihak yang mempergunakan kekuatan untuk berbuat sewenang-wenang, untuk membela kebenaran dan keadilan.”

“Hemm, kalau sudah tahu ini, mengapa menciptakan jurus yang khusus hanya untuk membunuh orang?”

Suara kakek ini demikian bengis sehingga buru-buru Kun Hong berkata,
“Teecu salah……….. selanjutnya tidak akan berani menggunakan jurus sesat itu lagi…….”

Suara kakek itu lunak kembali ketika berkata,
“Bukan begitu maksudku. Kau berhak menggabungkan Im-yang-sin-hoat dengan Kim-tiauw-kun, apalagi kalau diingat bahwa kedua ilmu silat itu sumbernya sama, yaitu peninggalan dari Sucouw Bu Pun Su. Tanpa dasar dendam dan sakit hati kau akan dapat menciptakan jurus-jurus sakti dari kedua ilmu itu, malah tidak terbatas hanya satu jurus saja. Biarlah aku menggunakan kesempatan sekarang ini untuk memberi petunjuk kepadamu. Nah, kau bersilatlah dengan Im-yang-sin-kiam-sut kemudian Kim-tiauw-kun agar dapat kulihat kemungkinan dan letak rahasia penggabungannya nanti.”

Dengan girang Kun Hong lalu bersilat, mainkan tongkatnya dengan Ilmu Pedang Im-yan-sin-kiam-sut yang dia pelajari dari Tan Beng San. Kemudian dia bersilat lagi dengan Kim-tiauw-kun dengan langkah-langkahnya yang ajaib dan gerakan-gerakannya yang aneh.

Berkali-kali Sin-eng-cu Lui Bok berseru menyatakan kekagumannya dan pada akhirnya dia berkata,

“Hebat sekali! Aku tua bangka Lui Bok benar-benar berbahagia sekali, mata tua ini dapat menyaksikan kedua ilmu silat sakti dimainkan olehmu begitu baiknya. Gurumu, mendiang Suheng Bu Beng Cu tentu akan bangga kalau dapat melihatmu, malah Sucouw Bu Pun Su sendiri tentu tidak pernah mengira bahwa ilmu ciptaannya akan dapat dimainkan sehebat ini oleh seorang cucu murid yang buta.”

Selanjutnya kakek yang sakti ini, yang selama berdiam di puncak Gunung Liong-thouw-san telah memperdalam ilmunya, memberi petunjuk-petunjuk kepada Kun Hong bagaimana caranya menggabungkan kedua ilmu kesaktian itu menjadi sebuah ilmu silat gabungan yang luar biasa, hebatnya ilmu ini masih menggunakan tenaga yang bertentangan, yaitu tenaga Im dan tenaga Yang seperti dalam ilmu sakti Im-yang-sin-hoat, akan tetapi gerakan-gerakannnya dicampur dengan Kim-tiauw-kun sehingga boleh dikatakan bahwa kalau tangan kanan yang memegang tongkat pengganti pedang mainkan Im-yang-sin-kiam-sut, adalah kedua kaki mainkan langkah ajaib dari Kim-tiauw-kun dan tangan kiri juga mainkan jurus-jurus serangan Kim-tiauw-kun.





Malah jurus yang disebut jurus Sakit Hati dapat dimasukkan dalam ilmu silat gabungan ini, hanya sekarang lain sifatnya, tidak seganas tadinya yang sekali bergerak tentu merupakan jurus maut. Biarpun daya serangannya masih hebat, namun sekarang gerakannya dilakukan dengan penuh kesadaran sehingga dapat dipergunakan menurut ukuran, tidak seperti tadinya yang gerakannya dipengaruhi perasaan sakit hati dan kemarahan sehingga dilakukan secara membuta dengan tujuan membunuh untuk memuaskan nafsu belaka.

Dengan amat tekun Kun Hong menerima petunjuk teori penggabungan itu dan diam-diam dia mencatat kesemuanya dalam ingatan. Malah dia lalu bersilat dengan gerakan gabungan ini, disaksikan oleh Sin-eng-cu Lui Bok yang memberi petunjuk-petunjuk dibagian yang kurang tepat.

Sementara itu, A Wan dan Cui Sian sudah kembali ke tempat ini dan dua orang bocah itu dengan bengong duduk diatas tanah sambil menonton Kun Hong bersilat. Cui Sian adalah puteri suami isteri pendekar besar sehingga semenjak kecil ia sudah sering kali melihat orang bersilat, maka tidak mengherankan apabila sekarang ia amat tertarik dan gembira menyaksikan Kun Hong bergerak-gerak seperti itu.

Yang mengherankan adalah A Wan. Bocah ini tidak pernah melihat seorang bersilat, akan tetapi sekarang amat tertarik hatinya dan hal ini saja menunjukkan bahwa dia memang berbakat dan berminat.

“Nah, sekarang kita harus berpisah, Kun Hong. Aku akan kembali ke Liong-thouw-san. A Wan akan kubawa serta karena selama kau melanjutkan usahamu menyelesaikan tugas-tugas yang amat penting dan berat itu, A Wan hanya akan menjadi penghalang bagimu. Pula, tidak baik kalau anak ini kau bawa menempuh bahaya-bahaya dan pertempuran, karena dia belum memiliki dasar batin yang kuat sehingga aku khawatir kalau-kalau kelak akan menjadi tukang pukul yang kerjanya hanya memperlihatkan kepandaian untuk memukul orang. Juga Cui Sian kubawa, kelak kalau sudah tiba saatnya akan kukembalikan kepada orang tuanya.”

Kun Hong membungkam. Hatinya terasa sunyi mendengar ucapan ini. Semua akan meninggalkannya, orang-orang yang dikasihinya ini. Terdengar suara burung rajawali emas merintih perlahan. Makin sedih hatinya dan tiba-tiba dia berkata,

“Susiok, ijinkahlah kepada Kim-tiauw-ko (kakak rajawali emas) untuk menemani teecu beberapa waktu lamanya. Teecu masih amat rindu kepadanya.”

Sin-eng-cu Lui Bok tertawa.
“Dia bebas, kalau dia mau boleh saja. Nah, selamat berpisah, Kun Hong.”

Kakek itu menggandeng tangan kedua orang anak itu dan mengajaknya pergi. A Wan beberapa kali menengok kepada gurunya, hanya sepasang matanya saja memandang sedih, akan tetapi dia tidak berani membantah kehendak kakek itu.

Luar biasa sekali adalah burung rajawali emas. Agaknya dia dapat menangkap arti percakapan tadi. Buktinya setelah dia diberi kebebasan, agaknya dia suka memenuhi permintaan Kun Hong. Matanya memandang kearah Lui Bok yang pergi bersama dua orang bocah itu, akan tetapi dia tidak kelihatan bergerak hendak pergi.

Kun Hong bangkit berdiri dan merangkul lehernya.
“Tiauw-ko, kau tentu suka menemaniku, bukan? Aku kesepian sekali, Tiauw-Ko…….”

Burung itu mengeluarkan suara perlahan, paruhnya yang besar mengkilap dan kokoh kuat itu membelai jari tangan Kun Hong. Tiba-tiba dia lalu mengeluarkan suara aneh lalu mendorong Kun Hong dengan sayapnya. Kun Hong terpental dan burung itu sudah menyerbu dan menyerangnya!

“Ha-ha-ha, Tiauw-ko, kau mengajak latihan?”

Kun Hong tertawa-tawa gembira, teringat akan kebiasaan mereka dahulu di puncak Bukit Kepala Naga. Dahulupun burung inilah yang menjadi teman berlatih, malah boleh dibilang burung inilah yang menjadi guru pertama dalam ilmu silat! Dia sudah mengenal suara burung itu kalau mengajak berlatih dan dia tahu pula bahwa burung ini kalau mengajak latihan berkelahi, selalu berkelahi seperti sungguh-sungguh dan tidak boleh dipandang ringan sedikitpun juga!

Timbul kegembiraannya dan mendadak dia teringat akan usahanya yang dibantu oleh Sin-eng-cu Lui Bok tadi, yaitu menggabung kedua ilmu silat sakti. Segera dia bergerak menghadapi dengan ilmu silat gabungan ini, menggunakan tongkatnya yang ampuh.

Kim-tiauw memang hebat. Dari gerakan-gerakannya tahulah Kun Hong bahwa selama beberapa tahun ini, kim-tiauw telah memperoleh kemajuan pesat dan hebat. Gerakan-gerakannya lebih cepat, lebih matang dan pancingan-pancingannya lebih bertambah. Namun harus dia akui dengan hati iba bahwa dalam hal tenaga, burung ini sudah mundur banyak sekali, tanda bahwa dia sudah mulai tua!

Sebaliknya, kim-tiauw beberapa kali mengeluarkan seruan-seruan yang bagi telinga Kun Hong terkejut dan kadang-kadang kagum. Memang baginya, dengan ilmu silat gabungan ini, amatlah mudah menghadapi kim-tiauw. Langkah ajaibnya dapat mengimbangi gerakan kim-tiauw itu, tongkatnya mampu menandingi paruh dan tangan kirinya dapat membalas semua serangan sayap. Malah, dengan amat mudahnya dapatlah dia berkali-kali menampar burung itu sebagai pengganti tusukan atau hantaman maut.

Girang hatinya bahwa kini dia dapat mempergunakan jurus Sakit Hati dengan berhasil baik tanpa membinasakan lawan. Hal ini adalah karena dia dapat menimbang tenaganya, biarpun tenaga sakti yang amat hebat dan dahsyat itu tersalur dari dalam melalui setiap pukulannya, namun dia dalam keadaan sadar dan dapat mengurangi atau menambah tenaga, bahkan dapat menariknya kembali setiap saat dia kehendaki.

Karena inilah maka kini dengan mudah dia dapat mengganti pukulan maut dengan tepukan atau tamparan tak berarti pada semua bagian tubuh rajawali emas itu tanpa melukainya.

Setelah berlatih ratusan jurus, akhirnya rajawali emas merintih perlahan lalu mendekam diatas tanah, berkali-kali mulutnya mengeluarkan suara pujian. Kun Hong merangkulnya dan tertawa-tawa gembira.

“Wah, Tiauw-ko, dengan adanya kau di sampingku, teringat aku akan masa lalu yang amat menggembirakan. Dengan kau disini aku tidak akan merasa kesepian lagi!”

Sehari itu Kun Hong bermain-main dengan rajawali emas yang mencarikan buah-buahan untuknya, setelah beristirahat lalu berlatih kembali. Burung itu selalu memenuhi permintaannya untuk berlatih dan makin lama makin payahlah kim-tiauw melawannya.

Bukan main girangnya hati Kun Hong dan dia amat berterima kasih kepada Sin-eng-cu Lui Bok karena berkat petunjuk kakek sakti itu, dia benar-benar telah menciptakan ilmu silat yang luar biasa, yang kehebatannya setingkat dengan jurus Sakit Hati akan tetapi tidak sekeji itu.

Sehari suntuk dia berlatih dan menciptakan jurus-jurus baru yang sekiranya cocok, diambil daripada gabungan dua ilmu silat sakti itu. Malah sedikit banyak terdapat pula unsur saripati Ilmu Silat Hoa-san-pai yang dia masukkan ke dalam ilmu silat ini bilamana terdapat kecocokan. Betapapun juga, Hoa-san-pai adalah partai yang dipimpin ayahnya, maka dia tidak mau meninggalkan ilmu silat partai ini.

Setelah malam tiba, Kun Hong yang semenjak sore tadi beristirahat sambil bersamadhi, duduk bersila mengheningkan cipta untuk menyempurnakan hasil ciptaan ilmu silat gabungan itu sambil memulihkan tenaga dan sekalian menyembuhkan luka-lukanya, kini bangkit dari duduknya.

Telinganya mendengar suara mengiang-ngiang dan kiranya di tempat itu terdapat banyak sekali nyamuk yang mulai beroperasi setelah sinar matahari menghilang. Kun Hong membuat api dengan jalan mencetuskan ujung tongkatnya kepada batu hitam, membakar daun-daun kering dan sebentar kemudian disitu telah menyala api unggun.

Kim-tiauw sudah biasa pula dengan pekerjaan ini, maka tanpa diperintah burung sakti ini mengumpulkan kayu-kayu kering dengan paruhnya dan menjajarkan dekat api unggun.

Setelah itu, dua mahluk yang bersahabat itu melayang ke atas pohon. Kun Hong duduk bersila diatas sebuah cabang pohon besar, sedangkan kim-tiauw mendekam di dekatnya. Kehangatan bulu burung itu membuat Kun Hong lebih cepat dapat terlena dalam samadhinya.

Tanpa terasa malam merayap cepat dan bulan purnama mulai muncul di ufuk timur. Api unggun masih bernyala mengeluarkan bunyi gemeretak memakan kayu-kayu dan daun-daun kering.






No comments:

Post a Comment