Ads

Thursday, January 31, 2019

Pendekar Buta Jilid 076

“Sam-wi lokai (Saudara pengemis tua bertiga) tidak usah berlutut dan terlalu sungkan, akan tetapi aku tidak mengenal suara sam-wi. Maaf, sam-wi siapakah dan apa kedudukan sam-wi di Hwa I Kai-pang?”

“Tidak aneh kalau Kwa-pangcu belum mengenal kami karena sudah bertahun-tahun Kwa-pangcu tidak pernah datang mengunjungi Hwa I Kaipang. Kami bertiga adalah pembantu-pembantu Lo-pang di samping Coa Lokai, sebagai pengganti dari Sun Lokai dan Beng Lokai yang telah diusir. Kami bertiga tahu semua akan kejadian beberapa tahun yang lalu ketika Kwa-pangcu datang dan membereskan keruwetan yang terjadi pada Hwa I Kaipang.”

Kun Hong mengangguk-angguk. Teringat dia akan pengalaman-pengalamannya beberapa tahun yang lalu sebelum dia menjadi cacat kedua matanya. Memang, karena dia berhasil membereskan keributan yang terjadi karena perebutan kedudukan ketua di perkumpulan Hwa I Kaipang, dia malah diangkat menjadi ketua mereka (baca Rajawali Emas)!

Dengan menggunakan akal untuk mencegah terjadinya keributan, dia menerima kedudukan ketua, akan tetapi dia mewakilkannya kembali kepada Hwa I Lokai yang dia angkat menjadi ji-pangcu (ketua ke dua). Tiba-tiba muka Kun Hong mengerut di bagian antara kedua matanya yang buta. Kenapa ketiga orang pengemis tua ini menyebut Hwa I Lokai sebagai lo-pangcu, tidak ji-pangcu?

“Lo-pangcu kami sedang pergi ke utara untuk tugas perjuangan, dan pangcu telah memesan kepada kami apabila ada orang mencarinya untuk menyampaikan pesan rahasia atau surat rahasia, boleh kami mewakilinya. Oleh karena itu, setelah mendengar keterangan tentang Kwa-pangcu dari The-kongcu, kami segera datang menghadap kesini. Sekarang, kami menanti perintah dan petunjuk Kwa-pangcu.”

Tiba-tiba Kun Hong membuat gerakan kilat dan tahu-tahu tangannya telah menangkap pergelangan lengan pengemis terdekat, lalu dia membentak.

“Siapakah kalian? Jangan coba-coba mengelabui seorang buta! Kalian bukanlah pembantu-pembantu Hwa I Lokai!”

Pada saat itu terdengar suara ribut-ribut diluar bangunan itu dan ternyata banyak sekali orang berpakaian pengawal istana berlompatan masuk. Diantara suara mereka, Kun Hong mengenal suara Tiat-jiu Souw Ki yang berseru,

“Betul dia si buta yang merampas mahkota kuno. Hati-hati dia lihai!”

Pengemis yang dipegang pergelangan tangannya oleh Kun Hong itu berseru keras dan meronta. Kun Hong terpaksa melepaskan pegangannya karena dia harus menghadapi bahaya baru yang datang dari luar. Dia taksir bahwa yang datang ini belasan orang banyaknya dan segera terdengar suara senjata tajam dicabut dan digerakkan.

“Kwa Kun Hong, kau sudah terkepung! Lebih baik menyerah dan serahkan mahkota serta surat rahasia yang dipercayakan Tan Hok kepadamu!” terdengar suara seorang laki-laki tua yang suaranya tinggi melengking.

Dari gerak-gerik mereka itu tahulah Kun Hong bahwa dia dikepung oleh orang-orang pandai yang memiliki kepandaian tinggi. Namun dia tidak gentar, siap mempertahankan mahkota kuno itu dengan taruhan nyawanya. Hanya satu hal yang membuat dia gelisah, yaitu keselamatan The Sun. Kasihan kalau sampai pemuda itu ikut celaka karena menolongnya. Dia ingin memancing pertempuran agar semua orang mengeroyoknya dan memberi kesempatan kepada The Sun dalam keributan itu untuk melarikan diri. Dia lalu tertawa bergelak.

“Ha-ha-ha-ha, anjing-anjing penjilat kaisar lalim! Kalau memang kaisar muda yang baru ini seorang yang benar, mengapa takut akan segala surat rahasia peninggalan kaisar tua? Aku tidak tahu dimana surat yang kalian cari-cari itu, akan tetapi kalau mahkota kuno memang berada padaku. Akan tetapi jangan harap aku sudi menyerah dan memberikan mahkota kuno itu kepada siapapun juga diantara kalian! Kalau kalian dapat, boleh tangkap aku!”

Tentu saja para pengawal istana itu marah sekali mendengar betapa seorang buta menantang mereka. Mereka itu memaki-maki dan mulai mendesak maju untuk berlomba menangkap atau merobohkan Kun Hong.

Tiba-tiba tiga orang berpakaian pengemis itu yang berdiri paling dekat dengan Kun Hong dan yang diam-diam telah mempersiapkan senjata mereka, yaitu masing-masing sebatang tongkat, serentak menyerang……. Kun Hong!

Kalau saja Kun Hong tadinya tidak menaruh hati curiga kepada tiga orang ini, agaknya dia akan terkena serangan gelap, atau setidaknya akan terkejut sekali. Akan tetapi dia tadi memang sudah menduga bahwa tiga orang pengemis ini adalah anggauta-anggauta Hwa I Kaipang yang palsu, yang agaknya sengaja menyamar sebagai anggauta-anggauta Hwa I Kaipang untuk menipunya.





Maka sekarang menghadapi penyerangan mereka, dia malah tertawa mengejek, tubuhnya berkelebat cepat dan aneh, kedua tangannya bekerja dan……. berturut-turut tubuh tiga orang pengemis tua itu melayang kearah para pengawal yang maju hendak mengeroyoknya.

Akan tetapi Kun Hong segera harus mencurahkan seluruh perhatiannya menghadapi pengeroyokan para pengawal istana yang mulai dengan penyerangan mereka itu. Mula-mula dia hanya mempergunakan langkah-langkah ajaib untuk menghindarkan diri dari setiap sambaran senjata, akan tetapi karena para pengeroyoknya terdiri dari orang-orang berkepandaian tinggi, Kun Hong mulai menggerakkan tongkatnya untuk menangkis.

“The-twako, harap lekas kau pergi!”

Kun Hong sempat berseru beberapa kali karena dia benar-benar merasa khawatir kalau-kalau penolongnya itu akan terbawa-bawa. Akan tetapi tak mungkin dia dapat memperhatikan dan mencari tahu keadaan pemuda itu karena kepungan dan pengeroyokan ketat para pengawal istana itu benar-benar membuat dia sangat sibuk. Telah ada beberapa buah senjata lawan dapat dia pukul dan terlepas dari pegangan, sedangkan tangan kirinya sudah merobohkan tiga orang yang terkena dorongannya.

Akan tetapi serbuan para pengeroyok makin hebat sehingga terpaksa Kun Hong kini mainkan Ilmu Pedang Im-yang-sin-kiam sambil tidak lupa mencelat kesana kemari mempergunakan langkah sakti dari ilmu Silat Kim-tiauw-kun.

Ributlah para pengeroyok itu, terdengar seruan-seruan kaget dan beberapa orang roboh lagi. Akan tetapi mereka itu roboh hanya untuk sejenak saja karena Kun Hong sama sekali tidak mau mempergunakan pukulan maut, cukup baginya kalau dapat mendorong orang roboh atau membuat senjatanya terlempar.

“The-twako, tinggalkan aku……!”

Dia sempat berseru lagi sambil berusaha membuka jalan keluar dari rumah itu. Dia dapat menduga bahwa waktunya sekarang tentu hampir malam, karena dia tadi telah menunggu sehari penuh dan hawa siang yang panas telah mulai menghilang tadi.

“The-twako, pergilah, biar aku menghadapi sendiri anjing-anjing ini!” serunya lagi.

Dia pikir bahwa kalau hari sudah menjadi gelap dan dia sudah berhasil keluar dari kepungan dan lari keluar rumah, agaknya akan lebih mudah baginya untuk melarikan diri.

Tentu saja dia akan dikejar, akan tetapi dia dapat merobohkan setiap orang pengejar dan mencoba untuk lari keluar dari tembok kota raja, atau mencari tempat sembunyi yang lebih baik.

“Kwa-lote, jangan khawatir aku membantumu!” tiba-tiba suara The Sun terdengar dan tahu-tahu pemuda itu sudah berada di dekatnya, malah kini The Sun menggerakkan pedangnya menangkis ke beberapa senjata para pengeroyok.

“Ah, jangan, The-twako. Tak perlu kau membantu, larilah…….!” kata Kun Hong sambil menghantam runtuh sebuah tombak panjang dengan tangan kirinya yang dimiringkan.

“Aha, kau hebat, Lote. Tapi, jangan kira aku pengecut! Akupun berani mengorbankan nyawa untuk perjuangan…….”

“Ah, jangan…….”

Kun Hong terharu dan saking marahnya kepada para pengeroyok, sekali kaki kirinya menendang, dua orang berteriak kesakitan dan terlempar ke belakang.

“Kwa-lote, kulihat para perwira kerajaan datang. Mereka lihai……. aku tidak takut, akan tetapi sayang……. bagaimana kalau sampai rahasia yang kau bawa terjatuh ke tangan mereka? Lebih baik kau serahkan kepadaku, katakan kemana harus kusampaikan rahasia itu lebih penting daripada nyawa kita.”

Kun Hong memutar otaknya sambil menghadapi pengeroyokan yang makin ketat itu. Benar juga, satu-satunya jalan untuk menyelamatkan mahkota kuno dengan rahasianya, hanya menyerahkan kepada The Sun.

“Lekas, ambil mahkota di buntalanku……. kau bawa lari…….”

“……. mahkota…….?” The Sun berbisik, suaranya kecewa, “untuk apa benda itu? Surat rahasia itu yang penting!”

“Tiada waktu bicara panjang lebar……”

Kun Hong mengambil keluar mahkota itu dan menyerahkan kepada The Sun dengan tangan kirinya sedangkan tongkatnya diputar melindungi mereka berdua.

“Bawa ini kepada anggauta-anggauta Pek-lian-pai, tentu mereka mengerti……. lekas kau pergi…….”

The Sun menerima mahkota itu. Pada saat itu, empat orang perwira yang bersenjata golok telah menerjang masuk. Gerakan golok mereka berat dan cepat. Desir angin senjata mereka membuat Kun Hong maklum bahwa kali ini dia harus mempertahankan diri mati-matian karena sekian jumlah musuh amat banyak, juga ternyata makin lama yang datang mengeroyoknya adalah orang-orang yang makin tinggi ilmu kepandaiannya.

“The-twako lekas pergi! Menanti apa lagi?” bentaknya ketika belum juga dia mendengar sahabatnya itu melompat pergi meninggalkannya.

Lama The Sun tak menjawab kemudian terdengar suaranya.
“Nanti dulu, aku menanti saat baik…….”

Pada saat itu, empat buah golok besar yang bergerak bagaikan empat ekor naga menyambar, bercuitan diatas kepala Kun Hong, dibarengi bentakan seorang diantara para perwira.

“Pemberontak buta, lebih baik kau menyerah!”

Kun Hong terkejut sekali. Jurus keempat buah golok yang dipersatukan ini benar-benar amat berbahaya. Cepat dia melintangkan tongkatnya di depan dada dan kakinya yang kiri tiba-tiba menyapu dengan gerakan cepat tak terduga.

Empat orang perwira itu kaget dan meloncat sambil membabatkan golok. Kun Hong menangkis sekaligus, tongkatnya seakan-akan tergencet empat batang golok dari empat orang perwira yang mempersatukan tenaga. Kun Hong menanti saat baik untuk memperoleh kemenangan, akan tetapi tiba-tiba dia mendengar The Sun mendekatinya, Dia mengira bahwa sahabatnya ini hendak membantunya karena mengkhawatirkan keadaannya.

Akan tetapi alangkah kagetnya ketika mendadak dia merasa betapa jalan darahnya di punggung ditotok orang. Seketika tubuhnya menjadi lemas seperti lumpuh dan pada saat itu, sebatang pedang tajam yang datang dari tempat The Sun menyambar, menikam kearah lambungnya!

Kun Hong mengerahkan seluruh tenaga sakti di dalam tubuhnya. Dia dapat mengusir pengaruh totokan dan jalan darahnya normal kembali, akan tetapi karena pengerahan tenaga ini, gerakannya kurang cepat ketika mengelak dan “craattt!” ujung pedang itu biarpun tidak mengenai lambungnya, masih menancap dan mengiris robek kulit dan daging pada pangkal pahanya bagian belakang!

“The Sun keparat jahanan!!”

Kun Hong menggereng, tubuhnya menubruk maju, tongkat dan tangan kirinya dikerjakan. Gerakannya cepat laksana kilat menyambar sehingga dia berhasil merampas kembali mahkota dari tangan The Sun, akan tetapi dia tidak berhasil merobohkan The Sun yang cepat menghindar pergi sambil tertawa mengejek. Agaknya pemuda yang ternyata adalah seorang diantara musuh itu telah maklum akan kelihaian Kun Hong dan tidak mau secara ceroboh menyambut serangan tadi.

Kun Hong cepat menyimpan mahkota dalam buntalannya lagi dan dadanya penuh hawa amarah, penuh dendam dan penasaran. Ternyata dia telah ditipu oleh The Sun! Dia telah dipermainkan, dan tahulah dia pula sekarang bahwa tiga orang pengemis tua tadipun adalah kaki tangan The Sun ini yang menyamar sebagai anggauta-anggauta Hwa I Kaipang!

“The Sun, jahanam pengecut! Hayo maju lawan aku, jangan sembunyi seperti seorang pengecut hina!”

Kun Hong menantang-nantang dengan kemarahan luar biasa. Dia tidak lagi bergerak lincah seperti tadi, melainkan berdiri seperti seekor harimau kepepet, akan tetapi setiap ada senjata pengeroyok melayang dekat, sekali menggerakkan tongkat senjata itu akan terpental kembali.






No comments:

Post a Comment