Ads

Thursday, January 31, 2019

Pendekar Buta Jilid 077

Dari jauh terdengar The Sun menjawab dengan suara mengejek.
“Pengemis buta hina, tak usah kau sombong! Lebih baik menyerah dan takluk. Kalau tidak, sebentar lagipun kau akan roboh oleh luka itu, ha-ha-ha!”

Kun Hong menggerakkan tubuhnya, mencelat kearah suara. Tongkat dan tangan kirinya bergerak aneh ke depan. Terdengar jerit mengerikan ketika dua orang perwira yang tak sempat menyingkir, tahu-tahu telah terbabat putus pinggang mereka dan hancur mengerikan kepala mereka terkena hantaman atau Cengkeraman tangan kiri Kun Hong.

Kiranya dalam keadaan marah luar biasa ini, tanpa disadarinya Kun Hong telah mempergunakan jurus “Sakit Hati” hasil ciptaannya sendiri yang ditunjukkan oleh kakek sakti Song-bun-kwi!

Bukan main marahnya para perwira ketika melihat dua orang teman mereka roboh tak bernyawa dalam keadaan yang begitu mengerikan. Mereka merasa ngeri, akan tetapi kemarahan membuat mereka nekat menyerbu sambil berteriak-teriak. Kini yang menyerbu adalah perwira-perwira pilihan yang memiliki kepandaian tinggi, karena yang berkepandaian lebih rendah tingkatnya daripada dua orang perwira yang tewas itu tidak ada yang berani maju mendekat!

Seorang perwira tinggi besar bermuka hitam, dia ini adalah orang yang siang tadi datang bersama The Sun dan tidak mengeluarkan kata-kata sesuatu, seorang yang memiliki kepandaian tinggi dan senjatanya adalah sepasang ruyung baja yang dipasangi duri, sekarang maju dan menerjang Kun Hong dengan sepasang ruyungnya menyambar dari kiri dan dari atas.

Berbareng dengan serangan ini, seorang perwira lain yang bertubuh gemuk pendek menerjang dengan pedangnya dari belakang, menusuk punggung Kun Hong sambil menggerakkan tangan kiri dengan pengerahan tenaga Iweekang untuk bersiap menyusul dengan pukulan apabila pedangnya tidak berhasil.

Beberapa detik kemudian daripada serangan pedang ini, seorang perwira lain yang kurus dan bermuka kuning menyerang pula dari sebelah kanan, senjatanya adalah sepasang kongce (tombak cagak) yang bergagang pendek. Gerakannya cepat bertenaga dan ujung kongce itu tergetar dengan hebat ketika dia menusuk kearah lambung Kun Hong.

Kun Hong sudah seperti orang keranjingan. Dia tidak bergerak, seperti sebuah patung, akan tetapi andaikata Song-bun-kwi berada disitu, tentu kakek yang dijuluki iblis ini akan merasa ngeri melihat kedudukan tubuh atau pasangan kuda-kuda pemuda buta itu, karena dia mengenal betul kuda-kuda mujijat itu.

Tubuh pemuda buta ini tak bergerak seperti patung, kaki kanan didepan dengan ujungnya berjungkit, kaki kiri di belakang ditekuk lututnya, tangan kanan memegang tongkat melintang diatas kepala, tangan kiri dengan jari-jari tangan terbuka seperti hendak mencengkeram sesuatu dari tanah, mulutnya agak terbuka, dadanya turun naik, hidungnya kembang-kempis dan dari ubun-ubun dan kedua lengannya mengepul uap putih! Inilah kuda-kuda dari jurus Sakit Hati yang amat dahsyat dan mujijat itu!

Dia seakan-akan membiarkan tiga orang perwira dengan senjata masing-masing itu menerjangnya, dan seakan-akan ruyung baja sepasang itu sudah akan meremukkan kepalanya, pedang si gemuk pendek sudah hampir menembus punggungnya dan senjata kongce itu pasti akan menembus lambungnya.

“Haiiii!!”

Tiba-tiba suara nyaring seperti guntur ini memekakkan telinga semua pengeroyok, tampak sinar kemerahan menyambar menyilaukan mata, tubuh Kun Hong bergerak sedikit dan……. tiga orang perwira itu seakan-akan tertahan gerakannya karena tiba-tiba saja gerakan mereka terhenti, tubuh mereka berdiri kaku seperti disambar halilintar sedangkan Kun Hong sudah memasang kuda-kuda lagi seperti tadi.

Semua pengeroyok berdiri bengong, kemudian muka mereka menjadi pucat dan hati mereka ngeri bukan main ketika tiga orang perwira yang tadinya berdiri, tegak kaku itu tiba-tiba roboh keatas tanah dan…… tubuh mereka putus menjadi dua di bagian pinggang sedangkan kepala mereka hancur!

Tanpa ada orang yang dapat melihat atau mengetahui bagaimana caranya, tiga orang perwira itu tadi sudah mati seketika karena pinggang mereka terbabat putus dan kepala mereka dihantam remuk! Inilah akibat dari jurus Sakit Hati yang kembali sudah merobohkan tiga orang korban dalam waktu beberapa detik saja.

Kun Hong menggigit bibirnya menahan sakit. Luka di pangkal paha sebelah belakang amat perih dan panas, juga ada rasa gatal-gatal yang amat nyeri. Seluruh punggungnya terasa kaku. Dia tahu bahwa lukanya itu amat berbahaya, tertusuk pedang yang ujungnya diberi racun yang amat berbahaya, mungkin racun ular. Tentu saja dia akan dapat menyembuhkan luka itu kalau dia mendapat kesempatan.





Akan tetapi dia sama sekali tidak diberi kesempatan untuk itu, maka satu-satunya jalan yang dapat dia lakukan hanyalah mengerahkan tenaga dalam dan mendorong hawa sakti di tubuhnya untuk menahan racun itu agar jangan menjalar ke dalam tubuh.

Sementara itu hatinya risau bukan main. Dia telah membunuh lima orang dalam waktu beberapa detik saja dan dia dapat membayangkan betapa hebat dan mengerikan kematian lima orang lawannya itu. Akan tetapi pada saat itu, biarpun agak risau dan tak enak hatinya, pikirannya memaksanya untuk tidak mengambil peduli. Dia didesak, diancam maut, dan perasaannya dilukai oleh penipuan The Sun.

Betapapun marahnya, Kun Hong bukanlah orang nekat yang hendak mengadu nyawa dengan musuh-musuhnya. Setelah merobohkan tiga orang dan tidak mendengar ada pengeroyok bergerak menyerangnya lagi, kakinya otomatis bergerak melangkah, mempergunakan langkah-langkah yang dia namai Hui-thian-jip-te itu menuju ke pintu bangunan tua.

Dia bermaksud untuk melarikan diri, menghindarkan pertempuran lebih jauh. Tadinya dia melayani pertempuran hanya Karena dia hendak melindungi mahkota itu. Dan hampir tanpa dia sadari dia telah menggunakan jurus dahsyat itu sampai menewaskan lima orang karena terdorong kemarahan yang hebat terhadap The Sun yang telah menipunya.

“Penjahat buta jangan lari!” terdengar bentakan dan kembali ada belasan senjata mengepungnya.

Kun Hong tersenyum mengejek tapi hatinya mengeluh. Agaknya para perwira ini benar-benar merupakan anjing-anjing penjilat yang beraninya hanya mengeroyok.

“Aku bosan mendengar suara kalian, aku hendak pergi dari sini. Siapa berani melarang?” Katanya perlahan sambil melanjutkan langkahnya keluar.

Sebatang toya dengan kuatnya menghantam belakang kepalanya dari kanan, digerakkan oleh dua buah tangan yang bertenaga besar.

“Blukkk!”

Ujung toya menghantam kepala demikian kerasnya sehingga robohlah seketika orang itu dengan kepala keluar kecap! Tapi bukan Kun Hong orang itu, melainkan si pemegang toya sendiri, Ketika toya tadi menyambar, Kun Hong melejit ke samping, tongkatnya bergerak dan dengan tenaga “menempel” tongkatnya seakan-akan menangkap toya itu, meneruskan dengan meminjam tenaga malah ditambahnya dengan tenaga sendiri, memaksa toya itu terayun balik dan menghantam kepala si pemegangnya sendiri!

Para perwira bengong. Inilah aneh! Mana mungkin seorang perwira berkepandaian tinggi, terkenal sebagai ahli toya diantara mereka, mempunyai jurus yang demikian aneh dan goblok sehingga toya itu berbalik menghantam kepala sendiri? Memang bagi orang luar, nampaknya si pemegang toya tadi seperti memukul kepala dengan toyanya sendiri karena gerakan Kun Hong demikian cepatnya sehingga sukar diikuti pandangan mata.

Hanya sebentar saja para perwira itu bengong, segera mereka menerjang lagi, lebih marah dan penasaran lagi. Mana patut sekian banyaknya perwira pilihan dari istana pengepung seorang pemuda buta saja sampai tidak mampu merobohkan atau menawan?

Kun Hong terpaksa menggerakkan tongkatnya lagi karena tak mungkin hanya mengandalkan langkah-langkah ajaib saja menghadapi pengeroyokan dan pengepungan demikian ketat. Kembali dia mengeluh karena terpaksa dia berlaku kejam, menggunakan kepandaiannya untuk merobohkan setiap orang yang menghalangi jalannya. Dia tidak mau memberi hati, tidak mau bersabar lagi karena soalnya sekarang adalah mati atau hidup. Kalau dia kalah, tentu dia akan mati dan kalau dia ingin hidup, dia terpaksa harus merobohkan, melukai bahkan mungkin membunuh orang!

Hebat pertempuran itu. Bagaikan hujan bermacam senjata menerjang Kun Hong dari semua jurusan. Dan semua orang kaget, heran, kagum tiada habisnya. Orang buta itu seperti orang memiliki puluhan pasang mata saja, seakan-akan semua bagian tubuhnya bermata!

Gerakannya aneh dan tampak lambat tapi pada hakekatnya cepat sekali, pukulan dan hantaman tongkatnya perlahan tapi pada hakekatnya amatlah kuat melihat betapa setiap benturan senjata pasti membuat senjata pengeroyok terlepas.

Sudah belasan orang roboh oleh tongkat, tamparan tangan kiri, atau tendangan Kun Hong, Sedikit demi sedikit dia telah mendekati pintu. Biarpun belum lama dia tinggal di rumah tua ini, dia telah hafal dan sekarang tahulah dia bahwa dia sudah berada dekat dengan pintu keluar.

Kun Hong mengeluarkan suara keras, tongkatnya berkelebat dan kembali robohlah tiga orang pengeroyoknya yang menghadang di depannya. Sekali dia menggenjot tubuh, dia telah berhasil menerobos pintu dan kini dia telah berada di luar rumah. Hawa malam yang dingin segar menyambutnya setelah dia keluar dari bangunan itu.

Timbul semangatnya dan dia sudah siap melompat dan mempergunakan ilmu lari cepatnya dengan untung-untungan karena kalau dia menabrak pohon atau terjerumus jurang, tentu dia akan celaka, dia harus dapat membebaskan diri dari orang-orang itu, apalagi sekarang selain luka itu membuat dia lelah dan kaku, juga amat nyeri.

“Kwa Kun Hong, kau hendak lari kemana? Lebih baik menyerah dan kalau kau bersedia takluk, aku yang tanggung kau akan mendapat kedudukan besar sebagai tabib negara!” tiba-tiba terdengar suara orang dan mendengar suara ini seketika muka Kun Hong menjadi merah saking marahnya. Itulah suara The Sun!

Munculnya The Sun ini tiba-tiba menghentikan semua pengeroyokan. Dengan telinganya Kun Hong dapat mendengar betapa para perwira yang mengepungnya tadi dan yang kini sudah mengejar sampai diluar, membuat lingkaran lebar seakan-akan memberi tempat kepadanya untuk berhadapan dengan The Sun. Depan bangunan itu memang merupakan pekarangan rumput yang luas.

Kun Hong berhati-hati, tidak mau berlaku sembrono. Dia mendengar pula suara api menyala-nyala, dan dapat menduga bahwa tempat itu tentu diterangi oleh banyak obor yang dipegang oleh para pengawal dan penjaga. Dia maklum bahwa The Sun memiliki kepandaian tinggi, hal ini dapat dibuktikan tadi ketika dia menerjang The Sun, dia tidak berhasil mengenai pemuda itu, hanya dapat merampas kembali mahkota kuno.

Akan tetapi sebaliknya dia kena dicurangi dan dilukai. Juga dia tahu bahwa kalau dia melanjutkan pertempuran di tempat yang diterangi api obor itu, menghadapi pengeroyokan orang-orang pandai sedangkan dia sudah menderita luka parah, akhirnya dia akan roboh. Hal ini tidak ada gunanya. Dia tidak takut mati, akan tetapi khawatir kalau-kalau mahkota berikut rahasianya dirampas orang-orang ini.

Yang paling penting menyelamatkan mahkota itu lebih dulu, menyerahkan kepada orang yang dapat dipercaya, baru kemudian menghadapi The Sun dan menghajar orang ini.

Pikiran ini membuat Kun Hong menahan kemarahannya mendengar kata-kata The Sun yang membujuknya supaya menyerah dengan janji diberi kedudukan mulia. Tanpa menjawab, secara cepat dan tiba-tiba dia melayang kearah orang itu sambil menggerakkan tongkatnya yang berkelebat lenyap berubah menjadi sinar kemerahan itu.

“Tranggggg!”

Pedang di tangan The Sun menangkis dan bertemu dengan tongkat itu. Kun Hong merasa betapa pedang pemuda itu adalah sebuah pedang pusaka yang ampuh sehingga tidak rusak oleh pedang di dalam tongkatnya, juga ternyata betapa tenaga The Sun amat kuat. Tergetarlah telapak tangannya ketika kedua senjata tadi bertemu.

Di lain pihak, The Sun makin kagum karena pedang pusakanya yang ampuh itu tidak mampu membikin patah tongkat si buta ini dan telapak tangannya bahkan terasa sakit.
Siapakah sebetulnya The Sun, pemuda yang amat cerdik, juga amat lihai ini?

Baiklah kita menjenguk keadaan pemuda itu. Di pegunungan Go-bi-san terdapat banyak sekali puncak-puncak yang menjulang tinggi di angkasa. Karena keadaan pegunungan yang amat luas dan penuh rahasia alam ini, banyaklah terdapat pertapa-pertapa, orang-orang pandai dan sakti yang mengasingkan diri disana. Malah partai Go-bi-pai terkenal sebagai partai persilatan besar yang mempunyai banyak murid pandai.

Akan tetapi bukan hanya Go-bi-pai saja yang terdapat di pegunungan itu. Banyak lagi orang-orang pandai yang tidak bergabung pada partai Go-bi-pai ini, diam-diam melakukan pertapaan, malah kadang-kadang mempunyai seorang dua orang murid rahasia yang tiada sangkut-pautnya dengan Go-bi-pai yang besar.

The Sun adalah seorang pemuda dari Go-bi-san. Ayahnya seorang bekas pembesar pada Pemerintahan Mongol yang melarikan diri setelah bangsa Mongol terusir oleh Ciu Goan Ciang dan para pejuang. Ayahnya yang bernama The Siu Kai adalah seorang pembesar militer yang memiliki kepandaian tinggi, dan merupakan seorang tokoh dari Go-bi-san pula. The Sun masih kecil sekali ketika dibawa lari mengungsi oleh ayahnya, sedangkan keluarga lain semua tewas dalam kekacauan perang.






No comments:

Post a Comment