Ads

Tuesday, February 26, 2019

Jaka Lola Jilid 056

Diantara mereka yang belum pernah ia temui adalah Kwa Swan Bu inilah. Tentu saja ia sudah sering kali mendengar ayah bundanya memuji-muji Kwa Kun Hong Si Pendekar Buta yang sakti. Oleh karena itu, ia dapat menduga bahwa putera Pendekar Buta tentu lihai pula dan ternyata sekarang secara kebetulan sekali ia dapat menyaksikan sendiri kepandaian putera Pendekar Buta itu!

Akan tetapi ketika menyaksikan betapa lihainya tiga orang yang mengeroyok Swan Bu, ditambah lagi banyak anak buah Ang-hwa-pai maju dari belakang mencari kesempatan untuk mengirim serangan menggelap, ia tidak dapat tinggal diam lebih lama lagi. Dengan pedang Oie-kong-kiam di tangan ia menerjang sambil membentak nyaring dan akibatnya tiga orang anak buah Ang-hwa-pai roboh oleh sinar pedangnya!

Sekilas pandang ia melihat betapa Swan Bu menoleh kepadanya dan memandang dengan sinar mata penuh keheranan dan juga kaget karena agaknya pemuda itu mengenalnya dari pertemuan di depan losmen tadi. Sedetik wajah yang cantik itu menjadi merah, jantungnya berdebar dan untuk menguasai rasa jengah ini Lee Si segera memperkenalkan diri,

“Kita masih orang sendiri, aku Tan Lee Si, ayahku ketua di Min-san!”

Kaget dan girang bukan main hati Swan Bu. Tentu saja dia sudah mendengar nama ini dari ayah bundanya. Kiranya masih saudara sendiri. Saudara? Sebetulnya bukan apa-apa. Hanya ayahnya masih terhitung paman guru ibu Lee Si, sungguhpun usia mereka sebaya. Sebaliknya, ayahnya sebagai orang yang pernah menerima pelajaran dari Raja Pedang kakek gadis ini, masih terhitung paman guru gadis ini sendiri!

“Bagus!” Swan Bu berseru gembira, bukan karena mendapat bantuan melainkan karena mendapat kenyataan bahwa gadis yang tadi membuat hatinya berdenyut aneh ketika dia melihatnya di depan losmen itu kiranya bukanlah orang lain! “Mari kita basmi kawanan penjahat ini”

Akan tetapi pada saat itu Siu Bi sudah melompat dengan gerakan gesit sekali, pedangnya mendahuluinya merupakan sinar kehitaman. Dengan pedang melintang di depan dada Siu Bi menghadapi Lee Si, sejenak pandang matanya menjelajahi gadis Min-san itu dari atas sampai ke bawah, lalu terdengar dia membentak,”

“Kau tidak suka akan keroyokan, akupun membenci keroyokan. Hayo sekarang kita sama-sama muda, sama-sama wanita, tanpa keroyokan, kita mengadu kepandaian!”

Lee Si tadi sudah melihat sikap Siu Bi dan biarpun ia dapat menduga bahwa gadis ini berbeda dengan orang-orang yang lain, namun tetap saja merupakan musuh dan tentu bukan seorang gadis baik-baik. Akan tetapi karena ia tidak mempunyai permusuhan dengan Siu Bi, juga bahwa ia hanya mau bertanding untuk membantu Swan Bu yang dikeroyok, maka, ia merasa ragu-ragu untuk melayani gadis cantik yang pedangnya bersinar hitam itu.

“Perempuan liar, diantara kita tidak ada permusuhan, perlu apa aku melayani kau?”

Dimaki perempuan liar, tentu saja Siu Bi seketika menjadi naik darah!
“Kau yang liar, kau yang buas, kau ganas! Siapa saja yang menjadi sahabat atau keluarga dia itu adalah musuhku. Sambut pedangku!”

Dengan gerakan yang amat lincah dan kuat Siu Bi sudah menerjang maju, didahului gulungan sinar hitam pedangnya.

Tentu saja Lee Si juga cepat mengangkat pedangnya menangkis dan beberapa menit kemudian kedua orang gadis yang sama lincahnya ini sudah lenyap bayangannya, terbungkus oleh gulungan sinar pedang hitam dan kuning yang saling libat, saling dorong dan saling tekan.

Selain menegangkan, juga amat indah dipandang pertandingan antara kedua orang dara remaja yang sama gesitnya ini. Akan tetapi Lee Si segera menjadi kaget sekali ketika beberapa kali tangan kiri Siu Bi melancarkan pukulan Hek-in-kang yang amat kuat sehingga Lee Si menjadi sibuk mengelak karena maklum bahwa pukulan itu adalah semacam pukulan jarak jauh yang amat berbahaya.

Tahulah ia bahwa lawannya ini memiliki kepandaian yang tinggi lagi jahat maka ia berlaku sangat hati-hati mainkan bagian-bagian Hoa-san Kiam-sut untuk mempertahankan diri serta bagian Yang-sin Kiam-sut untuk balas menyerang. Sayangnya bahwa penggabungan-penggabungan kedua ilmu pedang itu belum sempurna benar sehingga untuk melayani Cui-beng Kiam-sut dan Hek-in-kang yang memang luar biasa itu ia merasa terdesak hebat.






Memang boleh diakui bahwa ilmu silat yang dipelajari Lee Si merupakan ilmu silat golongan bersih, karena itu dasarnya lebih kuat dan sifatnya tidaklah liar seperti ilmu silat yang dimiliki Siu Bi. Akan tetapi oleh karena memang tingkat kepandaian Hek Lojin jauh lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Tan Kong Bu dan isterinya, maka tentu saja tingkat Siu Bi juga lebih tinggi daripada tingkat Lee Si.

Kalau saja Siu Bi tidak memiliki Ilmu Hek-in-kang dan hanya mengandalkan Cui-beng kiam-sut, agaknya Lee Si masih sanggup mempertahankan diri. Akan tetapi sekarang Siu Bi mendesaknya dengan Hek-in-kang yang membuat ia sibuk sekali, harus melompat kesana kemari mengelak daripada sambaran uap hitam itu, ditambah lagi harus menghadapi sinar pedang hitam yang mengurung dirinya dan menutup semua jalan keluar!

Sementara itu, pertempuran antara Swan Bu dan para pengeroyoknya juga berjalan amat seru. Kini tidak ada anak buah Ang-hwa-pai yang berani maju, mereka hanya berjaga-jaga saja karena setiap kali ada yang maju, baru segebrakan saja tentu roboh mandi darah disambar sinar pedang putih di tangan Swan Bu.

Akan tetapi biarpun pengeroyoknya hanya tiga orang, namun ketiganya adalah ahli-ahli silat kelas tinggi yang memiliki ilmu kepandaian hebat. Swan Bu memang mewarisi kesaktian ayah bundanya, akan tetapi dia kurang pengalaman bertempur. Andaikata ayahnya berada disitu, tanpa turun tangan membantunya, hanya dengan nasihat-nasihat saja sudah pasti dia akan dapat menangkan pertandingan ini.

Karena kekurangan pengalaman inilah dia kekurangan taktik sehingga kurang dapat menangkap dengan cepat kelemahan-kelemahan lawan dan terlampau hati-hati menjaga diri sehingga biarpun pertahanannya rapat sekali, namun daya serangannya kurang kuat dan kurang berhasil. Apalagi ketika dengan sudut matanya dia dapat melihat betapa Lee Si telah terdesak hebat oleh sinar hitam pedang Siu Bi, hatinya menjadi gelisah sekali.

Pada saat itu terdengar suara ketawa aneh dan muncullah dua orang kakek, yang seorang tinggi jangkung yang seorang lagi pendek.

“Heh-heh-heh, sudah ada pesta keramaian disini!” kata si jangkung dengan suaranya yang aneh dan asing.

“Suheng!!”

Ang-hwa Nio-nio berseru girang sekali ketika mengenal kakek tinggi jangkung itu, yang bukan lain orang adalah Maharsi pendeta dari barat. Adapun si pendek itu. adalah Bo Wi Sian Jin!

“Bantulah kami menangkap dua bocah setan ini!”.

“Heh-heh-heh, Sianjin. Ini Sumoi (Adik Seperguruan). Kau tangkaplah yang betina, biar aku tangkap yang jantan!”

Setelah berkata demikian, Maharsi melangkah panjang ke dalam pertempuran, tangannya mencengkeram dan kagetlah Swan Bu ketika tiba-tiba ada angin keras menyambar dari atas dan tahu-tahu lengan yang panjang itu mengancamnya. Cepat pedangnya dikibaskan keatas untuk membuat buntung lengan itu.

“Wah, boleh juga!”

Maharsi memuji. Perlu diketahui bahwa Ilmu Silat Pai-san-jiu dari pendeta barat yang tinggi ini, seperti juga Ilmu Katak Sakti dari Bo Wi Sianjin, merupakan ilmu pukulan sakti yang mengandung sinkang tingkat tinggi sehingga pukulan-pukulan dari kedua ilmu silat ini tidak perlu menyentuh tubuh lawan, dari Jauh saja sudah cukup kuat untuk merobohkan lawan yang biasa. Akan tetapi pemuda itu bukan saja tidak terpengaruh banyak oleh sambaran hawa pukulannya, malah masih dapat membabat dengan pedangnya yang cukup berbahaya. Karena inilah Maharsi memuji.

Akan tetapi sambil menarik kembali lengannya, pendeta Jangkung ini sudah mengirim serangan bertubi-tubi, susul-menyusul dan angin pukulannya menderu-deru seperti angin taufan mengamuk.

Swan Bu benar-benar kaget sekali. Maklumlah dia bahwa si jangkung ini benar-benar amat berbahaya. Apalagi pada saat itu, Ang-hwa Nio-nio, Ouwyang Lam dan Ang Mo-ko masih terus menerjangnya dengan sengit, maka pemuda Liong-thouw-san ini benar-benar berada dalam keadaan yang amat berbahaya.

Adapun Lee Si yang menghadapi Siu Bi dan terdesak hebat, tiba-tiba melihat munculnya seorang kakek pendek yang serta merta menggerakkan tangan menyelonong maju dan menerjang Siu Bi dengan pukulan-pukulan dan dorongan-dorongan kuat, dibarengi suara ketawanya terbahak-bahak.

Kakek ini adalah Bo Wi Sianjin yang memandang rendah lawan karenanya dia tidak menggunakan Pukulan Katak Sakti, melainkan mendesak dengan pukulan-pukulan Jarak jauh biasa. Akan tetapi dia salah kira dan bukan menyerang Lee Si, malah menerjang Siu Bi.

“Eh-eh-eh, Locianpwe, bukan dia musuh kita. Yang seorang lagi…..!” seru Ouwyang Lam kaget sambil melompat mendekati, meninggalkan Swan Bu yang kini sudah terdesak hebat itu.

“Hah? Yang mana?” Bo Wi Sianjin menghentikan serangannya, tertegun dan bingung.

Sementara itu, Siu Bi marah sekali. la tadi sedang mendesak Lee Si, sama sekali tidak membutuhkan bantuan karena ia berada di fihak unggul, maka majunya kakek itu baginya merupakan gangguan yang menjengkelkan.

“Aku tidak butuh bantuan! Mundur!!” serunya dan pedangnya dikerjakan lebih hebat.

Lee Si yang maklum bahwa dirinya tak dapat tertolong lagi kalau ada orang lain maju mengeroyok, menjadi gugup dan sebuah pukulan Hek-in-kang dari Siu Bi tak dapat ia hindarkan, mengenai pundaknya dan ia terhuyung-huyung. Kesempatan baik ini dipergunakan oleh Siu Bi untuk menyapu kaki Lee Si sehingga gadis ini roboh dan sebuah totokan membuatnya lemas tak dapat bergerak lagi.

Swan Bu yang sudah terdesak hebat, melihat robohnya Lee Si, menjadi marah sekali.
“Keparat, lepaskan dia!”






No comments:

Post a Comment