Ads

Saturday, January 19, 2019

Pendekar Buta Jilid 027

Kun Hong mengeluh, menciumi saputangan dan beberapa butir air mata menetes dari sepasang mata yang tak berbiji lagi itu. Sedih perih membuat dia merasa nelangsa ketika sadar bahwa kekasih yang amat dirindukannya itu telah tiada dan tak tertahankan lagi Kun Hong menitikkan air mata yang membasahi saputangan sutera berganda harum itu.

Betapapun kuat batin Kun Hong, dia tetap seorang manusia biasa. Sekali waktu tentu akan tunduk dan kalah oleh arusnya perasaan yang mencengkeram hati, mencengkam pikiran. Apalagi perasaan rindu dendam bagi seorang muda amatlah berat dilawan.

Kun Hong pemuda gemblengan itu, yang biarpun sudah buta namun masih memiliki kegagahan dan kesaktian yang melebihi orang-orang melek, kini bagaikan dilolosi seluruh otot di tubuhnya, lemas dan berlutut menciumi saputangan sambil menitikkan air mata seperti laku seorang wanita berhati lemah!

Saking hebatnya dia dipengaruhi perasaan sendiri, dia menjadi lengah dan pendengarannya tidak dapat menangkap suara halus dari langkah kaki yang mendekati tempat itu, bahkan yang datang menghampirinya. Langkah halus dan ringan dari sepasang kaki yang bersepatu merah, dan yang menghampirinya dari belakang.

“Pencuri busuk, berani kau memasuki tamanku? Hayo berlutut di depan nonamu!”

Suara ini nyaring dan merdu, namun mengandung getaran galak dan tinggi hati, Kun Hong terkejut, seakan-akan disendal dari dunia lamunannya. Dengan gugup dia mencengkeram saputangan itu dan membalikkan tubuhnya dengan siap karena dia mendengar suara pedang dicabut oleh wanita yang memakinya ini.

Tongkatnya dipegang erat karena biarpun dari suaranya dia dapat mengenal seorang gadis remaja yang galak, namun gadis ini dapat datang tanpa dia ketahui, tanda bahwa ilmu kepandaiannya juga tinggi, maka dia harus siap menghadapi bahaya serangannya.

Akan tetapi gadis itu mengeluarkan seruan tertahan ketika melihat bahwa orang yang dibentaknya itu kiranya hanya seorang buta. Ia mendengus penuh ejekan lalu menyimpan kembali pedangnya.

“Hah, kiranya hanya seorang jembel buta! Sungguh tidak punya guna para penjaga itu. Orang macam ini dikatakan menimbulkan onar? Hee, jembel buta, apakah kau bersama seorang gadis yang datang ke pulau kami secara menggelap? Hayo berlutut dan jawab baik-baik kalau tidak ingin nonamu turun tangan sendiri memberi hajaran kepadamu!”

Mengkal sekali rasa hati Kun Hong mendengar suara seorang dara muda begini galak memaki-maki dan menghinanya, akan tetapi dia tetap tersenyum sabar, bangkit berdiri dan menjura.

“Maaf, Nona. Aku seorang buta yang tidak mengenal jalan telah tersesat sampai disini tanpa disengaja, harap Nona sudi memberi maaf.”

“Maaf? Enak saja bicara! Orang luar yang berani memasuki pulauku ini tak boleh keluar dalam keadaan hidup lagi. Kau jembel buta berani masuk kesini dan seperti orang mabuk menangis menciumi saputangan. Hemm, kiranya kau selain buta juga gila. Kau terlalu kotor untuk mampus di tanganku. Heeiii, A Man…….!!”

Suara memanggil ini amat nyaring, mengandung tenaga khikang yang kuat sekali sehingga diam-diam Kun Hong kagum. Kiranya gadis galak ini memiliki kepandaian yang hebat juga, terang tidak di sebelah bawah tingkat Loan Ki! Dia makin terheran-heran mendapat kenyataan bahwa di pulau ini terdapat dua orang gadis yang suaranya jauh berbeda seperti bumi dan langit, namun yang keduanya memiliki kepandaian tinggi dalam ilmu silat!

Suara seruan seperti itu tadi tentu dapat mencapai jarak jauh. Benar saja, tak lama kemudian terdengar suara orang menjawab berulang-ulang dan terdengarlah langkah-langkah kaki berlari-lari ke tempat itu, langkah-langkah ringan beberapa orang wanita. Kiranya pelayan-pelayan tadi, lima orang banyaknya dengan A Man di depan, telah lari datang mendengar panggilan itu.

“Ah, kiranya Siocia telah berada disini…….” terdengar gadis pelayan yang bernama A Man berkata.

Dengan pendengarannya yang tajam Kun Hong dapat menangkap betapa dalam ucapan gadis pelayan ini terkandung rasa takut dan tunduk, berbeda dengan ketika gadis pelayan ini tadi bicara terhadap dara bersuara bidadari.

“A Man! Apa saja kerjamu dan para pelayan ini disini? Sampai di dalam taman kemasukan jembel buta gila kalian tidak ada yang tahu! Hemm, benar-benar kalian ini masing-masing patut dihukum sepuluh kali cambukan”





“Ampun, Siocia……. hamba berlima tadi disuruh pergi oleh nona Hui Kauw……. dan ketika hamba pergi, disini ada nona Hui Kauw sedang berlatih silat, tidak ada……. jembel ini……. eh, itu adalah saputangan nona Hui Kauw! He pengemis buta, kau telah mencuri saputangan nona Hui Kauw?”

Tiba-tiba nona yang galak itu tertawa, dan suara ketawanya ini merdu sekali sungguhpun bagi Kun Hong tetap saja mengandung sifat yang liar dan kejam.

“Wah, kiranya enci Hui Kauw malah memberi sedekah saputangannya kepada pengemis buta ini? Hi-hik, A Man, kau lihat, biarpun buta dan pakaiannya kotor, pengemis ini masih muda dan wajahnya tampan juga, ya? Dan enci Hui Kauw memberi saputangannya kepada pengemis ini. Pemberian sedekah yang aneh, hi-hi-hik!”

Merah wajah Kun Hong, apalagi ketika mendengar betapa lima orang pelayan itupun sama-sama tertawa mengejek. Timbul kemarahan dalam hatinya karena dia merasa betapa gadis galak ini bersama pelayan-pelayan penjilat itu menghina dan mentertawai Hui Kauw, dara bersuara bidadari itu. Dengan suara keren Kun Hong berkata,

“Kalian jangan lancang mulut! Nona itu tidak memberi hadiah saputangan kepadaku. Saputangan ini kutemukan disini, tertinggal oleh nona itu tanpa disengaja. Alangkah jahatnya kalian menyangka yang bukan-bukan dan menjatuhkan fitnah keji kepada seorang gadis yang putih bersih!”

“Heeeee! Kau membela enci Hui Kauw? Bagus, bagus……. memang cocok kau dan ia. A Man, hayo kau dan teman-temanmu mewakili aku memberi hajaran kepada pengemis buta ini, pukul sampai dia minta-minta ampun dan suka mengaku bahwa dia adalah pacar dari enci Hui Kauw!”

Kun Hong mendengar langkah seorang diantara para pelayan itu maju dan disusul bentakan suara pelayan ini yang tinggi melengking,

“Pengemis buta, hayo kau berlutut mentaati perintah siocia!”

Kun Hong menggeleng kepala, bersandar kepada tongkatnya dan menggumam,
“Kalian jahat……. aku tidak sudi mencemarkan nama seorang yang tak berdosa…….”

“Keparat, hayo berlutut!”

Sambaran angin sebuah tongkat mengarah kaki Kun Hong. Pemuda buta itu tidak mengelak.

“Krakk!”

Tongkat patah menjadi tiga potong dan pelayan wanita itu menjerit kesakitan dan meloncat mundur dengan muka pucat. Tongkat patah dan telapak tangannya merah-merah dan sakit.

Nona galak itu mendengus mengejek. A Man berteriak marah,
“Jembel busuk, kau tidak mau berlutut? Kuhancurkan kepalamu!”

Kini pelayan kepala ini yang mengayunkan sebatang tongkat kearah kepala Kun Hong. Kali ini Kun Hong hanya menggerakkan kepala ke samping dan sambaran tongkat itu tidak mengenai sasaran. A Man makin marah, sampai lima kali tongkatnya menyambar kepala, namun selalu memukul angin!

Kembali nona itu mendengus, lalu disusul suaranya penuh kemarahan,
“A Man, kau memalukan sekali. Kau yang mempunyai dua buah mata tidak mampu mengalahkan seorang yang tak bermata? Percuma saja kau mempunyai dua buah mata yang melirik kesana-sini. Kalau ibu mendengar tentang ini, hemmm, kurasa kedua biji matamu akan dicokel keluar!”

“……. ampun, Siocia……. biarlah kuhajar pengemis busuk ini.”

“Nah, keluarkan ngo-coa-tin (barisan lima ular),” kata pula si nona galak dengan nada memerintah. “Agaknya jembel buta ini berani masuk mengandalkan kepandaian, hemm, dia harus mampus.”

“Srattttt!”

Lima batang pedang tercabut dari sarungnya hampir berbareng. Kemudian Kun Hong mendengar langkah-langkah kaki lima orang mengurungnya, gerak langkahnya teratur sekali dan langkah-langkah itu tidak pernah berhenti, terus mengitari dirinya, malah diantara derap langkah ini terdengar suara mendesis.

Kun Hong mengerutkan keningnya. Ia dapat menduga bahwa lima orang pelayan wanita ini mengurungnya dengan pedang di tangan kanan dan agaknya seekor ular di tangan kiri. Dugaannya ini memang benar. Setiap orang pelayan memegang sebatang pedang dan di tangan kiri mereka terdapat seekor ular hijau yang mendesis-desis dan lidahnya yang kehijauan itu menjilat-jilat keluar.

Lima batang pedang menyambar cepat dari lima jurusan dan merupakan lima macam serangan yang berbeda-beda. Ada yang menusuk, membacok, membabat, dan lain-lain.

Kun Hong terhuyung-huyung lima kali dan semua penyerangan itu mengenai angin belaka. Akan tetapi pedang itu secara berantai susul-menyusul mengirim serangan cepat, malah kini diselingi serangan dengan ular di tangan kiri yang menyambar kedepan dan gigi-gigi rneruncing mengandung bisa itu menggigit-gigit mencari korban! Sementara itu, mereka masih terus melangkah berputar-putar di sekeliling Kun Hong.

Diam-diam pemuda buta ini merasa kagum. Barisan lima orang wanita ini benar-benar kuat dan seorang ahli silat yang belum memiliki kesaktian, kiranya akan roboh binasa biarpun agaknya dapat membalas dan merobohkan dua tiga orang pengeroyok.

Gerakan mereka amat teratur dan otomatis sehingga mereka akan merupakan satu orang dengan lima batang pedang dan lima ekor ular! Dia tahu bahwa terhadap serbuan pedang-pedang itu, dengan mudah dia akan dapat menghindarkan diri, akan tetapi menghadapi lima ekor ular itu amatlah sukar.

Ular tak dapat disamakan dengan pedang, karena ular adalah mahluk hidup yang memiliki gerakan sendiri dan sama sekali tidak menurut cara ilmu silat. Tentu saja dia tidak mau terancam bahaya dan begitu serangan lima Orang pengeroyoknya makin menghebat, dia berseru panjang, tubuhnya lenyap terganti segulungan sinar merah dan……. lima orang pengeroyoknya itu riuh rendah menjerit dan meloncat mundur sambil terbelalak memandang kedua tangan mereka. Yang memegang gagang pedang, yang memegang ekor ular berdarah.

Ternyata pedang-pedang dan kepala-kepala ular sudah putus dan menggeletak diatas tanah di depan kaki mereka!

“Aha, kiranya ada kepandaian juga si buta gila ini. Pantas saja berani memasuki Ching-coa-to. Minggirlah kalian budak-budak tak berguna, biar kuhabiskan nyawa si buta sombong ini. Lihat bagaimana pedangku menembus jantungnya.”

Kun Hong hanya mendengar suara halus, disusul tiupan angin kearah hatinya. Dia kaget sekali dan cepat mengelak selangkah ke kiri. Cara gadis ini mencabut pedang saja sudah membuktikan bahwa gadis galak ini benar-benar amat lihai, malah serangan pertamanya juga luar biasa cepatnya, hampir sukar ditangkap angin sambarannya.

Kun Hong tidak berani memandang rendah dan dia siap mempergunakan tongkatnya yang berisi pedang Ang-hong-kiam. Seperti juga menjadi penyakit watak para ahli silat lainnya, Kun Hong ingin pula mengetahui sampai dimana kepandaian gadis ini dan ilmu silat apakah yang dimainkannya.

Oleh karena ini maka dia bersikap mempertahankan diri, terhuyung-huyung kesana kemari dalam langkah-langkah ajaib untuk menghindarkan diri dari sambaran pedang lawan yang amat lihai dan cepat.

Dia makin kagum. Gerakan-gerakan gadis ini halus dan lemas, mungkin kelihatan indah pula seperti Ilmu Silat Bidadari yang dimiliki Cui Bi dan juga Loan Ki. Akan tetapi sebetulnya terdapat perbedaan amat jauh karena ilmu pedang yang dimainkan gadis galak ini mengandung unsur-unsur gerakan penyerangan seekor ular yang amat ganas dan liar. Gerakan lenggang-lenggok, menggeliat geliat, menyerang tiba-tiba dan kadang-kadang berdiam diri seperti ular melingkar, benar-benar merupakan sifat-sifat seekor ular.

Memang dugaan Kun Hong ini tidak keliru. Gadis itu sesungguhnya mempunyai ilmu silat yang berasal dari ciptaan Si Raja Ular Giam Kin! Ilmu pedangnya amat ganas, keji dan juga curang sekali sehingga belum pernah dia mengalami kegagalan dalam pertempuran.

Akan tetapi kali ini dia bertemu gurunya! Seperti kita ketahui, di samping ilmu kesaktian yang dia terima dari Raja Pedang Tan Beng San, yaitu Ilmu Silat Im-yang-sin-hoat, pada dasarnya Kun Hong mempunyai ilmu silat yang pertama kali dilatihnya, yaitu Kim-tiauw-kun (Ilmu Silat Rajawali Emas).

Tentu saja gerakan-gerakan seekor burung rajawali jauh lebih hebat dan dapat mengatasi gerakan seekor ular karena dalam kenyataannya juga selalu seekor ular menjadi “mati kutunya” kalau bertemu dengan seekor burung rajawali.






No comments:

Post a Comment