Ads

Friday, January 11, 2019

Pendekar Buta Jilid 003

Kun Hong tertawa.
“Tidak perlu berterima kasih. Yang menyembuhkan adalah kau sendiri, Twako. Ketika kau menggunakan tenaga menghantam ke depan tadi, hawa pukulan tertahan oleh jalan darah yang buntu merupakan kekuatan yang hebat. Aku hanya membantu membuka jalan darah itu sehingga hawa itu menerobos dan sekaligus menghalau hawa beracun yang mengeram di tubuhmu. Sama sekali tidak perlu berterima kasih.”

Hek-twa-to terkejut. Kiranya si buta ini yang menyentuh dadanya. Kenapa dia tidak melihatnya sama sekali? Setelah saling pandang penuh keheranan dengan kawan-kawannya, dia lalu menjura lagi dan berkata,

“Sekarang kami minta dengan hormat agar Sinshe suka ikut dengan kami ke tempat tinggal kami di sebelah barat bukit ini………..”

“Sayang, tidak bisa………..” Kun Hong memotong, “aku adalah seorang manusia bebas, tidak mau terikat oleh segala budi. Terima kasih, Twako, biarlah aku melanjutkan perjalananku seenaknya dan harap kau dan teman-temanmu kembali.”

Seorang kawan Hek-twa-to yang paling kasar wataknya diantara para perampok itu menjadi marah dan berteriak,

“Kita gusur saja tabib buta yang sombong ini!”

Kun Hong tersenyum sabar, maklum bahwa dia berhadapan dengan orang-orang kasar yang berwatak keji.

“Aku adalah seorang buta lagi miskin tidak memiliki apa-apa, juga aku akan mengalah kalau kalian menghendaki barang-barangku kecuali bungkusan obat dan tongkat ini. Akan tetapi jangan harap aku akan suka menuruti paksaan orang, sungguhpun paksaan untuk menjamuku dengan hidangan-hidangan mahal.”

“Tong-te, kau tutup mulutmu!” bentak Hek-twa-to kepada kawannya yang kasar itu, kemudian dia menghadapi Kun Hong lagi. “Siauw-sinshe, harap kau maafkan temanku yang lancang mulut ini. Sesungguhnya kami mengharap kau suka ikut dengan kami karena kami perlu pertolonganmu untuk mengobati ketua kami dan dua puluh orang lebih teman-teman kami yang menderita luka-luka berat. Harap kau suka menolong kami seperti kau telah lakukan kepadaku tadi. Jangan khawatir, untuk biaya pengobatan ini, berapapun juga kau minta, ketua kami sudah pasti akan memenuhinya.”

Berkerut kening di muka yang tampan itu. Kun Hong maklum bahwa orang-orang ini bukan orang-orang baik, tentu ketuanya juga bukan orang baik. Agaknya golongan hitam pengacau rakyat. Sebetulnya mengingat keadaan mereka, tidak patut ditolong. Akan tetapi dia dapat membayangkan betapa sengsaranya mereka yang menderita sakit itu dan hatinya yang penuh welas asih tidak kuasa menahan hasratnya hendak menolong.

“Hemm, begitukah? Kalau kalian mengundangku untuk menolong orang-orang sakit, lain lagi halnya. Tak usah bicara tentang upah, kalau aku berhasil dapat mengurangi rasa nyeri yang mereka derita, sudah cukup bagus untukku. Mari kita berangkat.”

Berangkatlah rombongan itu turun bukit. Akan tetapi biarpun tongkatnya dituntun Hek-twa-to, sebagai seorang buta Kun Hong tentu saja tidak dapat berjalan cepat. Rombongan itu tidak sabar dan ketika Hek-twa-to mengusulkan untuk menggendong tabib buta itu, Kun Hong tidak menolak. Maka digendonglah pemuda itu oleh Hek-twa-to yang kuat dan rombongan ini berlari-lari turun bukit dengan cepat.

Makin curiga hati Kun Hong. Diatas gendongan, dia dapat mengira-ngira tingkat kepandaian mereka. Ilmu lari cepat mereka lumayan tanda bahwa mereka ini, terutama Hek-twa-to, memiliki kepandaian silat. Ketua mereka tentu seorang kosen. Kalau sampai ketua mereka terluka, juga dua puluh orang lebih anak buahnya, alangkah tangguhnya musuh mereka.

Dan mengingat sikap mereka yang jahat, agaknya yang menyebabkan mereka luka-luka itu tentulah seorang pendekar. Berkali-kali dia menarik napas panjang diatas gendongan Hek-twa-to. Pendekar itu merobohkan dan melukai orang-orang karena tugasnya sebagai pendekar yang membasmi kejahatan. Akan tetapi dia pergi akan menyembuhkan mereka, juga hal ini karena tugasnya sebagai seorang ahli pengobatan yang tidak boleh memilih penderita, baik dia kaya atau miskin, jahat atau tidak.

Ketika ketua Hui-houw-pang dan para tamunya yang terdiri dari jagoan-jagoan di dunia kang-ouw dan bu-lim itu melihat bahwa tabib buta itu ternyata hanya seorang laki-laki yang masih amat muda, mereka terbelalak keheranan, saling pandang dan ragu-ragu.

Para tamu yang hadir disitu adalah undangan-undangan Lauw Teng, terkenal sebagai tokoh-tokoh kang-ouw. Malah diantaranya terdapat seorang tosu muka bopeng (burik) yang mempunyai sinar mata tajam berkilat dan di punggungnya tergantung sepasang pedang tipis.

Mereka ini banyak mengenal orang pandai, malah pernah mendengar tentang setan obat Toat-beng Yok-mo, sudah banyak melihat tabib-tabib pandai. Akan tetapi belum pernah mereka melihat seorang ahli pengobatan masih begini muda. Tidak mengherankan apabila mereka memperdengarkan suara mencemooh dan memandang rendah.





Ketua Hui-houw-pang kecewa sekali. Diam-diam dia marah kepada Hek-twa-to yang dianggapnya membohong dan menipu. Untuk menutupi kekecewaannya, dia bertanya dengan nada suara keras memandang rendah.

“Heh, orang muda buta. Apakah kau yang telah menyembuhkan Hek-twa-to seorang anggautaku?”

Kun Hong tidak tahu siapa yang bicara dengannya, akan tetapi terang bahwa dia ini adalah ketua yang dimaksudkan oleh Hek-twa-to tadi, entah ketua apa. Dia tersenyum dan menjawab,

“Dia yang menyembuhkan dirinya sendiri, aku hanya membantu.”

Kata-katanya halus, akan tetapi sama sekali tidak merendahkan diri atau menghormat. Ketua Hui-houw-pang yang biasanya disembah-sembah oleh anak buahnya yang pandai menjilat, ditakuti semua orang, mendongkol juga melihat dan mendengar sikap orang buta ini.

“Orang buta, jangan kau main-main disini. Apakah benar kau pandai mengobati orang sakit dan terluka?”

“Tidak ada orang pandai didunia ini, sahabat. Yang pandai hanya Tuhan, Aku hanya diberi pengertian tentang pengobatan, pengertian kecil tak berarti. Kalau Tuhan menghendaki, tentu akan menyembuhkan orang sakit.”

“Dengar orang muda. Kami dua puluh orang lebih menderita luka-luka. Kalau kau bisa menyembuhkan kami, berapa saja upah yang kau minta, akan kubayar. Akan tetapi kalau ternyata kau tidak mampu menyembuhkan kami, hemm, jangan tanya akan dosamu, kau tentu akan kubunuh mampus karena kau telah mengetahui keadaan kami. Sanggupkah kau?”

Diam-diam Kun Hong mendongkol sekali. Tidak salah dugaannya tadi bahwa ketua ini tentulah orang yang berwatak keji pula. Namun sesuai dengan wataknya yang sabar dan bijaksana, wajahnya tetap tersenyum.

“Aku selalu siap mengobati orang sakit. Sembuh atau tidaknya terserah ke dalam tangan Tuhan. Kalau dapat sembuh, aku tidak menentukan upahnya, terserah kepada penderita sakit. Kalau tidak dapat sembuh, itu sudah nasibnya, mengapa kau hendak membunuhku? Bukan kau yang memberi kehidupan pada tubuhku, bagaimana kau bisa bicara tentang mengambilnya, sahabat?”

Tiba-tiba terdengar suara ketawa melengking tinggi disusul suara halus,
“Lauw-sicu, omongan bocah ini ada isinya, kau berhati-hatilah!”

Kun Hong tercengang, kiranya di tempat itu terdapat orang pandai, pikirnya. Pembicara ini adalah seorang kakek berusia lima puluhan, memiliki Iweekang yang kuat dan pandang mata yang tajam. Semua ini dapat dia mengerti dari pendengarannya, tentu saja dia tidak tahu bahwa kakek yang bicara itu adalah seorang tosu yang bermuka burik, seorang diantara para tamu undangan.

Kun Hong agak miringkan kepalanya dan dia dapat mendengar betapa tuan rumah bersama kakek yang bicara tadi kini menggerak-gerakkan tangan dan jari, agaknya saling memberi isyarat agar apa yang mereka kehendaki tidak terdengar olehnya.

“Sinshe muda,” kata Lauw Teng suaranya agak berubah, tidak segalak tadi, “biarlah kuanggap saja kau memang pandai mengobati. Nah, kau mulailah mengobati seorang anak buahku yang menderita luka di dalam tubuhnya,”

Setelah berkata demikian, Lauw Teng berteriak,
“He, A Sam, kau yang paling berat lukamu, kau merangkaklah kesini biar diobati oleh Siauw-sinshe ini!”

Kun Hong terheran. Sejak tadi setelah bercakap-cakap dengan ketua ini, dia tahu atau dapat menduga, bahwa ketua ini menderita luka yang amat parah di dalam tubuhnya yang perlu segera diobati. Kenapa ketua ini sekarang menyuruh dia mengobati seorang anak buahnya lebih dulu? Apakah ketua ini sengaja mengalah terhadap anak buahnya? Tak mungkin, orang yang berhati keji selalu mementingkan diri sendiri. Ataukah masih belum percaya kepadanya maka menyuruh anak buahnya maju untuk mencoba-coba?

Tapi Kun Hong tidak pedulikan ini semua. Dia lalu duduk diatas bangku yang disediakan untuknya dan menurunkan buntalan obat. Dia tahu bahwa dari depan berjalan seseorang dengan langkah perlahan, kemudian orang ini berjongkok di depannya sambil mengeluarkan suara rintihan dan berkata lemah.

“Siauw-sinshe, tolonglah saya……. tak kuat lagi saya ……. sampai merangkakpun hampir tidak kuat. Aku terkena pukulan beracun kakek Bhe jahanam …..”

Semenjak kecilnya, Kun Hong sudah memiliki kecerdikan yang luar biasa. Begitu mendengar kata-kata ini, segeralah terbuka semua rahasia yang tak dapat dilihatnya. Kiranya ketua she Lauw tadi bersama kakek itu bersekongkol untuk mempermainkan dan menguji dia.

Orang ini pura-pura menderita luka pukulan, disuruh datang minta tolong sehingga mereka itu akan segera tahu tentang kepandaiannya mengobati. Hemm, mereka tidak percaya dan hendak mempermainkan aku, pikir Kun Hong. Baiklah, aku akan melayani sandiwara kalian.

Sambil membungkuk Kun Hong meraba nadi tangan dan dada dekat leher A Sam itu, mengerutkan keningnya lalu berkata,

“Aihh, kau benar-benar menderita penyakit berbahaya sekali! Biang batuk sudah berkumpul di pintu paru-paru. Sekarang belum terasa olehmu, akan tetapi begitu kau tertawa, akan meledaklah batukmu dan sukar ditolong lagi. Kau sama sekali tidak terluka oleh pukulan orang she Bhe atau orang she Ma, melainkan karena terlalu banyak keluar malam sehingga masuk angin jahat!”

Tentu saja sambil berkata demikian, jari-jari tangan Kun Hong yang dapat bergerak secara luar biasa dan secepat kilat itu telah menekan beberapa jalan darah tertentu di dada dan leher.

Mendengar keterangan ini, meledaklah suara ketawa para perampok itu, termasuk ketuanya, Lauw Teng dan para tamu undangan. Hanya tosu burik itu saja yang tidak tertawa, melainkan memandang dengan mata tajam.

Lauw Teng tidak marah karena biarpun keterangan Kun Hong itu amat lucu, namun orang ini dapat mengetahui bahwa A Sam tidak terluka oleh pukulan beracun. Lucunya, A Sam adalah seorang yang sehat dan tidak pernah batuk, biarpun memang suka keluar malam akan tetapi lucu kiranya kalau seorang gemblengan seperti A Sam itu mudah saja masuk angin!

A Sam juga tertawa terpingkal-pingkal, akan tetapi tiba-tiba semua orang yang tadi tertawa geli itu menghentikan suara ketawa mereka. Kini hanya terdengar sebuah suara saja, suara orang berbatuk-batuk amat hebatnya. Dan tidak aneh kalau semua orang kini memandang terheran-heran karena yang batuk secara hebat itu bukan lain adalah A Sam!

Tadinya A Sam sendiri mengira bahwa batuknya ini adalah secara kebetulan saja, akan tetapi dia mulai menjadi khawatir dan gugup setelah batuknya itu tidak juga mau berhenti, malah makin hebat sampai dia tak dapat menahannya lagi. Di dalam leher dan dadanya serasa dikitik-kitik, mendatangkan rasa gatal-gatal dan geli. Tak tertahankan lagi A Sam terbatuk-batuk sambil memegangi perut dan dada, membungkuk-bungkuk dan akhirnya dia sampai jatuh bergulingan. Bukan main hebat penderitaannya.

Tadinya orang-orang mengira bahwa A Sam yang suka berkelakar itu sengaja mempermainkan si tabib buta, akan tetapi karena tidak juga A Sam berhenti batuk, mereka mulai khawatir, mendekat dan dengan mata terbelalak melihat A Sam sampai mendelik-delik matanya karena terbatuk-batuk terus.

“Aduh……. uh uh uh……. aduh……. tolonglah…….uh-uh-uh, Siauw-sinshe….. uk-uh-uh…….”

Sukar sekali A Sam mengeluarkan kata-kata ini karena batuk membuat napasnya sesak dan suaranya hampir hilang.

“Hemmm, sudah kukatakan tadi, kau tidak boleh tertawa. Siapa kira kau masih tertawa terbahak-bahak sehingga ledakan batukmu tak tertahankan lagi. Kalau didiamkan saja, kau akan terus terbatuk-batuk sampai jantungmu pecah dan aku akan mendiamkan saja, A Sam kecuali kalau kau suka berterus terang mengapa kau tadi pura-pura terluka parah.”

“Ampun……. uh-uh, ampun Sinshe……. uh-uh-uh, saya disuruh mencoba, uh-uh, main-main……. ampun…….”






No comments:

Post a Comment