Ads

Wednesday, January 30, 2019

Pendekar Buta Jilid 072

Memang, amat menyedihkan kalau dalam sebuah negara, para pembesar yang oleh rakyat dianggap pemimpin, melakukan penyelewengan-penyelewengan dan hanya mementingkan kesenangan pribadi saja. Sudah terlampau banyak contoh terdapat dalam sejarah kuno betapa kaum ningrat, kaum berkuasa yang memegang tampuk pemerintahan, selalu mabuk akan kekuasaan dan apabila kekuasaan sudah berada di tangan, dimabuk segala macam kemaksiatan! Mengapa begini?

Mengapa banyak sekali terjadi contoh-contoh menyolok, dimana bekas-bekas pejuang yang dahulu ikut berjuang menumbangkan kekuasaan Mongol, yang dahulu benar-benar menjadi seorang ksatria yang rela dan siap mengorbankan nyawa guna tanah air dan bangsa, setelah perjuangan berhasil dan dia mendapat kedudukan, lalu berubah tabiatnya seperti bumi dengan langit, berubah menjadi ningrat atau pembesar yang menimbun diri dengan perbuatan maksiat? Mengapa terjadi ini semua?

Jawaban satu-satunya kiranya hanya terletak pada diri pribadi masing-masing! Kemaksiatan timbul karena dorongan nafsu yang tak dapat dikekang dan yang memaksa manusianya melaksanakan dorongannya. Ini hanya dapat terjadi kalau si manusia itu lemah batinnya, lemah pertahanan di dalam hatinya sehingga tidak kuat menghadapi penyerbuan nafsu-nafsu yang laksana iblis setiap saat mendobrak pertahanan batin manusia.

Kekuatan batin melemah karena pengaruh keadaan sekeliling, karena keadaan lingkungan hidupnya, karena contoh-contoh hidup yang diperlihatkan atasannya. Kalau atasannya mabuk kedudukan, bawahannya pun tentu demikian. Kalau atasannya mabuk wanita, bawahannya pun takkan berbeda jauh dan demikian selanjutnya.

Bagaimana akibatnya kalau para ningrat dan pembesar sudah tenggelam ke dalam gelombang perbuatan maksiat? Celakalah! Negara akan menjadi lemah, rakyat akan menjadi sengsara. Tanda-tanda tentang keadaan para pembesar yang demikian itu, selalu dapat dilihat dari keadaan dikota raja.

Apabila seorang pembesar, baik dia berkedudukan tinggi sekali ataupun hanya rendahan, tenggelam dan mabuk akan kemewahan, itulah tanda bahwa pertahanan batinnya menjadi lemah dan dia akan mudah tergelincir ke dalam tindakan maksiat. Dan segala macam tindakan maksiat di dunia ini mempunyai pengaruh seperti madat. Diberi satu ingin dua, mendapat dua ingin empat dan seterusnya, tak kenal puas tak kenal kenyang.

Sekali seorang manusia mabuk akan kedudukan, biar dia sudah menjadi kaisar sekalipun, dia akan merasa tak puas dan iri melihat kaisar-kaisar di negara lain yang lebih besar kedudukannya, dan andaikata dia sudah menjadi kaisar yang paling tinggi kedudukannya di dunia, agaknya dia masih akan mengiri akan kedudukan Tuhan!

Sekali seorang manusia sudah mabuk akan wanita, biar dia sudah mempunyai isteri dan selir sebanyak seribu orang sekalipun, matanya yang berminyak kiranya akan masih selalu jelalatan (melotot ke sana-sini) untuk mencari seorang wanita lain yang belum dia miliki!

Setelah selesai mengubur mayat-mayat itu, Nagai Ici lalu diajak Loan Ki mengantar para gadis bekas tawanan itu. Untung bahwa perkampungan mereka tidak jauh dari hutan itu sehingga dalam waktu dua hari saja mereka telah dapat di rumah masing-masing.

Tentu saja mereka dan orang-orang tua mereka girang dan terharu bukan main, berlutut menghaturkan terima kasih kepada Loan Ki dan Nagai Ici. Akan tetapi dua orang muda perkasa ini tidak mau menerima atau melayani penghormatan mereka dan cepat-cepat pergi tanpa pamit lagi.

Pada pagi hari berikutnya, Loan Ki dan Nagai Ici sudah menunggang kuda berendeng sambil bercakap-cakap. Nagai Ici kini sudah berubah pakaiannya, merupakan seorang pria muda yang berpakaian gagah, tidak aneh lagi kecuali pedang samurainya yang memang berbeda dengan pedang-pedang yang biasa dibawa oleh para ahli silat disitu.

Loan Ki yang memaksanya berganti pakaian karena gadis ini tidak ingin melihat teman seperjalanannya menjadi pusat perhatian dan keheranan. Dengan sisa uang rampasan dari para perampok Hui-houw-pang, mereka membeli pakaian dan membeli dua ekor kuda karena Loan Ki bermaksud mengadakan perjalanan jauh, menyusul ayahnya di kota raja!





Nagai Ici yang tunduk betul kepadanya, penurut dan tidak pernah membantah, benar-benar menyenangkan hati Loan Ki. Senang dan gembira juga mendapatkan seorang pengiring yang selain gagah dan tampan, juga amat penurut dan setia seperti pemuda Jepang itu. Dalam perjalanan di pagi hari itu, Loan Ki minta kepada Nagai Ici untuk menceritakan keadaannya!

Menurut penuturan Nagai Ici, di Jepang pada waktu itu (sekitar tahun 1399-1400) baru saja terdapat perdamaian setelah puluhan tahun di negeri itu terjadi perebutan kekuasaan yang mengakibatkan perang saudara terus-menerus.

Kemenangan terakhir pada tahun 1392 tercapai oleh Ashikaga Takauyi dan mulailah di tahun itu apa yang dinamakan jaman Maromaci karena Ashikaga Takauyi menempatkan markasnya di bagian kota Kyoto dan bernama Maromaci. Kekuasaan yang sesungguhnya berada di tangan Ashikaga Takauyi inilah, sungguhpun kaisarnya masih keturunan keluarga Tenno yang berada di istana Tenno tapi yang keadaannya tidak ubahnya boneka belaka.

Nagai Ici semenjak belasan tahun sudah menjadi yatim piatu dan selanjutnya dia dirawat dan dididik oleh gurunya, seorang daimyo (pendekar besar) yang membantu perjuangan Ashikaga Takauyi.

Setelah dalam usia lima belas tahun ikut pula mengayun samurai membantu perang saudara yang sudah hampir berakhir itu, Nagai Ici dinyatakan tamat dari perguruan dan diperbolehkan dia berdiri sendiri menjadi seorang diantara golongan Samurai! Sepak terjangnya sebagai seorang pendekar amat mengesankan sehingga beberapa tahun kemudian, dalam usia dua puluh tahun saja dia sudah dijuluki orang Samurai Merah.

Nagai Ici mempunyai darah perantau atau mungkin juga jiwa petualangnya ingin dia puaskan dengan perantauan. Seluruh negeri Jepang sudah dia jelajahi dan akhirnya karena pada jaman itu hubungan Jepang dan Tiongkok sudah amat baik, dia mendengar banyak tentang Tiongkok.

Kebudayaan dari negara besar itu, termasuk ilmu silatnya, terbawa ke Jepang dan amat terkenal. Banyak dongeng yang sering didengar Nagai Ici dalam perantauannya betapa jago-jago silat di Tiongkok seperti dewa-dewa saja saktinya. Inilah mula-mula yang menjadi pendorong baginya untuk menyeberang laut menuju ke Tiongkok dengan cita-cita untuk mencari seorang guru seperti dewa dan mempelajari kesaktian!

Lama sekali, setelah beberapa tahun lagi, baru dia memperoleh kesempatan berlayar ke Tiongkok bersama perahu ikan yang dengan berani mati menempuh perjalanan berbahaya itu dengan perahu ikan yang kecil. Seperti telah kita baca dalam bagian terdahulu, begitu mendarat, Nagai Ici dibikin kecewa dan marah menyaksikan perbuatan para bajak laut bangsanya yang merampoki sebuah kota pelabuhan. Karena merasa malu akan perbuatan bangsanya yang di negerinya terkenal sebagai orang-orang kaya itu,

Nagai Ici turun tangan membasmi dan mengusir para bajak laut Tengkorak Hitam kemudian dia menghilang karena tidak ingin dilihat orang lain bahwa dia, seorang Jepang juga, mengamuk dan membasmi bajak laut bangsanya sendiri.

Dalam perjalanan selanjutnya sampai berpekan-pekan, Nagai Ici mulai kecewa karena ternyata bahwa di negara besar yang dahulunya dia sangka segalanya pasti serba hebat itu, kiranya tidak banyak bedanya dengan negerinya sendiri, kalau tidak mau dibilang lebih buruk.

Para petani demikian miskinnya sampai-sampai hidupnya tidak layak sebagai manusia. Di mana-mana banyak terdapat perampok dan penjahat-penjahat, Penghuni-penghuni dusun demikian sederhana hidupnya dan amatlah bodoh sehingga kadang-kadang Nagai Ici kehabisan harapan dapat bertemu dengan seorang sakti seperti dewa diantara bangsa malah amat miskin ini.

Demikianlah, tentu saja pertemuan dengan Loan Ki amat mengagumkan dan mengirangkan hatinya. Mulailah timbul harapannya. Kalau ada seorang gadis remaja sehebat ini, tidak mustahil dia akan bertemu dengan seorang guru sesakti dewa. Baru gadis ini saja, bukan main!

Belum pernah dia mendengar, apalagi menyaksikan seorang dara remaja memiliki kepandaian seperti ini. Samurainya itu tidak berdaya sama sekali terhadap gadis ini yang bertangan kosong! Bukankah ini aneh sekali? Gurunya sendiri, Daimyo Matsgmori yang amat terkenal di Jepang, belum tentu berani menghadapi tiga puluh jurus serangan samurainya dengan tangan kosong tanpa membalas!

Inilah yang membuat Nagai Ici menjadi penurut. Biasanya, di negerinya kaum wanita tidaklah mendapat tempat terlalu tinggi, dianggap sebagai mahkluk lemah yang tugasnya hanya menjadi penghibur kehidupan pria belaka.

Kini dia bertemu “batunya”, seorang dara lincah yang hebat, yang sekaligus membangkitkan harapannya untuk mendapatkan guru pandai di samping sekaligus menjatuhkan hatinya pula, membuat dia bertekuk lutut di dalam hati, tak kuasa menentang sinar mata jeli dari si juita itu.

Anehkah kalau jago muda dari Jepang itu tersenyum-senyum gembira, wajahnya berseri matanya bersinar-sinar ketika dia mengendarai kuda di samping Loan Ki?

**** 072 ****





No comments:

Post a Comment