Ads

Saturday, January 19, 2019

Pendekar Buta Jilid 028

Kalau Kun Hong menghendaki, kiranya tidak sukar baginya untuk mengalahkan gadis galak ini. Diam-diam diapun girang karena mendapat kenyataan bahwa biarpun gadis ini juga amat lihai, malah lebih lihai daripada Loan Ki, namun kiranya tidak selihai gadis bersuara bidadari. Dia girang karena dia menyukai gadis bidadari itu.

Dia mengerti bahwa kalau dia mengalahkan gadis sombong dan galak ini, sudah tentu gadis ini akan menjadi makin sakit hati. Padahal dia adalah seorang tamu tak diundang, dan kalau dia membikin malu dan sakit hati tentu seluruh isi pulau, termasuk gadis bersuara bidadari akan marah dan memusuhinya. Apalagi kalau mendengar dari kata-kata gadis ini tadi, agaknya gadis ini masih keluarga dengan gadis yang bernama Hui Kauw, buktinya selain gadis galak itu menyebut “enci”, juga gadis ini menyebut ibu kepada nyonya yang oleh para pelayan dipanggil toa-hio.

Hui Kauw juga menyebut ibu kepada nyonya itu, apakah kalau begitu gadis ini masih adik dari Hui Kauw? Sangat boleh jadi, akan tetapi kalau betul adiknya, kenapa mengeluarkan fitnah keji dan malah agaknya gadis ini membenci Hui Kauw?

“Nona, sudahlah. Aku datang kesini bukan mencari permusuhan, semata-mata karena salah jalan…….” dia mencoba untuk membujuk lawannya.

“Pengemis buta banyak cerewet! Lekas berlutut minta ampun dan mengaku bahwa kau adalah pacar enci Hui Kauw atau……. kau mampus di ujung pedangku!”

Gadis itu berseru karena ia merasa berada diatas angin. Memang sejak tadi Kun Hong hanya mengelak, malah jarang menangkis, tak pernah balas menyerang sehingga menurut pikirannya, juga dalam pandangan lima orang pelayan tadi, pemuda buta itu repot menyelamatkan diri dan tidak mampu balas menyerang.

“Keji…….! Dara remaja berwatak keji…….!”

Kun Hong berseru marah dan tiba-tiba sinar pedang merah bergulung-gulung menyelimuti diri gadis galak itu. Hawa dingin menyambar-nyambar dan terdengar gadis itu beberapa kali menjerit karena merasa betapa hawa pedang dingin menyambar di dekat leher, kepala, dada, muka, seakan-akan pedang yang tajam mengancam untuk mengulitinya!

Ia heran, kaget, takut, dan merasa seram. Barulah ia mengaku dalam hati bahwa orang buta ini kiranya memiliki kesaktian yang begini hebatnya. Ia berusaha mempertahankan diri, namun karena tangannya gemetar, gerakannya lemah dan akhirnya ia menyerah saja sambil berloncatan karena ngeri dan takut.

Pada saat itu terdengar suara halus,
“Hui Siang moi-moi (adik), kau bertempur dengan siapa dan kenapa bertempur?”

Begitu mendengar suara ini, tiba-tiba Kun Hong melompat jauh ke belakang, menghentikan gerakannya. Gadis galak bernama Hui Siang itu berdiri dengan muka pucat, badan gemetar dan keringat dingin membasahi tubuhnya. Ngeri hatinya kalau membayangkan keadaannya tadi dan ia memandang kepada si buta dengan terbelalak. Karena jelas baginya sekarang bahwa orang buta ini benar-benar lihai luar biasa, ia tidak berani lagi bersikap seperti tadi.

“Enci Hui Kauw……. jembel buta inilah yang dikabarkan mengacau di pulau kita bersama seorang temannya yang entah kemana. Dia amat kurang ajar, tadi mengaku bahwa dia adalah pacarmu, malah memperlihatkan sehelai saputangan sutera, katanya pemberianmu. Tentu saja aku menjadi marah dan menyerangnya, kiranya dia lihai……. pantas dia begitu kurang ajar.”

Berubah wajah Kun Hong, berdebar hatinya dan dia menekan perasaannya yang hendak terbakar oleh nafsu amarah. Gadis cilik ini benar-benar luar biasa jahatnya. Pandai memutar balikkan fakta dan melakukan fitnah keji kekanan kiri tanpa mengenal malu lagi. Sebelum dia membuka mulut, terdengar suara A Man.

“Betul, nona Hui Kauw, apa yang diucapkan oleh siocia tadi. Si jembel buta ini kurang ajar sekali, menghina Nona dan kalau tidak salah, saputangan Nona masih berada disaku bajunya…….”

Suara A Man ini disusul suara empat orang pelayan lain yang membetulkan omongan ini.

Makin mendidih darah di dalam dada Kun Hong, Hemmm, kiranya para pelayan ini amat menjilat-jilat nona muda yang bernama Hui Siang. Dan mereka ini merupakan sekutu yang diam-diam memusuhi Hui Kauw, si gadis bersuara bidadari. Diam-diam dia merasa kasihan kepada nona bidadari yang suaranya sudah menggores kulit dada menembus kalbunya itu.





Tiba-tiba terdengar olehnya desir angin lembut dan tercium ganda harum semerbak yang amat dikenalnya. Diam-diam dia kagum. Nona bidadari itu sekali menggerakkan tubuh telah berada di depannya! Dia mendengar sambaran tangan diayun kearah mukanya.

Otaknya bekerja cepat. Tentu nona yang bernama Hui Kauw ini marah dan merasa terhina, maka kini mengayun tangan menamparnya. Hal yang wajar. Dia hanya mengerahkan tenaga menjaga tulang muka karena maklum akan kelihaian nona bidadari ini. Sengaja dia tidak menjaga kulit.

“Plakk!”

Kun Hong merasa betapa pipi kirinya panas-panas, telinganya mendengar bunyi mengiang, lalu bibirnya merasa sesuatu yang asin, tentu darah keluar dari luka di belakang pipi yang mengalir keluar dari mulutnya, merembet ke pinggir bibir.

Dia tersenyum, sama sekali tidak merasa sakit hati atau marah karena dia yakin benar bahwa nona itu memukulnya karena merasa terhina. Penghinaan yang paling berat dan paling besar bagi seorang gadis.

Kun Hong mendengar betapa gadis itu melangkah mundur tiga tindak, lalu terdengar suaranya marah dan menyesal, akan tetapi bagi Kun Hong tetap saja mengandung getaran halus yang mencerminkan budi luhur,

“Orang buta, Thian (Tuhan) telah menciptakan kau menjadi buta. Bukankah itu cukup untuk mengingatkan kau bahwa orang tidak boleh berbuat dosa? Kurang beratkah hukuman yang jatuh kepada dirimu itu sehingga kau tidak segan-segan menambah dosa-dosamu dengan mengucapkan penghinaan terhadap diriku? Apa salahku kepadamu dan mengapa pula kau yang baru sekali ini berjumpa denganku datang-datang melakukan fitnah keji? Kau memiliki kepandaian, biar buta tentu bukan seorang bodoh, jawablah!”

Tiba-tiba Kun Hong tertawa, tertawa bergelak-gelak saking senangnya. Ucapan nona bidadari itu betul-betul membuka hatinya untuk menjadi gembira karena merasa amat berbahagia dapat bertemu dengan seorang seperti nona bidadari ini. Tak salah dugaannya, tidak keliru dia menjadi seperti tergila-gila. Memang sesungguhnya nona ini seorang bidadari yang menjelma di permukaan bumi.

Bukan main indah dan bersihnya ucapan itu. Kun Hong mendongak keatas dan tertawa terbahak-bahak, hal yang baru kali ini dia rasakan dan lakukan semenjak dia menjadi buta, kemudian dia ingat bahwa mungkin sekali sikapnya ini menambah perih hati nona bidadari itu, maka dia segera menahan diri menghentikan tawanya, lalu menjura ke depan mengangkat kedua tangan kearah dada sebagai penghormatan seorang terpelajar, kemudian katanya,

“Nona, maafkan kelakuanku tadi, Ucapanmu benar-benar menggugah kegembiraan hatiku dan menyadarkanku bahwa di dunia ternyata masih ada seorang yang bijaksana seperti Nona. Tamparanmu kuterima dengan senang hati, Nona, karena sesungguhnya, fitnah keji itu jauh lebih menyakitkan hatimu daripada rasa nyeri pada mukaku. Kemarahanmu tidak berlebihan, malah andaikata betul fitnah keji tadi, aku rela dan patut dihukum mati.”

Kun Hong lalu tersenyum dan menyambung,
“Tentu Nona tahu akan pendapat para arif bijaksana jaman dahulu bahwa khianat dan fitnah hanya datang dari orang-orang yang dekat. Aku sama sekali tidak mengenal Nona, bagaimana dapat melakukan fitnah?”

Agaknya ucapan ini mempunyai pengaruh besar, mengingatkan Hui Kauw akan kelancangannya menjatuhkan marah kepada seorang asing tanpa menyelidik lebih dahulu. Ia segera berkata kepada nona galak tadi, suaranya mengandung sesalan besar.

“Adik Hui Siang, kulihat sahabat buta ini bicara keluar dari hati tulus, bagaimana mungkin dia mengeluarkan fitnah keji seperti yang kau nyatakan tadi?”

“Enci Hui Kauw, kau malah membela dia? Uh, benar-benar aneh kalau kau malah membenarkan dia menyalahkan aku. Itu buktinya dia membawa saputanganmu, dari mana dia dapatkan itu?”

Kata-kata ini mengandung sindiran tajam, seakan-akan gadis cilik yang galak itu berbalik menyerang Hui Kauw dengan tuduhan yang bukan-bukan.

Wajah Hui Kauw merah, akan tetapi dengan tenang ia menjawab,
“Tadi aku berlatih seorang diri disini dan saputangan itu kugunakan untuk menghapus keringat, kemudian aku pergi dan saputangan itu tertinggal disini. Boleh jadi dia lalu datang dan menemukan Saputanganku diatas meja, apanya yang aneh dalam hal ini?”

“Tentu saja aneh. Aneh sekali! Bukankah aneh kalau kukatakan kepadamu bahwa tadi aku melihat dia menciumi saputanganmu sambil menangis? Hi-hik, bukankah aneh kelakuannya itu, Enci yang baik? Dia mengaku pacarmu, dan melihat saputangan itu…….. diciuminya……. hemmm, hampir tadi aku percaya akan pengakuannya.”

“Bohong! Bocah bermulut keji, kau bohong mengeluarkan ucapan fitnah kepada encimu sendiri. Kiranya kau perlu dihajar oleh orang tuamu!” Kun Hong berteriak marah.

“Jembel buta, berani kau kurang ajar kepadaku?”

Hui Siang menyerbu dan memukul kepala Kun Hong. Akan tetapi hanya dengan gerakan mudah saja Kun Hong membuat pukulan itu mengenai angin. Beberapa kali Hui Siang memukul, namun tak pernah mengenai sasaran.

“Hui Siang, jangan sembarangan menerjang orang tanpa diketahui dosanya lebih dulu. Aku sudah lancang tangan tadi, jangan kau memperbesar keonaran!”

Hui Kauw yang melihat penuh kekagetan betapa gerakan pemuda buta itu aneh dan luar biasa sekali. Diam-diam iapun terheran-heran mengapa tadi ketika ia yang menampar, sekali tampar saja mengenai pipi si buta dan malah sampai ada darah mengalir dari bibir orang buta itu.

Akan tetapi sekarang Hui Siang yang menyerang dengan sungguh-sungguh, dengan pukulan yang akan dapat menewaskan orang itu, dengan amat mudahnya dielakkan oleh si buta!

Hui Siang membanting-banting kakinya dengan gemas dan mendongkol.
“Lagi-lagi kau membelanya, enci Hui Kauw. Bagus! Hal ini harus kulaporkan kepada ibu, biar ibu datang mengadili perkara ini dan membunuh mampus jembel buta busuk yang kurang ajar ini. A Man, hayo semua ikut aku melapor kepada ibu, kalian berlima menjadi saksi!”

Maka pergilah gadis galak itu diikuti oleh lima orang pelayan yang terhadap gadis ini amat penurut dan takut, bahkan menjilat-jilat sikap mereka. Kun Hong mendengar langkah mereka cepat-cepat meninggalkan tempat itu, dan dia hanya menundukkan kepala, gelisah memikirkan nona bidadari yang masih berdiri di depannya tanpa bergerak seperti patung.

Hening sejenak. Nona itu tidak bergerak, juga tidak bicara, demikian pula Kun Hong. Terdengar oleh pemuda ini betapa nona itu beberapa kali menarik napas panjang, akan tetapi dia sama sekali tidak tahu betapa nona itu menatap wajahnya dan memandangnya penuh perhatian dan penuh selidik dari kepala sampai ke pakaiannya yang kotor berlumpur serta sepatunya yang sudah bolong-bolong.

Helaan napas panjang itu terdengar menusuk perasaan Kun Hong. Seakan-akan nona ini berduka dan kedukaan itu timbul karena dia, karena perbuatannya tanpa dia sadari tadi. Mengapa dia tadi begitu bodoh sehingga tidak mendengar kedatangan Hui Siang, gadis galak itu? Mengapa dia begitu lemah, menurutkan getaran hati sehingga dia berlaku seperti orang gila, menangis dan menciumi saputangan seorang nona yang asing baginya?

Dengan hati berdebar dia merogoh saku, mengeluarkan saputangan sutera yang harum itu melangkah setindak ke depan dan dengan tangan gemetar dia mengangsurkan saputangan itu kepada pemiliknya sambil berkata lirih,

“……. ini, saputanganmu, Nona……. maafkan aku……. telah menimbulkan hal tidak enak bagimu…….”

Hui Kauw menerima saputangan itu tanpa berkata apa-apa, menyimpannya dan kembali ia menghela napas. Kemudian terdengar ia berkata, lirih dan seperti bicara kepada diri sendiri,

“Malang tak boleh ditolak, mujur tak boleh diraih. Hidup memang derita, banyak duka daripada suka, sepanjang hidup pahit dan hampa, manis suka hanya sekejap mata.”

Kun Hong tetap tunduk, kerut merut diantara matanya amat dalam, membuat dia nampak lebih tua. Hatinya seperti ditusuk-tusuk jarum rasanya. Dia seakan-akan dapat merasakan derita batin yang ditanggung nona muda ini.

Semuda itu, sedemikian nelangsanya. Ingin dia menghibur, ingin dia menyanjung, namun tak kuasa membuka mulut. Untuk menghalau tindihan berat pada perasaannya, Kun Hong mengeluarkan suara keluhan dibarengi helaan napas berat dan panjang.
Agaknya suara ini menyadarkan Hui Kauw.

“Sahabat buta, pulau ini adalah tempat terlarang bagi orang luar untuk masuk tanpa seijin ibu. Kenapa kau masuk kesini dan membuat keributan? Apa kehendakmu sebetulnya?”






No comments:

Post a Comment