Ads

Monday, February 4, 2019

Pendekar Buta Jilid 090

Kwee-taijin mengerutkan kening. Diam-diam dia kecewa sekali melihat nona ini yang ternyata adalah puterinya sendiri yang dahulu diculik orang. Kecewa melihat anaknya bermuka hitam seperti ini. Dia menarik napas dan mengelus rambut Hui Kauw setelah menerima sambaran pandang mata isterinya yang seakan-akan mencelanya,

“Ling-ji…… anakku, alangkah banyaknya kau telah mendatangkan sengsara dalam hati ibumu……”

Sementara itu, The Sun dan Bhong Lo-koai juga tercengang, kemudian menjadi girang sekali bahwa nona yang kosen itu ternyata adalah puteri Kwee-taijin yang hilang! Cepat keduanya lalu menjura dan menghaturkan selamat kepada Kwee-taijin.

“Kionghi (selamat), Kwee-taijin, kionghi! Siapa kira hari ini amat baik sehingga tanpa dinyana puterimu telah kembali!” kata The Sun.

“Tidak hanya telah kembali, malah membawa kepandaian yang hebat. Kionghi, Taijin, selamat bahwa kau mempunyai puteri yang menjadi anak angkat Siauw-coa-ong Giam Kin yang sakti. Ha-ha-ha!” Bhong Lo-koai juga memberi selamat.

Kekecewaan Kwee-taijin agak terhibur ketika mendengar bahwa puterinya ini ternyata memiliki kepandaian yang tinggi. Apalagi nama besar Siauw-coa-ong tentu saja pernah dia mendengarnya. Maka ketika dua orang tamunya itu berpamit hendak pergi, dia cepat menahan mereka dan berkata,

“Ji-wi yang membawa datang puteri kami, sudah sepantasnya saya menghaturkan terima kasih dengan tiga cawan arak.”

Dua orang itu tertawa-tawa dan tak dapat menolak. Hidangan disiapkan di meja, sedangkan Kwee-hujin segera mengajak puterinya itu ke dalam sambil memeluknya dan menciuminya.

Setelah berada di rumah ayah bundanya yang aseli, Hui Kauw atau Kwee Ling mendengar banyak, Ternyata ibunya hanya mempunyai anak dia seorang saja, adapun dua orang remaja yang dilihatnya itu adalah anak dari isteri muda Kwee-taijin.

Sebagai seorang kaya raya dan bangsawan yang mempunyai pangkat tinggi pula, Kwee-taijin mempunyai tiga orang isteri di samping beberapa orang selir yang dianggap sebagai pelayan. Isteri pertama yang disebut Kwee-Huijin adalah ibu Hui Kauw itulah, isteri kedua atau Ji-Huijin (nyonya ke dua) tidak mempunyai anak sedangkan Sam-Huijin (nyonya ketiga) mempunyai anak dua orang yaitu yang bernama Kwee Kian seorang pemuda berusia tujuh belas tahun dan yang kedua adalah seorang dara remaja bernama Kwee Siok. Dua orang inilah yang berjumpa dengan Hui Kauw pada waktu ia pertama datang di rumah orang tuanya.

Hui Kauw dapat merasakan betapa kecuali ibu kandungnya, kehadirannya di rumah gedung itu amat tidak disuka oleh keluarga Kwee. Terutama sekali Sam-hujin dan dua orang anaknya.

Hal ini mudah sekali dimengerti karena sebelum hadir Hui Kauw, maka Kwee Kian dan Kwee Siok merupakan dua orang keturunan keluarga Kwee yang menjadi ahli waris. Sekarang datang Hui Kauw yang ternyata adalah anak dari isteri pertama, tentu saja mereka merasa dirugikan dan merasa terancam kedudukan mereka!

Hal ini karena dapat dimengerti oleh Hui Kauw, maka tidak mendatangkan rasa sesal di hatinya. Yang membuat gadis ini murung dan tak enak hati adalah sikap ayahnya. Ayahnya itu adalah ayah kandung, kenapa terhadap dia dingin saja, tidak semanis sikapnya terhadap Kwee Kian dan Kwee Siok? Juga sikap ayahnya terhadap ibunya tidak semanis sikapnya terhadap dua orang isterinya yang lain.

Hui Kauw merasa amat kasihan kepada ibunya dan diam-diam ia tidak puas kepada ayahnya. Agaknya perasaan tidak puas inilah yang membuat Hui Kauw menyatakan kepada ayah bundanya bahwa ia lebih suka bernama Hui Kauw daripada Kwee Ling, karena nama ini sudah dipakainya semenjak kecil, maka ia minta supaya nama Hui Kauw dijadikan nama alias atau nama sehari-hari. Hanya ibu kandungnya sajalah yang tetap menyebutnya Ling Ling, sedangkan orang lain menyebutnya Hui Kauw, juga ayahnya sendiri.

Pada suatu hari Hui Kauw diajak ayahnya menghadiri pesta yang diadakan di dalam istana oleh kaisar! Kejadian yang luar biasa, apalagi kalau diingat bahwa kehadiran Hui Kauw itu adalah kehendak kaisar sendiri yang mendengar tentang kelihaian gadis itu dari The Sun.

“Ayah, perlu benarkah itu sehingga saya yang harus ikut ke istana? Saya tidak senang dengan pesta-pesta besar,” kata Hui Kauw kepada ayahnya.

Aneh ayahnya kali ini, sikapnya manis sekali dan kini ayahnya tersenyum.
“Hui Kauw, anak baik, kau tidak tahu. Adalah kaisar sendiri yang minta supaya kau ikut datang karena beliau telah mendengar bahwa anakku yang diculik dahulu telah pulang dan selain beliau hendak memberi selamat kepadaku, juga ingin berjumpa sendiri denganmu. Ini merupakan hal baik sekali dan merupakan kehormatan besar, anakku. Baiklah kita berdua menggunakan kesempatan ini untuk menghaturkan selamat kepada kaisar atas pilihan beberapa orang selir baru.”





Diam-diam Hui Kauw merasa muak di dalam hatinya. Banyak sudah ia mendengar dongeng tentang kaisar-kaisar dan pembesar-pembesar tinggi yang selalu mengumpulkan sebanyak mungkin gadis-gadis cantik untuk dijadikan selir. Kejadian ini amat memanaskan hatinya.

Laki-laki yang mempunyai kedudukan tinggi benar-benar merupakan manusia-manusia yang mau menang sendiri saja, yang bertindak sewenang-wenang dan menganggap wanita-wanita hanya sebagai benda permainan belaka! Sebenarnya tak sudi ia harus menghadapi semua ini, tak sudi ia harus menghadiri pesta itu, akan tetapi bagaimana ia dapat membantah kehendak ayahnya? Baru beberapa hari ia berkumpul dengan ayahnya, tak mungkin ia mengecewakan hati orang tua itu. Apalagi dalam kesempatan ini, ayahnya juga mengajak Kwee Kian dan Kwee Siok yang kelihatannya gembira bukan main.

Pemuda dan gadis remaja ini berdandan dengan pakaian terbaru. Hui Kauw tidak dapat meniru ini, biarpun ia telah diberi banyak pakaian indah oleh orang tuanya. Gadis ini berpakaian sederhana saja, apalagi ia maklum bahwa mukanya yang hitam itu membuat semua pakaian dan hiasan badan tetap tidak patut.

Bukan main meriahnya pesta yang diadakan di taman bunga istana itu. Kaisar baru muncul setelah para undangan memenuhi taman dan semua orang termasuk Hui Kauw menjatuhkan diri berlutut ketika kaisar berjalan dengan sikap agung menuju ke tempat duduk kehormatan yang telah disediakan untuknya.

Dengan kerling matanya Hui Kauw melihat bahwa kaisar ini masih muda, berwajah tampan bersikap gagah dengan mulut selalu memperlihatkan senyum yang menyembunyikan keangkuhannya. Setelah semua orang diperkenankan duduk, Kwee Siok menyentuh lengannya dan berkata,

“Hui Kauw cici, lihat disana itu duduk rombongan pengawal-pengawal istana dan jagoan-jagoan undangan, semua adalah tokoh-tokoh persilatan tingkat tertinggi.”

Kwee Kian juga tidak mau ketinggalan berkata lirih.
“Dan yang duduk di sebelah kiri itu, yang berpakaian serba merah, orang tua yang tinggi kurus dan tersenyum-senyum itu, dialah suhu (guru) kami. Dialah tokoh besar berilmu tinggi yang berjuluk Ang Mo-ko!”

Diam-diam Hui Kauw menaruh perhatian. Memang seorang kakek yang aneh, sudah tua tapi pakaiannya merah semua, duduknya tak jauh dari The Sun yang kelihatan berpakaian serba indah. Ia tahu bahwa dua orang adik tirinya ini belajar ilmu silat dari seorang tokoh pengawal istana yang berjuluk Ang Mo-ko, akan tetapi baru sekarang ia melihat orangnya.

“Cici,” kata pula Kwee Siok, “diantara tujuh orang pengawal ketika kaisar masih menjadi pangeran mahkota, suhu adalah orang yang paling lihai diantara mereka.”

“Mungkin tidak kalah oleh The-kong-cu,” kata Kwee Kian.

“Wah, kalau dibandingkan dengan The-kongcu mungkin masih kalah setingkat,” kata Kwee Siok. “Kian-koko, kau tahu bahwa The-kongcu adalah seorang tokoh muda dari Go-bi yang memiliki kesaktian luar biasa, masa di dunia ada keduanya? Akan tetapi, kalau hanya dengan Bhong Lo-koai saja sudah pasti suhu lebih menang!”

Hui Kauw tersenyum di dalam hatinya mendengar perdebatan antara kedua adik tirinya ini dan sekaligus ia dapat menduga bahwa adik tirinya Kwee Siok ini tergila-gila kepada The Sun. Ia termenung dan diam-diam ia berdoa semoga adik ini tidak akan mengalami nasib buruk dalam percintaan seperti ia sendiri.

Betapapun adik tirinya ini di dalam hatinya tidak suka kepadanya, namun Hui Kauw memang memiliki watak yang penuh welas asih, dan pribudi yang mulia. Dahulupun di Pulau Ching-coa-to, biarpun ia tahu bahwa Hui Siang diam-diam membencinya, namun ia selalu menaruh iba kepada adik angkat ini. Apalagi sekarang, dua orang ini betapapun juga adalah adik tirinya, anak-anak dari ayah kandungnya!

Ternyata menurut percakapan yang ia dengar, Hui Kauw tahu bahwa kali ini kaisar telah memilih lima orang selir baru diantara puluhan orang gadis yang didatangkan dari pelbagai daerah.

Seperti telah seringkali terjadi, gadis-gadis yang tidak diterima tentu saja menjadi bagian dari para pembesar yang mengurusnya. Tidaklah mengherankan apabila mereka kini berpesta pora amat gembira, selain untuk memberi selamat kepada kaisar, juga untuk memberi selamat kepada diri mereka sendiri!

Hui Kauw merasa lega bahwa ayahnya tidak termasuk pembesar yang mengurus tentang penarikan gadis-gadis ini sehingga kali ini ayahnya tidak ikut bergembira karena mendapatkan selir baru pula!

Anehnya, selir-selir baru itu tidak hadir di tempat pesta dan yang tampak hanyalah para pengunjung yang membanjirkan hadiah-hadiah berupa benda-benda berharga untuk para selir baru itu! Tentu saja hal ini dilakukan untuk menjilat kaisarnya, karena benda-benda berharga yang dikeluarkan itu hanya merupakan umpan untuk memancing ikan yang jauh lebih berharga daripada umpannya, yaitu berupa kenaikan pangkat dan lain-lain.

Hui Kauw sudah merasa lega bahwa kaisar agaknya tidak akan melihat dan mengenalnya, juga agaknya ayahnya tidak akan menyinggung-nyinggung tentang dirinya. Siapa kira tak lama kemudian, seorang pembesar mendatangi ayahnya dan berbisik-bisik. Wajah orang tua itu seketika menjadi berseri-seri gembira dan dengan suara bangga dia berkata,

“Hui Kauw……. eh, Ling-ji……. Kaisar memanggil aku dan kau menghadap. Mari…….!”

Ayah yang bangga ini berdiri, menggandeng tangan puterinya dan menjatuhkan diri berlutut di tempat itu juga untuk menghormat panggilan kaisar, kemudian dia mengajak Hui Kauw berdiri dan berjalan perlahan menuju ke tempat duduk kaisar. Di depan kaisar, ayah dan anak ini lalu menjatuhkan diri berlutut lagi, menunduk tanpa berani mengangkat muka untuk memandang kaisar.

“Aha, inikah Nona yang lihai ilmu silatnya itu?”

Betapapun juga, keadaan dan suara kaisar ini demikian berwibawa sehingga menekan perasaan Hui Kauw dan membuat nona ini merasa mulutnya kaku dan tenggorokannya kering. Tak dapat ia mengeluarkan suara untuk menjawab!

“Betul, Yang Mulia, inilah anak hamba Kwee……. Hui Kauw yang bodoh, hamba berdua menghaturkan selamat atas hari baik ini semoga Yang Mulia bertambah kebahagiaan dan dikurniai panjang usia selaksa tahun!”

Kaisar ini tertawa senang.
“Kwee Lai Kin, tak kusangka kau mempunyai seorang anak perempuan yang lihai ilmu silatnya, yang katanya malah menjadi murid dan anak angkat Siauw-coa-ong Si Raja Ular! Ha-ha-ha! Eh, kau……. Kwee Hui Kauw, benarkah kau diangkat anak oleh Si Raja Ular?”

Tanpa berani mengangkat mukanya, Hui Kauw yang sudah mendapatkan kembali ketenangannya menjawab,

“Tidak salah, Yang Mulia…….”

“Bagus! Karena ayahmu adalah pembantuku, berarti kau pun pembantu istana pula. Hayo kau mainkan beberapa jurus ilmu silat agar dinilai oleh para pengawal dan agar menambah kegembiraan pesta ini.”

Bingung dan mengkal hati Hui Kauw. Betapa ceriwisnya kaisar ini, pikirnya, akan tetapi suasana disitu benar-benar amat berwibawa sehingga ia hampir kehilangan ketenangan hatinya,

“Mohon ampun sebesarnya, Yang Mulia, hamba tidak berani memperlihatkan ilmu silat yang dangkal di hadapan Yang Mulia.”

Semua orang yang hadir di situ kaget dan khawatir. Setiap penolakan kehendak kaisar dapat dianggap sebagai pembangkangan yang sama artinya dengan pemberontakan! Wajah Kwee-taijin sudah berubah pucat seperti kertas kosong. The Sun mengerutkan keningnya akan tetapi pemuda yang cerdik ini segera berlutut dan berkata,

“Mohon Yang Mulia sudi mengampuninya. Sebagai seorang gadis yang baru kali ini berhadapan dengan Yang Mulia, dan baru kali ini menghadiri pertemuan agung, tentu saja Nona Kwee Hui Kauw merasa malu-malu dan canggung sekali. Hamba usulkan agar supaya seorang diantara para pengawal suka mengawaninya sehingga selain Nona Kwee tidak akan sungkan, juga akan lebih indah ditonton dan lebih mudah dijadikan ukuran bagi kepandaian Nona Kwee yang hebat!”






No comments:

Post a Comment