Ads

Wednesday, January 16, 2019

Pendekar Buta Jilid 022

“Tidak ada, Hong-ko. Tapi……. tapi ular-ular itu menuju kesini, Hong-ko. Celaka, mari kita lari menjauhi mereka!”

Loan Ki memegang tangan kiri Kun Hong dan menariknya lari dari situ, memasuki hutan. Tangan gadis itu agak dingin, tanda bahwa ia merasa ngeri sekali.

Siapa tidak akan merasa ngeri kalau melihat ular-ular yang amat banyak itu bergerak-gerak maju seperti mengejar, dengan baunya yang amat amis? Apalagi tak lama kemudian terdengar seorang diantara lima “penggembala ular” itu berteriak keras.

“Heeiii, seekor peliharaan kita mati dengan kepala hancur disini! Wah, ini tentu perbuatan orang. Hayo kita cari!”

“Jangan-jangan perahu kecil tadi yang membawa orang asing datang kesini,” kata suara lain.

“Ular ini baru saja bertemu musuh, tubuhnya masih berkelojotan. Tentu pembunuhnya belum pergi jauh. Hayo kejar, pergunakan anak-anak kita!” kata suara pertama bernada memimpin. Lalu terdengar suara suling yang ditiup secara aneh sekali.

Mendengar ini, Kun Hong berkata perlahan.
“Hemm, kiranya benar ular-ular terpelihara. Jangan-jangan dia di belakang ini semua.”

“Dia siapa, Hong-ko?”

Kun Hong memegang lengan gadis itu dan berkata, suaranya sungguh-sungguh,
“Ki-moi, kalau benar dugaanku, kita benar-benar telah berada di tempat yang amat berbahaya. Terang bahwa suling itu bersuara untuk memberi aba-aba kepada ular-ular itu untuk mengejar kita. Heii, awas!”

Tiba-tiba Kun Hong menggerakkan tongkatnya ke kanan dua kali dan ketika-Loan Ki menoleh……. kiranya dua ekor ular sebesar paha telah putus lehernya. Darahnya menyembur-nyembur dan tubuh ular yang empat lima meter panjangnya itu berkelojotan, saling belit!

Dengan hati penuh ketegangan, Loan Ki lalu menarik tangan Kun Hong dan mengajak pemuda itu lari lebih cepat lagi.

“Wah, suara suling itu malah memberi perintah kepada semua ular yang berada di tempat ini,” kata Kun Hong. “Hati-hati, Ki-moi!”

Benar saja dugaan Kun Hong, karena beberapa kali mereka diserang ular-ular besar kecil, Loan Ki menggunakan pedangnya membunuh beberapa ekor ular yang rnenghadang di depan, juga Kun Hong selalu menggunakan tongkatnya untuk membunuh ular-ular yang hendak mengganggu.

Mereka tidak pernah berhenti, terus berlari ke depan dan akhirnya mereka keluar dari hutan itu. Jalan mulai memburuk, penuh batu karang dan kiranya disitu terdapat pegunungan batu karang yang sukar dilalui.

Karena tidak mengenal jalan kedua orang itu terpaksa maju terus dan sementara itu, cuaca sudah mulai gelap, senja telah lewat terganti datangnya malam. Suara ular-ular yang mendesis-desis beserta para penggembala yang berteriak-teriak sudah tak terdengar lagi. Dua orang itu mendaki gunung kecil.

“Kita harus mencari tempat sembunyi yang aman,” kata Loan Ki. “Dengan adanya ular-ular itu, tak mungkin kita bergerak diwaktu malam gelap.”

Kun Hong menghela napas. Jalan itu benar sukar dan andaikata dia tidak dituntun oleh Loan Ki, tentu akan amat lambat dia dapat maju mencari jalan.

“Siapa kira, karena kau ingin melihat tontonan lucu, akhirnya menjadi tidak lucu. Kita menjadi buronan di pulau orang. Baiknya besok kita segera kembali saja ke daratan sana.”

“Hong-ko, bukankah pengalaman kita tadi cukup hebat, menegangkan dan lucu? Mungkin besok kita bertemu dengan pengalaman yang lebih lucu dan hebat lagi siapa tahu? Sementara ini, kita masih selamat. Nah, itu di depan kulihat banyak lubang-lubang besar di dinding karang, tentu ada gua yang dapat kita pakai tempat bersembunyi.”

Mereka mempercepat pendakian yang sukar itu. Baiknya Loan Ki memiliki ginkang yang cukup tinggi sehingga Kun Hong dapat mengikutinya dengan baik, tanpa mengkhawatirkan keadaan temannya itu. Akhirnya telah sampai di dekat dinding karang yang banyak berlubang merupakan gua-gua besar, jalannya menjadi rata.





Tiba-tiba terdengar bentakan dari depan,
“Siapa berani masuk Ching-coa-to tanpa ijin? Benar-benar sudah bosan hidup!”

Dan muncullah seorang laki-laki pendek yang bersenjata ruyung baja. Tanpa banyak cakap lagi laki-laki itu segera menerjang maju sambil mengerahkan ruyungnya. Loan Ki marah dan dengan pedang di tangan ia memapaki. Ketika ruyung menyambar kearah kepalanya, gadis itu meliukkan tubuh kekiri tanpa menunda terjangannya.

Sambil miring kekiri pedangnya menyambar secepat kilat. Orang itu berteriak kaget, akan tetapi masih sempat membuang diri kekiri sambil membabatkan ruyungnya. Dia terhindar dari bahaya, akan tetapi keringat dingin membasahi dahinya. Tak dia sangka bahwa gadis remaja itu demikian hebat ilmu pedangnya.

Gerakan Loan Ki yang sekali gebrakan saja sudah hampir dapat merobohkan lawan, membuat lawannya ragu-ragu untuk menyerang lagi. Dia bersuit keras dan terdengar suitan-suitan dari beberapa penjuru.

Loan Ki terkejut, maklum bahwa mereka berdua telah terkepung. Akan tetapi Kun Hong lebih cepat lagi. Sekali bergerak pemuda buta itu sudah melompat kearah si pendek. Dalam keadaan remang-remang itu si pemegang ruyung tidak tahu bahwa yang melompatinya adalah seorang buta. Dia kaget dan menghantamkan ruyungnya, akan tetapi tiba-tiba dia jatuh lemas dan ruyungnya terlempar entah kemana. Tanpa dia ketahui bagaimana caranya, dia telah roboh tertotok dan lemas tak dapat bergerak maupun bersuara lagi!

“Ki-moi, lekas cari tempat sembunyi…….!” kata Kun Hong yang tidak menghendaki terjadinya pertempuran di tempat itu.

Kun Hong benar-benar merasa tidak enak sekali telah mengganggu tempat orang dan menimbulkan keonaran.

Loan Ki adalah seorang dara remaja yang tidak pernah mengenal artinya takut dalam menghadapi lawan dalam pertempuran, maka sekarangpun biar ia tahu telah dikurung musuh, ia tidak merasa gentar.

Akan tetapi karena ia sudah mulai mengenal watak temannya yang buta dan aneh, kini ia maklum pula bahwa Kun Hong tidak suka menghadapi pertempuran dengan orang-orang yang sebetulnya memang tidak mempunyai urusan apa-apa dengan mereka berdua. Maka ia lalu menggandeng tangan Kun Hong, diajak lari kembali menuruni puncak.

Akan tetapi tiba-tiba ia bergidik, terdengar suara mendesis-desis dan dari bawah puncak merayap ular-ular tadi bersama penggembala-penggembalanya yang bersuit-suit. Lawan manusia biasa Loan Ki takkan undur, akan tetapi menghadapi ular-ular itu ia benar-benar merasa jijik dan ngeri. Ia cepat mengajak Kun Hong naik ke puncak lagi dan sekarang di depan mereka sudah muncul dua orang laki-laki yang memegang golok.

Tanpa banyak tanya dua orang laki-laki itu segera menerjang mereka karena baru saja mereka melihat seorang kawan mereka rebah tak bergerak dan mereka kira sudah tewas.

Juga kali ini Kun Hong yang cepat bergerak. Bagaikan seekor burung rajawali sakti dia melayang kearah dua orang itu. Dua buah golok berkelebat menyambar kearah tubuhnya, akan tetapi golok-golok itu segera terlempar jauh dan dua orang itu memekik lemah terus roboh tak berkutik!

“Kau hebat, Hong-ko…….!”

Loan Ki memuji dengan kagum sekali. Ia sendiri mewarisi Ilmu Silat Sian-li-kun-hoat yang terkenal amat indah gerakan-gerakannya, akan tetapi menyaksikan gerakan Kun Hong tadi ia benar-benar merasa kagum. Akan tetapi yang dipujinya sama sekali tidak memperdulikan, malah membentak,

“Hayo lekas cari tempat sembunyi, Ki-moi!”

Loan Ki kembali menarik tangan Kun Hong dan berlari kearah dinding batu karang. Dari sebelah kanan dan kiri terdengar bentakan-bentakan orang, juga dari belakang. Gadis itu melihat banyak lubang-lubang pada dinding itu, lalu menarik Kun Hong masuk ke dalam sebuah lubang yang cukup besar untuk dimasuki orang sambil merangkak.

Karena didorong oleh Loan Ki, Kun Hong masuk dulu, merangkak seperti seekor tikus memasuki lubangnya, kemudian disusul oleh Loan Ki. Lubang itu kurang lebih lima meter dalamnya, terus kedalam, kemudian menukik ke bawah. Kun Hong berhenti merangkak ketika tangan dan kakinya meraba lubang yang menukik ke bawah.

“Terus, Hong-ko…….. terus. Mereka sudah sampai kesini…….” bisik Loan Ki di belakang pemuda buta itu.

“Tak dapat terus, lubangnya menukik ke bawah…….” jawab Kun Hong.

“……. kau mepetlah, Hong-ko, biarkan aku lewat dan memeriksa di depan …….”

Karena merasa bahwa dia adalah seorang buta, lupa bahwa di dalam keadaan gelap pekat seperti itu sebetulnya dia tidak lebih buta daripada Loan Ki sendiri. Kun Hong lalu berbaring mepet untuk memberi jalan kepada gadis itu yang hendak melewatinya. Lubang itu tidak besar maka ketika Loan Ki merayap melewatinya, dua orang itu berhimpitan di dalam lubang.

Kun Hong merasa tak enak sekali, jengah dan berdebar hatinya. Baiknya mereka berdua adalah orang-orang yang telah memiliki kepandaian tinggi sehingga dengan Ilmu Sia-kut-kang (ilmu Melemaskan Tulang) mereka berhasil bersimpang di lubang yang sempit itu.

Loan Ki agaknya juga merasakan apa yang dirasai Kun Hong, buktinya gadis yang biasanya jenaka gembira itu kali ini tidak membuka suara kecuali “ah-uh” seperti orang kepanasan. Dengan hati-hati gadis itu merangkak ke depan sampai tiba di tempat yang menukik ke bawah.

“Agak lebar di bawah, Hong-ko. Seperti sumur………..”

“Memang, karena kita tidak tahu bagaimana dasarnya, tak mungkin turun ke bawah…….”

Pada saat itu dari luar lubang terdengar suara mendesis-desis, disusul suara seorang laki-laki yang parau,

“Anak-anak, hayo masuk kandang, jangan berkeliaran lagi, besok kalian harus membantu mencari dua orang musuh itu.”

Disusul lagi suara yang tinggi,
“Heran, kemana larinya dua orang tadi? Mereka itu manusia atau setan? He, Lao Siong, apakah sudah dilaporkan kepada toa-nio?”

“Tentu sudah.”

Lalu mereka bercakap-cakap akan tetapi sambil menjauhi mulut lubang sehingga Kun Hong dan Loan Ki tak dapat mendengar lagi apa yang mereka bicarakan.

Akan tetapi betapa kaget hati dua orang itu ketika terdengar suara mendesis-desis dari arah belakang disusul bau yang amat amis. Kiranya lubang pada dinding batu itu adalah sarang-sarang ular atau dijadikan “kandang” untuk ular-ular itu!

“Celaka, ular-ular itu masuk kesini…….!”

Kun Hong yang berada di belakang berkata perlahan. Dia cukup tabah dan tenang, akan tetapi dalam keadaan seperti itu, tentu saja dia merasa ngeri juga.

“Lekas, Hong-ko, di belakangmu ada batu yang kuseret masuk tadi. Kau pergunakan itu untuk menutup lubang yang paling sempit dan……. hei, aduh, waahh……. bungkusanku jatuh ke dalam sumur, Hong-ko.”

Kun Hong mendengar suara barang berat jatuh. Dengan pendengarannya yang tajam dia mendapat kenyataan yang menggirangkan hatinya. Lubang itu ternyata dasarnya tidak keras, juga tidak begitu dalam. Hal ini tentu saja dapat dia ketahui ketika buntalan pakaian dan mahkota yang dibawa gadis itu terjatuh ke bawah.

Akan tetapi pada saat itu dia sibuk mendorong batu besar untuk menutupi lubang. Tentu saja tidak tertutup rapat, akan tetapi lumayan untuk menahan membanjirnya ular-ular itu ke dalam. Setelah itu dia segera berkata,

“Ki-moi, mari kita masuk saja ke dalam sumur itu. Tempatnya tidak dalam dan dasarnya mungkin tanah tidak keras.”

“Bagaimana kau bisa tahu?” Bisik Loan Ki meragu.

“Buntalanmu tadi melayang ke bawah tidak terlalu lama, juga suaranya ketika menimpa dasar sumur menyatakan bahwa dasar itu tidak keras. Tapi tunggu, biar aku yang melompat masuk lebih dulu. Kau mepetlah!”






No comments:

Post a Comment