Ads

Wednesday, February 13, 2019

Jaka Lola Jilid 003

Kim Hoa menggeleng-gelengkan kepala sambil menangis, sukar baginya mengeluarkan suara karena menangis tersedu-sedu itu. Akhirnya ia dapat menguasai tangisnya dan berkata,

“Tidak, In-kong….. saya tidak sudi kembali kesana. Mereka mau menerima saya dan mengawini saya hanya karena kau paksa. Kalau In-kong sudah pergi, tentu mereka akan melampiaskan kemendongkolan hati kepada saya, ha….. ngeri saya memikirkan hal itu.”

“Nona, apakah kau tidak….. tidak cinta kepada mereka? Kepada seorang diantara mereka?”

“Tidak! Tidak! Aku benci kepada mereka semua! Aku benci kepada yang muda-muda, juga benci kepada yang tua! Mereka orang-orang jahat dan keji!”

The Sun mengerutkan kening dan ragu-ragu untuk mengeluarkan pertanyaan ini, namun dipaksanya,

“Maaf, Nona. Tapi….. tapi….. bukankah mereka….. seorang diantara mereka adalah….. ayah daripada anak dalam kandunganmu?”

Tiba-tiba Kim Hoa menjatuhkan diri diatas tanah dan menangis dengan sedih.
“Biarkan aku mati….. biarlah aku mati saja….. ya Tuhan, apa dosa hamba sehingga harus menanggung derita dan hinaan seperti ini?” Nona itu mengeluh panjang dan pingsan.

The Sun berlutut, menggeleng-geleng kepala.
“Kasihan…..”

Dengan hati-hati dia lalu mengurut jalan darah di leher dan punggung. Kembali dia merasa heran dan tak mengerti mengapa dadanya berdebar begitu keras ketika ujung jari tangannya menyentuh kulit leher di punggung. Apa, yang aneh dalam diri nona ini sehingga seakan-akan mempunyai besi sembrani yang menariknya amat kuat?

Kim Hoa siuman kembali, mula-mula termenung memandang kosong, kemudian dia mengeluh panjang.

“In-kong, pertanyaanmu tadi….. bagaimana saya harus menjawab? Saya dipaksa, saya tak berdaya….. saya benci mereka, saya benci diri sendiri dan saya benci anak dalam kandungan ini ….”.

“Hushhh, jangan bicara demikian . Anak itu tidak berdosa.”

“Lebih baik aku bunuh diri, biarlah anak ini tidak sempat terlahir.”

“Hushhh, tidak boleh. Kau harus hidup, hidup bahagia, juga anak itu harus lahir dalam rumah tangga bahagia.”

“Bagaimana…..? Apa maksudmu, In-kong …. ?”

The Sun tidak tersenyum lagi sekarang, wajahnya yang tampan nampak sungguh-sungguh, matanya menatap tajam ketika dia membantu Kim Hoa duduk.

“Nona, aku The Sun seorang laki-laki sejati, sekali bicara tidak akan kutarik kembali. Aku juga hidup sebatangkara. Terus terang saja, melihat kau, hatiku timbul kasihan dan cinta. Aku cinta kepadamu dan kalau kau sudi menerima, aku bersedia menjadi suamimu dan menjadi ayah daripada anak di kandunganmu. Sekarang juga, jawablah, kalau kau mau akan kubawa ke Go-bi-san dimana kita hidup bahagia di tempat yang jauh dari pada dunia ramai. Kalau kau tidak mau, terpaksa aku harus meninggalkanmu dan kau boleh pilih apa yang baik untukmu, aku tidak berhak mencampuri lagi.”

Dapat dibayangkan betapa sukar keadaan Kim Hoa disaat itu. la belum mengenal The Sun, dan ia sama sekali tidak tahu bahwa di dunia ini ada seorang seperti ini, yang tampan, gagah perkasa dan aneh. la tahu bahwa ia harus dapat menjawab sekarang juga, tanpa ragu-ragu. Terang bahwa pemuda ini berbeda dengan keluarga Lee, berbeda dengan pamannya, berbeda dengan ayahnya dahulu. Pemuda ini tampan dan memiliki kepandaian luar biasa. Hidup di sampingnya berarti hidup tenteram dan aman, bebas daripada gangguan orang-orang jahat. Sebaliknya kalau ia menolak, jalan satu-satunya hanya membunuh diri. la ngeri kalau memikirkan ini.

“Bagaimana, Nona?” The Sun mendesak.

“Aduh, In-kong, bagaimana saya harus menjawab? Saya seorang wanita….. bagaimana….. ah…”





The Sun mengangguk senang. Keadaan lahir nona ini sudah dia lihat, dan dia amat tertarik dan suka akan kecantikannya. Keadaan batinnya belum dia ketahui, akan tetapi melihat sikap gadis ini, dia dapat menduga bahwa Kim Hoa berperasaan halus dan bersusila tinggi. Hanya karena nasibnya yang buruk, tidak mempunyai andalan di dunia ini, maka dia terjerumus ke dalam jurang kesengsaraan seperti itu.

“Aku tahu betapa sukarnya bagimu untuk menjawab, Nona. Sekarang jawablah dengan anggukan saja. Kalau kau mengangguk, berarti kau sudi menerima tawaranku untuk hidup berdua. Kalau kau menggeleng kepala, aku akan pergi sekarang juga dan tidak akan mengganggumu lebih lama lagi.”

Dengari air mata bercucuran saking terharu dan juga bahagia karena baru sekarang selama hidupnya ia mendapatkan orang yang begini memperhatikan nasibnya, Kim Hoa menganggukkan kepalanya sampai berulang-ulang!

The Sun tertawa bergelak, menubruk maju dan di lain saat Kim Hoa sudah dipondongnya dan dibawa lari keluar rumah tua. Kim Hoa kaget sekali, apalagi merasa betapa ia seperti dibawa terbang. Ngeri hatinya. Sedetik ia curiga. Manusia atau bukankah pemuda ini? Bagaimana bisa terbang kalau manusia?

Akan tetapi ia menyerahkan diri kepada orang ini, yang dekapannya begitu kokoh kuat, begitu sentosa. la meramkan dan merasa aman, desir angin yang mengaung di kedua telinganya makin lama makin merdu seperti dendang yang meninabobokkannya.

Setelah bertemu dengan Ciu Kim Hoa, The Sun benar-benar telah berubah seperti seorang manusia lain. la merasa hidupnya tenteram dan penuh damai tidak bernafsu untuk merantau lagi. Kakek gurunya, Hek Lojin yang sudah buntung lengan kirinya, menerimanya dengan girang dan The Sun bersama Kim Hoa yang ia aku sebagai isterinya, selanjutnya tinggal di puncak Go-bi-san ini bersama Hek Lojin.

Beberapa bulan kemudian Kim Hoa melahirkan seorang anak perempuan yang sehat dan mungil. The Sun menerima kehadiran anak ini dengan gembira dan bahagia, menganggapnya anak sendiri. Anak itu diberi nama Siu Bi dan diberi nama keturunan The.

Juga Hek Lojin amat sayang kepada bayi ini, sehingga dalam masa tuanya kakek itupun merasai kebahagiaan. Memang, kebahagiaan dapat dinikmati dalam hal apapun juga, dalam soal-soal sederhana, asalkan orang dapat mengenalnya.

Yang paling bahagia adalah Kim Hoa. la bahagia, juga amat terharu akan sikap suaminya yang benar-benar menganggap Siu Bi seperti anak keturunannya sendiri. la amat kagum akan kebijaksanaan suaminya dan bagi Kim Hoa, manusia yang paling mulia di dunia adalah suaminya, The Sun!

Memang ganjil dunia ini. Banyak sekali orang menganggap The Sun sebagai seorang manusia jahat, keji, pendeknya bukan manusia baik-baik. Akan tetapi coba tanya Kim Hoa, apakah ada manusia yang lebih mulia daripada The Sun terhadap dirinya?

Kelihatannya saja ganjil dan aneh. Keganjilan yang tidak aneh, atau keanehan yang tidak ganjil bagi yang mau memperhatikan. Hidup manusia dikuasai seluruhnya oleh egoism (ke-akuan). Tidaklah mengherankan apabila pandangan orang terhadap orang lain juga terbungkus sifat keakuan ini.

Orang lain yang menguntungkan dirinya, tentu dipandang sebagai orang baik, sebaliknya orang lain yang merugikan dirlnya, tentu dipandang sebagai orang tidak baik. Dalam hal ini, keuntungan atau kerugian diartikan luas dan mengenal lahir batin, sifat keakuan yang sudah menyelubungi seluruh kehidupan manusia ini sudah menjadi satu dengan penghidupan sehdiri, sehingga sifat ini dianggap umum. Siapa menyeleweng daripada sifat ini, dianggap tidak umum, malah dianggap tidak normal! Inilah dunia dan manusianya, panggung sandiwara dengan manusia sebagai badut-badutnya.

Dengan The Sun sebagai ayah dan Hek Lojin sebagai kakek guru, tentu saja semenjak kecil Siu Bi digembleng dengan ilmu silat. Hek Lojin malah mengajarnya dengan sungguh-sungguh, sedangkan ayahnya, The Sun, adalah seorang ahli dalam ilmu surat.

Oleh karena itu, semenjak kecil Siu Bi menerima gemblengan ilmu surat dan ilmu silat, malah oleh ibunya dilatih dalam ilmu kewanitaan, memasak dan menyulam. Biarpun anak ini hidup di puncak gunung, tidak pernah melihat kota besar kecuali dusun-dusun di sekitar pegunungan, namun ia menerima pendidikan anak kota, tidak hanya pandai bermain pedang, berlatih ginkang, Iweekang dan memelihara sinkang di dalam tubuh, akan tetapi juga tidak asing akan tata cara dan sopan santun, pandai menulis sajak, tahu akan sejarah, pandai meniup suling dan dapat pula mengganti pedang dengan jarum halus untuk menyulam!

Siu Bi menjadi seorang gadis cantik, secantik ibunya. Kecintaan yang dilimpahkan kepadanya oleh ayah ibu dan kakeknya, membuat ia menjadi seorang gadis manja dan nakal, segala keinginannya selalu dituruti dan karenanya tidak biasa menghadapi penolakan terhadap keinginannya.

Apa yang ia kehendaki harus dituruti dan dipenuhi! Dalam hal Ilmu silat, ia telah mewarisi kepandaian ayahnya, bahkan Hek Lojin tidak tanggung-tanggung menurunkan ilmunya yang paling hebat, yaitu ilmu tongkat yang diubah menjadi ilmu pedang untuk disesuaikan dengan gadis itu.

“Ilmu ini kuberi nama Ilmu Pedang Cui-beng-kiam-hoat (Ilmu Pedang Pengejar Roh), cucuku. Jangankan orang lain, ayahmu sendiri tak pernah kuwarisi ilmu pedang yang tadinya adalah ilmu tongkatku ini.”

“Kong-kong, apakah ilmu pedang ini tidak ada tandingannya lagi di dunia ini? Ibu bilang bahwa ayah adalah seorang yang sakti, malah katanya di dunia ini jarang ada yang bisa melawan. Kong-kong sebagai gurunya tentu merupakan jago utama di dunia ini, maka aku ingin kau beri ilmu yang nomor satu di dunia, agar jangan ada orang lain dapat mengalahkan aku”.

“Ha-ha-ha-ha-ha, kau cerdik, kau pintar’.” Dengan tangan kanannya, kakek hitam itu mengelus-elus hidungnya. “Mari kau datang ke kamarku, jangan ketahuan ayah ibumu dan aku akan menurunkan ilmu yang paling hebat ini kepadamu.”

Siu Bi yang sudah berusia enam belas tahun itu berjingkrak kegirangan, lalu menggandeng tangan kanan kakeknya dan menyeret orang tua itu ke dalam kamar Hek Lojin yang lebar dan gelap.

“Nah, sekarang kau harus berlutut dan bersumpah, baru aku akan menurunkan Cui-beng-kiam-hoat.”

“Bersumpah segala apa perlunya, Kong-kong. Apa kau tidak rela menurunkan ilmu itu kepadaku?” Siu Bi mulai merengek manja.

“Hisss, anak bodoh. Mempelajari ilmu ini ada syaratnya, dan kalau kau mau bersumpah untuk memenuhi syarat itu kelak, baru aku mau menurunkannya dan matipun aku akan meram.” Kakek itu menghela napas panjang.

“Lho, kau susah, Kek? Ada apakah? Bilang saja, cucumu akan dapat menolongmu.” Siu Bi menyombong

“Kau lihat lengan kiriku ini?”

Kakek itu menggerakkan sisa lengan kirinya yang buntung sebatas siku. Tentu saja Siu Bi yang sudah melihatnya sejak kecil tidak merasa ngeri dan sudah biasa.

“Bukankah kau dulu bilang karena kecelakaan maka lenganmu buntung, Kek? Ataukah ada cerita lain?”

Siu Bi memang cerdik sekali orangnya, jalan pikirannya cepat dan mungkin karena hidup di tempat sunyi dan dekat dengan seorang sakti aneh seperti Hek Lojin, sedikit banyak wataknya juga terbawa aneh dan gadis ini tidak pernah memperlihatkan perasaan terharu. Perasaannya kuat dan tidak mudah terpengaruh.

“Memang karena kecelakaan, akan tetapi kecelakaan yang dibuat oleh orang lain. Lengan kiriku buntung oleh seorang musuhku yang bernama Kwa Kun Hong dan berjuluk Pendekar Buta.”

“Buta? Dia buta…..? Wah, mana bisa hal ini terjadi? Aku tidak percaya, Kek. Kau bohong!”

Hek Lojin menghela napas panjang. Ucapan cucunya yang manja dan sudah biasa bersikap kasar terhadapnya itu pada saat lain tentu akan membuat dia terkekeh geli, akan tetapi saat itu dia menerimanya seperti sebuah tusukan pada jantungnya.

Memang memalukan sekali. Dia, tokoh besar Go-bi-san yang namanya sudah sejajar dengan tokoh-tokoh kelas satu di dunia persilatan, menjadi buntung lengan kirinya menghadapi seorang lawan yang buta, dan masih muda lagi!

“Aku tidak bodoh, dan memang dia itu buta kedua matanya, tapi amat lihai.”

“Bagaimana kau bisa kalah, Kek? Bukankah kau orang pandai di kolong langit?”

“Pada waktu itu, delapan belas tahun yang lalu, aku belum menciptakan Cui-beng-kiam-hoat, ilmuku ini masih merupakan ilmu tongkat yang liar. Juga aku belum menciptakan Ilmu Pukulan Hek-in-kang yang juga hendak kuajarkan kepadamu sebagai imbangan dari Cui-beng-kiam-hoat.”






No comments:

Post a Comment