Ads

Sunday, March 10, 2019

Jaka Lola Jilid 111

Swan Bu merasa betapa berat perasaan hatinya harus meninggalkan kekasihnya disitu seorang diri. Akan tetapi apa yang dapat dia lakukan? Pertama, dia malu terhadap bibinya kalau terlalu memperlihatkan kelemahan hatinya akibat cinta kasih. Selain itu, kalau ia terlalu menahan dan tidak rela meninggalkan Siu Bi, tentu kekasihnya itu akan merasa rendah terhadap Cui Sian.

“Siu Bi, kau tunggulah dan carilah tempat di sekitar sini. Percayalah, aku pasti akan datang menjemputmu. Percayalah…..”

Siu Bi tersenyum sungguhpun kedua matanya menjadi basah. lapun merasa tidak rela dan berat harus berpisah dari orang yang paling ia cinta di dunia ini, miliknya satu-satunya yang masih tinggal. Tanpa Swan Bu di sampingnya, hidup tidak akan ada artinya baginya.

Akan tetapi, bagaimanapun juga, tak mungkin ia dapat merampas Swan Bu begitu saja dari orang tuanya. Kalau ia menghendaki agar selanjutnya ia boleh menghabiskan sisa hidupnya di dekat Swan Bu, maka urusan itu harus ada persetujuan orang tuanya. Baginya, tidak peduli Swan Bu akan menikah dengan Lee Si atau dengan siapa juga atas kehendak orang tuanya, asalkan hati dan cinta kasih pemuda itu dia yang memilikinya.

Bukan main terharunya hati Swan Bu menyaksikan gadis itu berdiri lemas dengan air mata di pipi dan senyum di bibir. Ingin dia memeluknya, ingin dia menghiburnya, namun ia malu melakukan hal ini di depan Cui Sian.

“Siu Bi, selamat berpisah untuk sementara…..”

“Pergilah Swan Bu, dan jaga dirimu baik-baik. Aku akan tetap menantimu.”

Pergilah Swan Bu bersama Cui Sian dan ada tiga empat kali dia menengok sebelum bayangan mereka lenyap ditelan tetumbuhan.

Melihat wajah Swan Bu demikian sedih, diam-diam Cui Sian merasa terharu dan kasihan. Tentu saja, kalau menurutkan hatinya, ia tidak suka melihat Swan Bu berjodoh dengan Siu Bi, gadis liar dan semenjak kecil berdekatan dengan orang-orang jahat. Jauh lebih baik apabila Swan Bu berjodoh dengan Lee Si, selain gadis itu memang berdarah ksatria, juga perjodohan ini akan merupakan penghapus bagi luka-luka yang diakibatkan oleh kesalah fahaman antara keluarga Pendekar Buta dan keluarga Raja Pedang.

Akan tetapi, oleh pengalamannya sendiri pada saat itu sebagai korban asmara, ia dapat merasai pula keadaan hati pemuda ini, maka diam-diam ia menaruh rasa kasihan. Pemuda itu berjalan sambil menundukkan mukanya yang pucat, seakan-akan semangatnya tertinggal pada gadis kekasihnya yang tadi tersenyum dengan air mata bertitik.

“Swan Bu…..”

Pemuda itu kaget dan menengok.
“Ada apakah, Sukouw?”

“Kau tentu maklum, bukan maksudku merusak kebahagiaanmu, akan tetapi aku memaksamu pergi menemui orang tuamu demi kebaikan kita bersama, demi kebaikan orang tuamu, kebaikan keluarga dan kebaikanmu sendiri!”

“Aku mengerti, Sukouw.” Swan Bu menarik napas panjang.






“Sekarang, sebelum kita pulang, mari kita singgah dulu di perkemahan pantai Po-hai, dimana kau akan dapat bertemu dengan banyak sahabat baik dan saudara…”

Suara Cui Sian terdengar gembira, karena memang sengaja gadis ini hendak menghibur Swan Bu dan membangkitkan semangatnya. Kalau pemuda ini bertemu dengan orang-orang gagah yang bertugas membasmi bajak-bajak laut, tentu akan terbangkit pula semangatnya sebagai keturunan seorang pendekar sakti seperti Pendekar Buta.

“Mereka siapakah, Sukouw?”

Suara Swan Bu dalam pertanyaan ini tidak begitu mengacuhkan. Setelah berpisah dengan orang yang paling dia sayangi di dunia ini di samping ayah bundanya, siapa pulakah yang dapat menggembirakan hatinya dalam perjumpaan?

“Kau akan bertemu dengan Bun Hui!”

“Mengapa saudara Bun Hui berada di tempat ini?”

“Dia mewakili ayahnya untuk memimpin pasukan dari Tai-goan yang bertugas membasmi bajak-bajak laut di daerah Po-hai.”

Swan Bu mengangguk-angguk, akan tetapi pikirannya melayang lagi, dia tidak begitu memperhatikan urusan pembasmian bajak laut yang dianggapnya bukanlah urusannya.

“Dan disana kau akan menemui banyak orang-orang gagah, diantaranya adalah seorang yang sama sekali takkan dapat kau duga-duga siapa adanya!”

Cui Sian memperdengarkan suara gembira agar pemuda itu tertarik. Memang berhasil dia karena Swan Bu benar-benar memperhatikan.

“Sukouw, siapakah dia?”

“Seorang pendekar muda yang hebat, dan dia masih keponakanku sendiri!”

Wajah Swan Bu mulai berseri.
“Apa? Sukouw maksudkan… dia….. Hwat Ki?”

Ketika Cui Sian mengangguk membenarkan, wajah pemuda ini sudah mulai berseri gembira, pernah dia berkenalan dan bertemu dengan Tan Hwat Ki sewaktu mereka berdua masih kecil, baru berusia belasan tahun. la membayangkan cucu Raja Pedang itu yang tampan dan gagah.

“Dia berada disana bersama sumoinya, seorang gadis cantik dan gagah perkasa.”

Akan tetapi Swan Bu tidak memperhatikan ucapan ini karena pikirannya penuh oleh bayangan Tan Hwat Ki yang akan dijumpainya, dan perjalanan mereka kini dilakukan dengan cepat.

**** 111 ****





No comments:

Post a Comment