Ads

Tuesday, February 5, 2019

Pendekar Buta Jilid 094

“Uuuuhhh-uuuhhh……. aku tidak dapat mempengaruhinya dengan pandangan mataku……. uh-uh-uh, dia hebat……. Bhok losuhu…….” katanya dengan suara bernada kecewa.

Memang hatinya kecewa sekali karena dia harus menderita kekalahan. Andaikata lawannya itu, biarpun memiliki ilmu silat luar biasa tingginya, tidak buta seperti sekarang, belum tentu dia akan kalah seperti sekarang ini. Dengan pandang matanya dia dapat mengerahkan kekuatan batin, dapat mempergunakan ilmu sihirnya untuk membuat lawannya bertekuk lutut tanpa mengulurkan tangan. Akan tetapi, apa daya, justeru lawannya tidak mempunyai mata sehingga kekuatan batinnya tidak mendapatkan “pintu” untuk memasuki tubuh lawan.

Di lain pihak, diam-diam Kun Hong mengeluh. Dia telah menderita luka dalam akibat pukulan Bhok Hwesio di punggungnya, sedangkan luka di pangkal pahanya biarpun tidak berbahaya lagi, namun belum sembuh dan masih terasa nyeri dan perih, juga sebagian tenaganya sudah banyak dipergunakan untuk mengusir racun dan untuk menambah daya tahan terhadap luka-luka itu, sekarang dia harus menghadapi lawan tangguh.

Tadi, dalam dua kali bertemu tenaga dengan Bhewakala, sungguhpun dia berada di fihak unggul berkat sinkang di tubuhnya dan jurus luar biasa itu, namun tenaga yang dia pergunakan amatlah merugikan dirinya sendiri. Luka dalam di punggungnya menjadi makin nyeri sampai menyesakkan dada, luka di pangkal paha mengucurkan darah baru karena dorongan dari dalam ketika dia mengerahkan tenaga.

Namun pemuda perkasa ini tidak menyatakan sesuatu, tetap memasang kuda-kuda jurus Sakit Hati menghadapi segala kemungkinan, tidak bergerak seperti patung. Dia harus mempertahankan nyawanya dan untuk ini mau tidak mau dia harus berani merobohkan lawan, kalau perlu membunuhnya!

Setelah banyak mengalami hal-hal penasaran di dunia kang-ouw, mulai terbukalah pengertian Kun Hong mengapa tokoh-tokoh kang-ouw yang terkenal gagah perkasa dan dia kagumi itu sering kali melakukan pembunuhan. Kiranya di dunia ini memang terdapat banyak orang-orang yang sudah sepatutnya dibunuh karena hidupnya hanya mengotorkan dunia dan menjadi sumber segala kejahatan!

Sekarang dia tidak rela menyediakan nyawanya untuk dibunuh orang lain, karena hidupnya masih memiliki banyak tugas penting sekali. Pertama, mencari musuh-musuh Thai-san-pai dan membantu paman Beng San membalas sakit hati. Ke dua, membantu mencari adik Cui Sian yang hilang diculik orang. Ke tiga, melanjutkan tugas paman Tan Hok untuk menyampaikan surat rahasia itu kepada yang berhak, yaitu Raja Muda Yung Lo di utara. Ke empat, mendidik A Wan sebagai muridnya agar dia dapat membalas budi mendiang Yo-twaso. Ke lima……. Hui Kauw!

Ya, karena adanya Hui Kauw maka dia tidak mau mati dan harus mempertahankan hidupnya. Biarpun pikirannya melayang-layang seperti itu, namun Kun Hong tidak sedikitpun mengurangi kesiap siagaannya menghadapi para lawan yang sudah mengurungnya.

“Omitohud……….. orang muda buta benar-benar lihai sekali. Pinceng kagum………. sayang kalau harus membunuhnya. The-kongcu dan Tan-sicu, mari bersama-sama pinceng menangkapnya hidup-hidup!”

Mendengar kata-kata ini, Kun Hong mengerutkan keningnya. Hemmm, kiranya Sin-kiam-eng Tan Beng Kui sudah berada disitu pula. Inilah berbahaya, pikirnya. Tertawan oleh orang-orang ini sama dengan mati. Kalau dia sudah tertawan, bagaimana mungkin melepaskan diri? Dahulu ketika dia belum buta, pernah pula dia ditawan di kota raja, akan tetapi dengan ilmu sihirnya dia dapat melarikan diri (baca Rajawali Emas). Sekarang, sekali dia tertawan, apa bedanya dengan mati? Tidak, dia tidak mau ditawan!

Begitu mendengar deru angin dari tiga jurusan, Kun Hong cepat menggunakan langkah-langkah ajaibnya Untuk menyelamatkan diri, sedangkan kedua tangannya sudah siap selalu mencari kesempatan membalas. Sayang baginya, jurus Sakit Hati itu hanya sejurus saja, dan pula, hanya amat ampuh kalau dipergunakan untuk menghadapi seorang lawan yang menyerang menjadi serangan balasan yang tak terhindarkan.

Sekarang, menghadapi serangan tiga orang yang demikian tinggi ilmu silatnya, Dia sama sekali tidak mempunyai kesempatan untuk mempergunakan jurusnya ini. Pedang di tangan Sin-kiam-eng seperti seekor garuda saja menyambar-nyambar dari tempat yang tidak terduga-duga. Bukan main hebatnya Ilmu Pedang Sian-li Kiam-sut dari Sin-kiam-eng Tan Beng Kui ini sehingga dalam menghadapinya, timbul keinginan aneh di hati Kun Hong untuk dapat mempergunakan mata melihat permainan pedang ini!

Tongkatnya sudah repot dipergunakan menangkis serangan Sin-kiam-eng, sehingga tinggal sedikit kesempatan untuk menangkis pedang The Sun yang juga amat ganas menyambar-nyambar. Berkali-kali dia berusaha memukul runtuh pedang The Sun yang dia tahu mengandung racun berbahaya, lebih-lebih dari keinginan dan nafsu hatinya untuk mendapat kesempatan menerjang The Sun dan merenggut nyawa pemuda halus ini untuk membalas sakit hati janda Yo.





Akan tetapi selagi menghadapi dua pedang ini saja dia sudah repot, ditambah lagi sambaran-sambaran aneh dan kuat bukan main dari kedua tangan Bhok Hwesio yang berusaha menangkapnya, mana mungkin dia melakukan serangan balasan?

Kalau sekarang Kun Hong kewalahan menghadapi lawan-lawannya, hal ini bukanlah terlalu aneh. Pertama, dia telah terluka hebat sehingga tenaganya hanya tinggal tiga per empat bagian. Kedua, tiga orang lawannya yang tergolong jagoan-jagoan kelas satu ini mengeroyoknya. Ketiga, hatinya sudah gelisah sekali karena sampai saat itu dia tidak tahu kemana perginya A Wan dan Hui Kauw, dan apa jadinya dengan mahkota yang menyimpan surat rahasia penting itu.

Pada saat itu pedang The Sun menyambar kearah kakinya dengan babatan cepat sekali. Kun Hong melompat keatas dan cepat sekali menggunakan tongkatnya untuk menindih pedang ini, dengan maksud mempergunakan kesempatan ini dia memukul The Sun dengan tangan kiri.

Akan tetapi pada saat itu pedang Sin-kiam-eng sudah menusuknya, menusuk kearah leher. Cepat dia miringkan tubuh dan tangan kirinya sudah siap melanjutkan pukulan kepada The Sun yang masih berkutetan hendak menariknya tapi tidak sanggup itu.

“Robohlah…….” tiba-tiba terdengar bentakan Bhok Hwesio yang mendorong dari samping.

Hebat tenaga dorongan hwesio ini, seperti angin puyuh saja datangnya. Kun Hong terkejut, terpaksa membatalkan pukulannya pada The Sun, sebaliknya dia lalu menggunakan tangan kirinya itu mendorong kearah Bhok Hwesio.

“Deeeeesssss!!!!!”

Tangan kiri Kun Hong bertemu dengan tangan Bhok Hwesio, dari kedua lengan ini mengalir hawa dorongan yang luar biasa saktinya. Bhok Hwesio berteriak perlahan, tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang, sedangkan Kun Hong merasa dadanya sesak dan diapun terpaksa melompat ke belakang dan berusaha memulihkan napasnya.

Akan tetapi alangkah kagetnya ketika merasa betapa punggungnya yang masih luka itu makin nyeri, membuat dia sukar bernapas. Kun Hong gugup, bingung, kecewa dan marah bukan main. Haruskah dia mati dalam keadaan begini? Haruskah dia mati sebelum menunaikan tugasnya? Terlintas pikiran aneh pula. Haruskah dia mati sebelum menyampaikan cinta kasihnya kepada Hui Kauw? Tidak! Sekali-kali tidak boleh!

Dan terdengarlah pekik melengking tinggi keluar dari kerongkongannya, pekik yang mengerikan dan mendirikan bulu roma, dibarengi dengan melesatnya tubuhnya dengan jurus Sakit Hati.

Hampir saja Sin-kiam-eng Tan Beng Kui menjadi korban karena jago tua ini yang berada di tempat terdekat. Kun Hong tidak perduli siapa lagi yang berada di dekatnya, tentu terus saja diterjang dengan jurus Sakit Hati sambil mengeluarkan pekik melengking tinggi itu.

Tan Beng Kui terkejut dan cepat melompat jauh menghindarkan diri, juga The Sun kaget bukan main sampai mukanya menjadi pucat dan diapun menjauhkan diri. Hanya Bhok Hwesio yang tetap berdiri di tempatnya, memandang dengan penuh kekaguman.

“Dia sudah seperti harimau terluka, tinggal merobohkan saja!” kata hwesio itu membesarkan hati The Sun dan Tan Beng Kui mendesak maju lagi, menggerakan pedang.

Keadaan Kun Hong benar-benar terancam hebat, kalau tidak akan roboh tewas, sedikitnya tentu dia akan tertawan seperti yang dia khawatirkan.

Mendadak terdengar lengking panjang dari atas, lengking yang hampir sama dengan pekik yang keluar dan mulut Kun Hong, akan tetapi lebih panjang dan nyaring. Mendengar ini, Kun Hong terkejut dan mukanya berubah berseri-seri, lalu dia memekik lagi sambil mengamuk terus, menggerakkan tongkatnya sehingga tubuhnya tertutup sinar pedang kemerahan.

Untuk menjaga dirinya dari desakan tiga orang lawannya yang amat tangguh, tiadai lain ilmu kecuali ilmu Pedang Im-yang-sin-kiam yang dapat melindungi tubuhnya.

Lengking panjang itu makin keras dan tiba-tiba terdengar kelepak sayap di udara. Bhok Hwesio berseru kagum,

“Omitohud………. apalagi ini……?”

Kiranya yang datang ini adalah seekor burung rajawali yang besar sekali. Indah dan gagah burung itu. Seekor burung rajawali yang jarang kelihatan oleh manusia, bulunya kuning bersih, paruh dan kuku kakinya seperti emas, matanya merah menyala.

Inilah kim-tiauw si rajawali emas yang datang karena tertarik oleh pekik melengking dari mulut Kun Hong tadi. Agaknya burung ini mengenal pekik sahabatnya dan begitu tiba disitu melihat Kun Hong dikeroyok, dia segera mengeluarkan pekik dahsyat dan tubuhnya yang keemasan itu menyambar turun dengan kekuatan ribuan kati!

“Awas……….!”

Bhok Hwesio memperingatkan kedua orang temannya, juga para pengawal yang mengurung tempat itu. Namun tetap saja empat orang pengawal roboh terguling terkena sambaran sayap yang memukul ke depan, dan paruh yang kuat itu menerjang Tan Beng Kui.

Pendekar pedang yang berilmu tinggi ini cepat mengelak sambii membacokkan pedangnya pada leher burung. Akan tetapi siapa kira, burung itu sama sekali tidak mengelak, melainkan menggunakan cakarnya untuk menyambar pedang yang membacoknya!

Andaikata bukan Tan Beng Kui yang menyerangnya, pasti pedang itu akan terampas oleh kim-tiauw. Akan tetapi Sin-kiam-eng Tan Beng Kui cepat menarik pedangnya, malah melompat mundur tiga langkah untuk menghindarkan diri dari serangan cakar kedua yang menerjangnya.

“Kim-tiauw-ko (kakak rajawali emas)!” seru Kun Hong girang ketika mendengar sepak terjang burung itu.

Burung itu bukan lain adalah burung kesayangannya, sahabat yang telah berpisah darinya lama sekali (baca Rajawali Emas). Kegirangan mendatangkan tenaga berlipat ganda sehingga dengan bentakan hebat dia berhasil memukul pedang The Sun terlepas dari tangan pemuda itu.

“Serbu!?” terdengar The Sun memberi aba-aba kepada para pengawal, akan tetapi burung rajawali itu telah menyambar ke depan dan di lain detik Kun Hong sudah melompat keatas punggungnya, merangkul lehernya dan membiarkan dirinya dibawa terbang tinggi.

Puluhan batang anak panah diiringi caci maki melayang mengejar burung itu, namun tak sebuahpun mengenainya. Yang menyambar dekat dengan mudah diruntuhkan dengan gerakan cakar kaki yang menangkis! Benar-benar seekor burung yang amat tangguh dan kosen.

“Kim-tiauw ajaib……….. omitohud…….!”

Bhok Hwesio memuji dan saking kagum dan herannya, kakek sakti ini tadi sampai terpaku dan tidak tahu harus berbuat apa. Hal ini menguntungkan Kun Hong dan rajawali emas, karena kalau kakek ini tidak terpaku dan menjadi pikun lalu tadi turun tangan, agaknya tidak semudah itu kim-tiauw dapat menolong dan melarikan Kun Hong dari tempat yang berbahaya itu.

Kun Hong hampir pingsan saking lelahnya ketika dia duduk di atas punggung rajawali sambil memeluk lehernya. Dengan terharu dia berbisik,

“Tiauw-ko……. ah, kau baik sekali, terima kasih, tiauw-ko…….”

Burung itu mengeluarkan bunyi perlahan seakan-akan dapat menerima ucapan Kun Hong, dan terbangnya makin pesat membubung tinggi di udara sampai kelihatan kecil sekali, kemudian menukik ke barat dengan kecepatan kilat.

Belasan li di sebelah barat, diluar tembok kota raja, terdapat sebuah hutan besar. Daerah ini termasuk kaki Pegunungan Tapie-san. Burung rajawali emas yang membawa terbang Kun Hong itu menukik ke bawah, kearah hutan ini dan tak lama kemudian dia sudah turun keatas tanah diantara pohon-pohon besar di tengah hutan itu, lalu mendekam. Kun Hong segera melompat turun dari punggung kim-tiauw.






No comments:

Post a Comment